SOLOPOS.COM - Haryono Wahyudiyanto (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Kesuksesan tim nasional sepak bola Indonesia menembus babak 16 besar Piala Asia 2023 adalah prestasi membanggakan. Ini menjadi momentum bersejarah bagi sepak bola Indonesia. Kali terakhir Indonesia tampil di putaran final Piala Asia saat menjadi tuan rumah bersama pada 2007.

Keberhasilan ini tidak lepas dari peran beberapa faktor, salah satunya adalah program naturalisasi pemain. Pemain-pemain naturalisasi seperti Jordi Amat, Sandy Walsh, Ivar Jenner, dan Rafael Struick memberikan kontribusi yang signifikan bagi timnasional sepak bola Indonesia, baik dalam hal kualitas permainan maupun mentalitas.

Promosi Pemimpin Negarawan yang Bikin Rakyat Tertawan

Di tengah euforia menembus 16 besar Piala Asia 2023, muncul pertanyaan mengenai kelanjutan program naturalisasi pemain, dipertahankan atau dihentikan? Naturalisasi pemain adalah kebijakan yang memungkinkan pemain berpaspor luar negeri bisa menjadi warga negara Indonesia (WNI) dan berlaga di tim nasional sepak bola Indonesia.

Proyek ini gencar dilakukan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) sejak 2010 yang ditandai perubahan status kewarganegaraan Cristian Gonzales. Sejak itu pemain dari berbagai negara menjadi WNI dan menjadi bagian dari skuad tim nasional Indonesia.

Bedanya, naturalisasi akhir-akhir ini atau pada era pelatih Shin Tae-yong (STY) mayoritas menyasar pemain muda keturunan yang berkarier di luar negeri. Berbeda dengan naturalisasi sebelumnya, para pemain naturalisasi kebanyakan yang lama merumput di Indonesia.

Para pemain naturalisasi ini banyak yang di luar ekspektasi. Beberapa di antara mereka seperti Fabiano Beltrame tidak layak masuk skuad tim nasional Indonesia. Program ini menuai banyak kritik karena dinilai telah melemahkan identitas tim nasional serta mengambil peluang pemain lokal.

Sejak STY didatangkan dari Korea Selatan pada Desember 2019, naturalisasi pemain seperti kebutuhan. Ini dijawab STY dengan membawa tim nasional Indonesia lolos ke 16 besar Piala Asia 2023. Ranking tim nasional Indonesia naik dari peringkat ke-173 dunia dan diprediksi naik tiga sampai empat peringkat ke posisi ke-142 pada bulan ini.

Kini total terdapat 11 pemain keturunan yang sudah dan mendekati akhir proses naturalisasi selama era STY. Mereka adalah Marc Klok, Ezra Walian, Sandy Walsh, Jordi Amat, Shayne Pattynama, Rafael Struick, Justin Hubner, Ivar Jenner, Jay Idzes, Nathan Tjoe-A-On, dan Maarten Paes.

Sejumlah pemain lain juga pernah menghuni skuad tim nasional Indonesia, seperti Victor Igbonefo dan Stefano Lilipaly. Pihak yang pro naturalisasi berpendapat  program ini memainkan peran penting dalam kesuksesan tim nasional Indonesia.

Pertama, program naturalisasi dapat meningkatkan kualitas tim nasional Indonesia. Pemain-pemain naturalisasi dinilai memiliki kualitas teknik dan pengalaman yang lebih baik dibandingkan dengan pemain lokal.

Harus diakui, STY melalui program naturalisasi mampu menaikkan level pemain tim nasional Indonesia. Sebelum kedatangan STY, tim nasional Indonesia sering mendapat stempel negatif hanya sanggup bermain 60 menit sampai 65 menit.

Setelah itu, stamina pemain tim nasional Indonesia kerap mengendur. Kini pemain tim nasional Indonesia bisa tampil maksimal sepanjang pertandingan. Kedua, pemain naturalisasi memiliki mentalitas juara yang dapat menular kepada pemain lokal.

Hal ini penting untuk meningkatkan kepercayaan diri tim nasional Indonesia dalam menghadapi tim-tim kuat di Asia. Ketiga, program naturalisasi dapat memperkaya strategi karena gaya bermain yang berbeda dengan pemain lokal.

Hal ini dapat memberikan opsi strategi yang lebih banyak bagi pelatih tim nasional Indonesia. Sedangkan mereka yang kontra dengan program naturalisasi berpendapat langkah ini akan mematikan potensi pemain lokal, bakal menghambat kemajuan sepak bola Indonesia dalam jangka panjang.

Selain itu dibutuhkan anggaran tidak sedikit untuk menaturalisasi pemain. Hal ini dikhawatirkan menjadikan program tidak dapat berjalan dalam jangka panjang atau keberlanjutan.

Kemudian, naturalisasi pemain dianggap sebagai bentuk ketidakadilan bagi pemain lokal yang memiliki kemampuan yang sama. Perdebatan tersebut kemungkinan terus berlanjut dan tidak akan ada habisnya.

Artinya, naturalisasi pemain memiliki kelebihan dan kekurangannya. PSSI perlu mempertimbangkan dengan matang dari segala aspek sebelum memutuskan untuk melanjutkan atau menghentikan naturalisasi pemain.

Yang dibutuhkan saat ini adalah PSSI perlu selalu mengevaluasi program naturalisasi pemain. Evaluasi ini harus dilakukan secara objektif dan komprehensif. Organisasi yang kini dipimpin Erick Thohir ini juga perlu fokus pada pengembangan pemain lokal agar dapat bersaing dengan pemain naturalisasi.

Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas pembinaan pemain sepak bola usia dini dan kompetisi sepak bola di Indonesia yang kompetitif. Selain itu, PSSI harus transparan dalam menjalankan program naturalisasi pemain. Transparansi ini penting untuk menghindari kecurigaan dan keraguan dari masyarakat.

Atas dasar itu, keputusan mengenai kelanjutan program naturalisasi pemain tim nasional Indonesia harus didasarkan pada kepentingan terbaik untuk sepak bola Indonesia.

PSSI perlu memastikan bahwa program ini tidak hanya memberikan keuntungan jangka pendek, tetapi juga memberikan manfaat bagi kemajuan sepak bola Indonesia dalam jangka panjang.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 3 Februari 2024. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya