SOLOPOS.COM - Agus Kristiyanto (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Indeks  partisipasi olahraga menunjuk pada proporsi penduduk aktif berolahraga di sebuah area wilayah tertentu. Mengacu pada bentuk kewilayahan yang telah dikenal maka indeks di sebuah provinsi/kabupaten/kota dapat secara objektif terukur perkembangannya.

Setiap daerah memiliki capaian indeks berbeda yang dapat digunakan untuk keperluan evaluasi dan komparasi. Komparasi dapat dilakukan dengan membandingkan indeks dari tahun ke tahun, membandingkan capaian indeks satu wilayah dengan wilayah lainnya, bahkan dengan capaian indeks rata-rata secara nasional.

Promosi Pramudya Kusumawardana Bukti Kejamnya Netizen Indonesia

Berdasarkan hasil pendataan tahunan oleh tim sport development index (SDI) pusat, indeks partisipasi nasional 2022 adalah 0,309. Artinya secara nasional partisipasi masyarakat dalam berolahraga masih dalam kategori lemah, bahkan boleh dikatakan masih cukup memprihatinkan.

Diperlukan formula baru untuk mendongkrak indeks partisipasi olahraga tersebut. Setiap daerah diberi kesempatan luas untuk berkreasi sesuai potensi dan keunikan masing-masing. Masyarakat Soloraya perlu mengapresiasi serta merepons positif kebijakan baru Pemerintah Kota Solo membuka ruang publik olahraga pada malam hari.

Solopos edisi Sabtu 17 Juni 2023 memberitakan masyarakat Soloraya akan memperoleh tambahan akses ke fasilitas publik ruang terbuka untuk berolahraga pada waktu malam (jangan dibaca olahraga malam). Masyarakat mendapatkan tambahan harapan baru untuk mendongkrak angka partisipasi berolahraga melalui olahraga pada malam hari.

Membuka akses publik untuk berolahraga pada malam hari berpeluang memunculkan sikap pro dan kontra. Masyarakat yang menyambut positif umumnya memiliki pengalaman empiris yang positif dan terpelihara oleh pola pikir positif bahwa olahraga itu memiliki prinsip anywhere and anytime, walaupun tentu dimaknai secara relatif dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu.

Kelompok masyarakat yang kurang setuju umumnya terikat pola pikir mereka bahwa berolahraga itu aktivitas yang ”hanya pantas” dilakukan pagi hari saat udara masih bersih dan sinar matahari belum terasa panas menyengat.

Artinya, membuka akses ruang publik berolahraga pada malam hari keberhasilannya sangat ditentukan oleh prasyarat dasarnya, yakni membangun pola pikir publik tentang olahraga pada malam hari. Pertama, pola pikir yang terkait manfaat olahraga berdasarkan variabel waktu (kapan).

Bukan persoalan waktu (kapan) yang perlu digarisbawahi, tetapi bagaimana prinsip-prinsip berolahraga yang aman dan nyaman dapat ditegakkan. Malam hari tetap merupakan waktu yang aman dan nyaman untuk berolahraga tatkala sisi penerangannya dijamin berkualitas.

Kejadian yang menyebabkan insiden—karena kondisi tak aman—yang menimbulkan efek trauma psikologis olahraga pada malam hari umumnya karena kecukupan kualitas pencahayaan kurang memadai untuk aktivitas yang dinamis.

Artinya, menciptakan suasana malam hari menjadi seolah-olah seperti siang hari merupakan faktor pertama dan yang utama olahraga aman pada malam hari. Kedua, pola pikir tentang kepantasan dan kepatutan berolahraga pada malam hari.

Kepantasan dan kepatutan adalah sikap normatif-kolektif yang akan menimbulkan penerimaan keperilakuan sosial. Dalam relasi sosial, setiap orang akan tergerak menghindari hal-hal yang dianggap kurang pantas dan kurang patut.

Perlu sebuah kebijakan positif yang mengakar dan memberikan habituasi (kebiasaan berulang) terkait memantaskan dan mematutkan berolahraga pada malam hari. Ada fase adaptasi yang perlu dibentuk sebagaimana pada zaman dulu pola pikir bekerja itu ya cuma pada siang hari.

Begitu listrik ditemukan, mereka beradaptasi dengan bekerja pada malam hari. Pada akhirnya bekerja yang dilakukan pada malam hari dianggap pantas dan patut-patut saja. Ketiga, pola pikir yang menimbulkan kekhawatiran personal dan kolektif secara berlebihan.

Umumnya rasa khawatir berlebih didasarkan pada pengetahuan bahwa malam hari adalah udara yang padat polutan, penuh dengan karbon dioksida serta kualitas udara yang tidak sesuai untuk berolahraga. Hal tersebut memang bukan hal yang salah, tetapi kekhawatiran yang terlalu berlebihan menyebabkan terbentuknya sikap paranoid terhadap berolahraga pada malam hari.

Hal yang sering mereka lupakan adalah manusia memiliki kemampuan beradaptasi dengan lingkungan. Kemampuan beradaptasi untuk mendapatkan keamanan dan kenyamanan berolahraga dapat diolah dengan cara mengelola prinsip  utama frequency, intensity, time, dan type (FITT).

Adaptasi dilakukan juga dengan memperhatikan kondisi perseorangan akibat telah beraktivitas sepanjang pagi hingga siang hari. Keempat, pola pikir tentang gangguan tidur pada malam hari. Situs health.harvard.edu menyajikan data hasil riset meta-analisis atas 23 studi mengenai hubungan olahraga pada malam hari dengan kualitas tidur.

Olahraga pada malam hari ternyata tidak membuat seseorang sulit tidur. Sebagian besar orang yang berolahraga pada malam hari justru bisa tidur lebih nyenyak. Ketika olahraga berat dilakukan kurang dari satu jam sebelum tidur menyebabkan orang sulit tidur atau memiliki kualitas tidur yang buruk.

Artinya, olahraga malam hari idealnya dilakukan dalam intensitas ringan hingga sedang juga wajib menghindari berolahraga sampai larut malam karena akan menurunkan kualitas tidur.

Mendongkrak Partisipasi

Mengembangkan formula baru kebijakan membuka akses ruang publik berolahraga pada waktu malam hari sangat relevan dengan kebutuhan spesifik esensial masyarakat perkotaan. Kota Solo adalah sebuah kota yang sedang menuju bentuk kota besar.

Sebagaimana kota-kota besar lainnya di Indonesia, masyarakatnya memiliki kebutuhan yang khas untuk mengekspresikan partisipasi dalam berolahraga. Kebutuhan spesifik masyarakat perkotaan adalah berupa kebijkan intensifikasi ruang terbuka dan waktu terbuka.

Intensifikasi uang terbuka publik sudah dimiliki masyarakat Soloraya dengan ada arena car free day yang digelar secara rutin tiap Minggu pagi. Sedangkan intensifikasi waktu terbuka sudah mulai dilakukan dengan mendesain Stadion Manahan di Kota Solo sebagai ruang publik olahraga pada malam hari.

Memelihara keberlangsungan kebijakan olahraga pada malam hari sama pentingnya dengan memelihara keberlangsungan arena car free day pada Minggu pagi. Masyarakat perkotaan membutuhkan intensifikasi ruang terbuka dan intensifikasi waktu terbuka untuk berolahraga secara simultan.

Intensifikasi tersebut jauh lebih murah dan simpel dibandingkan dengan ekstensifikasi ruang terbuka olahraga. Walakin, memantaskan penyediaan infrastruktur olahraga yang representatif tetap menjadi tuntutan tersendiri di wilayah olahraga prestasi.



Masyarakat umum membutuhkan sarana berupa ruang relaksasi dan waktu relaksasi. Car free day dan public space olahraga pada waktu malam di Stadion Manahan merupakan sebuah jawaban yang sesuai.

Masyarakat perkotaan memiliki ruang dan waktu spesifik untuk membangun dasar-dasar budaya berolahraga, helathy life style, penguatan relasi sosial, menumbuhkan budaya egaliter melalui olahraga, serta berbagai ”pintu masuk” menggeliatkan sport industry dan sport tourism di masyarakat perkotaan.

Manfaat besar jangka panjang atas berhasilnya intensifikasi ruang dan waktu olahraga tersebut akan memberikan habituasi, intervensi, dan keteladanan jangka panjang untuk menyemai iklim partisipasi berolahraga di masyarakat.

Indeks partisipasi akan terus terdongkrak dari yang sekarang berada di kisaran 0,30 menuju ke kisaran 0,70 sebagaimana yang telah dicapai oleh negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, dan Australia.

Indonesia akan menjadi raksasa olahraga di dunia ketika angka partisipasinya bisa bisa mendekati 0,70. Artinya 70% masyarakat Indonesia telah  melakukan olahraga rutin minimal tiga kali per pekan. Indeks partisipasi olahraga merupakan persoalan penting dan sangat mendasar dalam kesemestaan pembangunan olahraga secara komprehensif.

Komprehensivitas pembangunan olahraga mengarah pada proses sistematis memajukan olahraga dengan mendongkrak kultur berolahraga dalam sebuah active and healthy life style di masyarakat, khususnya pada masyarakat perkotaan.

Indeks partisipasi merupakan indikator vital untuk menciptakan modal keberhasilan olahraga berbasis keperilakuan secara kolektif. Betapa sangat dahsyatnya arti sebuah indeks partisipasi olahraga. Belum terlambat tatkala diupayakan terus untuk didongkrak secara progresif, komprehensif, dan kreatif.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 7 Juli 2023. Penulis adalah guru besar Kebijakan Pembangunan Olahraga dan Pendidikan Fakultas Keolahragaan Universitas Sebelas Maret)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya