SOLOPOS.COM - Agus Kristiyanto (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Salah satu tantangan terbesar yang selalu dihadapi bangsa Indonesia dalam proses pembangunan di segala bidang adalah masalah kesehatan. Permasalahan kesehatan secara umum telah dikenal dengan  istilah triple burden.

Itu  mencakup masih adanya penyakit infeksi yang menjangkiti, beberapa penyakit yang seharusnya sudah teratasi muncul kembali, dan meningkatnya penyakit tidak menular (PTM) di tengah masyarakat. Penyakit menular seperti infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), tuberkulosis, dan diare merupakan penyakit yang masih banyak dijumpai sejak 1990-an.

Promosi Sejarah KA: Dibangun Belanda, Dibongkar Jepang, Nyaman di Era Ignasius Jonan

Akibat perubahan gaya hidup masyarakat menyebabkan transisi epidemiologi, yakni penyakit lama muncul kembali dengan pola penularan yang baru. Hal yang paling menarik adalah sejak 2017 hingga kini penyakit tidak menular (PTM) justru menduduki peringkat tertinggi.

Menurut laporan Global Burden of Disease (2017), enam peringkat teratas penyakit di Indonesia diduduki oleh penyakit tidak menular, seperti jantung koroner, obesitas, hipertensi, dan diabetes melitus (DM) tipe kedua.

Prevalensi PTM yang selalu meningkat dari tahun ke tahun wajib diwaspadai dan memerlukan penatalaksanaan yang memadai dari berbagai sisi. Peningkatan PTM menurunkan produktivitas sumber daya manusia, kualitas hidup generasi penerus, dan warga lanjut usia (lansia).

PTM menjangkiti berbagai kelompok usia. PTM cenderung menyerang kelompok usia produktif. Sebuah ancaman serius terhadap status ”bonus demografi” Indonesia. Prevalensi PTM yang tinggi juga berdampak pada beban pemerintah.

Penanganan PTM membutuhkan biaya besar. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan (2022) mencatat PTM (penyakit katastropik) memakan biaya klaim terbesar dalam program JKN.  Penyakit ini menyedot biaya hingga Rp24,06 triliun dengan total 23,27 juta kasus sepanjang tahun 2022.

Biaya Tinggi

Tingginya biaya kesehatan disebabkan berbagai faktor yang setidaknya meliputi tingkat inflasi, tingkat permintaan pada bidang kesehatan, kemajuan ilmu dan teknologi, pergeseran atau perubahan pola penularan penyakit.

Kemudian, perubahan pola pelayanan kesehatan, perubahan pola hubungan dokter-pasien, lemahnya mekanisme pengendalian biaya, dan penyalahgunaan asuransi kesehatan sebagaimana yang lazim ditemukan pada bentuk yang konvensional (third party sistem) dengan sistem mengganti biaya (reimbursement) justru akan mendorong kenaikan biaya kesehatan (Medis Online, 2009).

Artinya, tingginya biaya kesehatan bukan karena faktor tunggal. Menekan tingginya biaya kesehatan bisa dilakukan secara parsial dan komprehensif sesuai dengan faktor penyebab. Di luar delapan faktor tersebut, terdapat berbagai riset yang menghubungkan tingginya biaya kesehatan dengan komposisi jumlah penduduk lanjut usia.

Secara global, penyakit kronis merupakan kontributor utama beban biaya pengobatan bagi lansia (Chen, et.al, 2023). Penyakit kardiovaskular (30,3%) dan neoplasma ganas (15,1%) merupakan penyakit kronis yang paling umum terjadi. Hal serupa terjadi di Singapura, kanker dan stroke merupakan kondisi pengeluaran kesehatan terbesar di kalangan lansia.

Di Jepang, obesitas, diabetes, dan penyakit jantung merupakan faktor pemicu biaya kesehatan terbesar. Di Meksiko, kurangnya diagnosis dini dan pengobatan penyakit kronis di kalangan lansia memerlukan lebih banyak sumber daya medis.

Di China, hampir setengah (48,84%) pengeluaran kesehatan negara untuk penyakit kronis dikonsumsi oleh 13,32% penduduk berusia di atas 60 tahun, dengan penyakit kronis peredaran darah, pernapasan, sistem pencernaan, kanker, dan sistem endokrin menjadi pengeluaran tertinggi.

Kejadian dan biaya penyakit kronis tertentu di kalangan warga lansia berbeda-beda di berbagai negara, bergantung pada faktor-faktor seperti biaya obat, harga layanan medis, dan polis asuransi kesehatan. Terdapat  berbagai ”pintu masuk” yang bisa diakses untuk mengupayakan penekanan biaya tinggi kesehatan.

Langkah pengobatan dan penyembuhan (kuratif) pada penanganan kesehatan selalu memberikan konsekuensi pembiayaan yang sangat tinggi. Terjadi konfigurasi lintas faktor yang menjadikan biaya kesehatan yang tinggi akan terus membubung tinggi.

Secara ideal cara terbaik untuk menekan biaya kesehatan adalah dengan memilih langkah promotif dan preventif dalam mewujudkan kondisi kesehatan paripurna pada masyarakat Indonesia. Segala sesuatu memang pasti memerlukan alokasi anggaran juga, jer basuki mawa beya.

Pengalokasian anggaran yang tepat untuk program kesehatan promotif dan preventif sangat penting untuk memastikan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat secara optimistis. Hal tersebut merupakan langkah meredam laju biaya tinggi kesehatan, terutama karena PTM.

Dalam upaya memenuhi target tersebut, pada 2023, APBN Kementerian Kesehatan mengalokasikan anggaran promotif dan preventif mencapai Rp85,5 triliun dari Rp178,7 triliun total anggaran (Kementerian Kesehatan, 2023).

Dengan persentase 47,8% artinya anggaran tersebut memiliki proporsi yang cukup ideal untuk mengubah lagika dan formula penanganan kesehatan. Menangani kesehatan bukan lagi terfokus pada aspek kuratif dengan memberikan pelayanan untuk menyembuhkan masyarakat yang sakit.

Promosi kesehatan lebih menngarahkan pada menciptakan kondisi agar masyarakat terbebas dari peluang mengalami sakit, terutama PTM. Kata kuncinya adalah membangun gaya hidup sehat-aktif melalui lingkup olahraga masyarakat.

Nilai Promosi Olahraga

Beban biaya tinggi kesehatan dapat diredam dengan menyesuaikan dan mengendalikan faktor penyebab. Setidaknya ada dua faktor dominan yang berhubungan dengan prevalensi PTM di Indonesia. Dua faktor tersebut jika dikendalikan akan mampu secara signifikan menekan “pengeluaran yang tidak perlu” untuk mengatasi persoalan kesehatan (PTM).

Dua faktor tersebut adalah menekan kuantitas penduduk yang memerlukan pelayanan kesehatan karena sakit akibat gaya hidup yang kurang aktif atau kurang sehat dan mempersiapkan kualitas hidup yang baik pada kelompok lanjut usia di Indonesia.

Dua faktor tersebut sangat relevan dengan esensi program mewujudkan Indonesia Bugar yang memiliki titik singgung dengan penekanan biaya tinggi kesehatan. Kebugaran jasmani dalam tataran yang demikian dapat diuraikan sebagai modal spesifik untuk menekan jumlah penduduk berbagai usia agar terhindar dari risiko terserang PTM.



Kebugaran jasmani bagi kelompok lansia memiliki peran terpenting untuk mencapai kualitas hidup (quality of life) yang baik. Bagi warga lansia, kebugaran jasmani tidak fokus pada produktivitas dan prestasi, tetapi mereka perlukan untuk hidup yang berkualitas.

Warga lansia berpeluang menikmati hidup, lebih mandiri, dan berkurang risiko terkena penyakit degeneratif akibat penuaan. Pengurangan risiko tersebut secara otomatis akan menekan biaya kesehatan bagi warga lansia, baik yang harus ditanggung oleh pribadi, keluarga, masyarakat, maupun oleh pemerintah.

PTM adalah jenis penyakit yang terjadi karena persoalan gaya hidup yang bermasalah. Pemicu utamanya adalah pola makan yang tidak sehat yang dianggap lumrah, serta hidup malas gerak dengan berbagai alasan.

Kebutuhan sehat, bugar, dan gembira sebagai bentuk aktivitas yang terus-menerus jika dipenuhi akan memberikan nilai manfaat secara personal dan kolektif. Keuntungan besar secara fisik, mental, dan sosial.   Habituasi berolahraga yang terbentuk, walau itu mudah, murah, meriah, massal, akan memberikan kontribusi yang sangat besar untuk menekan biaya mahal kesehatan.

Dengan berolahraga rutin, masyarakat bisa berperan  menekan beban perekonomian yang harus dikeluarkan oleh negara, yakni sebesar US$1,3 triliun atau sekitar Rp 16.900 triliun hingga tahun 2035.

Pengurangan beban ekonomi yang sekaligus memberi peluang bagi melesatnya Indonesia sebagai negara yang berprestasi dan kompetitif. Olahraga adalah aktivitas sederhana dan menggembirakan yang memberikan kontribusi luas bagi setiap orang untuk berjuang memajukan bangsa. Masih malas berolahraga?

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 11 Desember 2023. Penulis adalah guru besar Analisis Kebijakan Pembangunan Olahraga dan Pendidikan Fakultas Keolahragaan Universitas Sebelas Maret)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya