SOLOPOS.COM - Nazaruddin Latif(Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Diskursus  tentang pemuda secara konseptual bukan sekadar yang berusia muda. Pemuda dalam Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2017 disebut sebagai warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 tahun sampai 30 tahun.

Dalam kemampuan diskursif, pemuda hendaknya dinilai pada eksistensi sebagai bagian dinamika perjuangan bangsa mulai dari upaya merebut kemerdekaan hingga pembangunan menuju kemandirian dan kemajuan.

Promosi Mali, Sang Juara Tanpa Mahkota

Kongres Pemuda yang melahirkan Sumpah Pemuda pada 1928 bukan sekadar peristiwa yang layak dikenang dalam sejarah. Nilai yang terkandung dalam komitmen membangun ikatan persatuan berupa persamaan tumpah darah, bangsa, dan menjunjung bahasa persatuan adalah esensi yang tidak boleh dilupakan.

Ide membangun ikatan ini merupakan pemikiran yang progresif saat itu dan menjadi formula baru perjuangan menghadapi kolonialisme. Semangat ini berbeda dengan perjuangan sebelumnya yang bersifat kedaerahan.

Semangat patriotik para tokoh yang berjuang secara terpisah dan hanya didukung oleh kekuatan lokal terbatas. Oleh karena yang dihadapi adalah kekuatan yang besar, perjuangan dalam bentuk perlawanan selalu mudah dipatahkan.

Jenderal Soedirman menjadi Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat pada usia 29 tahun. Dalam kondisi sakit, jiwa patriotismenya terpanggil membela negara dengan memimpin pasukan di medan pertempuran menghadapi agresi militer Belanda.

Strategi perang gerilya begitu legendaris dikenal hingga ke seantero dunia. Esensi yang tidak boleh dilupakan adalah jiwa patriotisme seorang Soedirman yang lebih mengutamakan panggilan negara.

Pilihan lebih mengutamakan panggilan negara untuk mewujudkan kemaslahatan yang lebih besar menyangkut nasib dan masa depan negara serta rakyat.

Sikap tersebut merupakan pengorbanan dan sekaligus keteladanan seorang panglima mempertahankan negara dari ancaman, tanpa memandang keadaan yang menimpa dirinya.

Kemudian pada 1998 terjadi peristiwa demonstrasi besar-besaran yang dilakukan mahasiswa, golongan usia muda. Tanpa bermaksud mengesampingkan peran sejumlah tokoh penting di negeri ini, dominasi kaum muda kembali menunjukkan perhatian terhadap kondisi negara yang mengalami keterpurukan ekonomi akibat krisis multidimensi.

Meski dengan konsekuensi harus vis a vis dengan negara (baca: aparat) saat itu, gerakan sosial yang menuntut suksesi kepemimpinan tidak mensyaratkan perwakilan dari pemuda ikut duduk menempati kursi elite kepemimpinan, tetapi cukup mengantarkan pada pelaksanaan yang memakai mekanisme yang adil, demokratis, dan transparan.

Peran aktif pemuda dalam perjalanan perjuangan bangsa ini tidak terlepas dari panggilan jiwa yang menyentuh nurani sehingga menggerakkan kesadaran untuk berkonstribusi. Intelektualitas yang dikembangkan di bangku perkuliahan masih terasa hambar tanpa diimbangi kepekaan terhadap kondisi bangsa.

Pembiasaan berorganisasi diejawantahkan pada ruang yang lebih luas dengan meningkatkan kepedulian sosial, memerhatikan tata kelola pemerintahan, perkembangan pembangunan, dan  memerjuangkan nasib rakyat, serta bukan untuk dirinya sendiri.

Eksistensi pemuda dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia menarik disimak. Pemuda merupakan bagian dari elemen bangsa, ikut dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan.

Di alam kemerdekaan yang sudah diraih selalu aktif terlibat mengisi kemerdekaan dan bahkan aktif mengawal pembangunan. Kala terjadi kesenjangan dan ketimpangan yang menimpa rakyat, tanpa dimintai pun pemuda kembali menyuarakan pembelaan.

Meminjam terminologi Kim Knott dalam kajian insider dan outsider, kiprah pemuda dalam sejarah Indonesia bisa dikategorikan menjadi dua kelompok. Pertama, pemuda yang bergabung dalam kongres melahirkan Sumpah Pemuda dan kepemimpinan Jenderal Soedirman dalam perang gerilya bisa dikategorikan sebagai insider yang menampilkan peran sebagai participant as observer.

Dikategorikan insider karena berada di dalam sistem yang sedang berjuang membebaskan bangsa dan negara dari kekuasaan bangsa lain. Sebagai bagian dari elemen bangsa terjajah pemuda berpartisipasi aktif membela tanah air seperti dilakukan oleh elemen bangsa lainnya.

Berposisi sebagai partisipan tidak lantas pemuda terhanyut dalam kemutlakan tanpa berpikir kritis, namun berdasarkan pengalaman mengamati dan mempelajari sejarah panjang perjuangan bangsa, ditawarkan strategi yang berbeda, serta keteladanan kepemimpinan yang mulia.

Jika para pemuda dalam kongres merumuskan komitmen persatuan dan kesatuan, ini menjadi terobosan baru dan secara gradual mereduksi sikap kedaerahan. Sikap kedaerahan dinilai memicu ”keterkotak-kotakan” sehingga menyebabkan perjuangan dilakukan secara terpisah.

Patriotisme Jenderal Soedirman menawarkan totalitas perjuangan membela tanah air. Eksistensi Jenderal Soedirman dalam gerilya melawan agresi militer Belanda menjadi simbol masih tegaknya negara Indonesia.

Kecerdikan Jenderal Soedirman memanfaatkan situasi dan kondisi alam sekitar menjadikan lawan segan sehingga tidak dipandang remeh dan mudah ditaklukkan.

Kedua, perjuangan pemuda dan mahasiswa dalam gerakan reformasi 1998 bisa dikategorikan sebagai outsider yang diwujudkan sebagai observer as participant.

Posisi yang berada di luar sistem menempatkan pemuda sebagai outsider. Kendati demikian, tidak membuat pemuda pasif dan tidak mau turut andil dalam mengawal pembangunan. Sikap aktif mengikuti perkembangan demokrasi, pemerintahan, dan pembangunan adalah bentuk partisipasi berkesimbungan.

Gerakan sosial yang sering kali dilakukan dan diimbangi dengan kritik-kritik tajam adalah cara pemuda menjaga kelangsungan pembangunan agar tidak keluar dari jalur yang dirumuskan. Intelektualitas merupakan modal untuk melakukan pengamatan (observasi) yang selanjutnya dapat memperkuat kritik-kritik tajam.



Berdiri di luar sistem justru membantu memberikan keleluasaan dalam melakukan penilaian dan kritik. Sekali lagi, itulah cara pemuda berpartisipasi aktif dalam pembangunan negara meski berstatus outsider.

Peran insider dan outsider bagi pemuda dalam memberikan partisipasi dalam rentang sejarah panjang perjuangan meski berangkat dari posisi dan sudut pandang berbeda, keduanya memiliki titik temu yang menunjukkan persamaan.

Titik temu itu adalah semangat progresif yang senantiasa menghiasi pemikiran dan gerakan kaum muda. Progresif bisa diartikan menuju ke arah kemajuan atau berhaluan ke arah perbaikan.

Semangat progresif yang dimiliki pemuda hendaknya selalu dipupuk dan diberi ruang untuk terus berkembang yang kelak akan meneruskan perjuangan bangsa ini menuju kejayaan. Bravo pemuda!

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 30 Oktober 2023. Penulis adalah dosen Universitas Aisyiyah Surakarta)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya