SOLOPOS.COM - Mohamad Adib Rifai (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Setakat ini kita masih mengenal kalimat “pas di saku mahasiswa.” Mahasiswa jamak terkenal memiliki uang pas-pasan dan mengeluarkan banyak uang untuk kehidupan bulanan.

Mahasiswa sering menghadapi situasi keuangan yang sulit, terutama mahasiswa yang masih bergantung pada kiriman dari orang tua. Memang tidak semua mahasiswa seperti itu, tetapi mayoritas seperti itu.

Promosi Championship Series, Format Aneh di Liga 1 2023/2024

Sudah begitu, keuangan mahasiswa yang pas-pasan ini masih saja kerap diganggu oleh biaya parkir di segala penjuru Kota Solo, khususnya di area Universitas Sebelas Maret (UNS). Biaya parkir itu di tempat nongkrong, tempat makan, dan tempat membeli perabotan.

Manusia pembawa peluit dan memakai rompi biru itu tidak pernah ketinggalan dari aktivitas pertokoan di Kota Solo. Hal yang membikin miris adalah sebagai mahasiswa dalam beraktivitas tidak hanya ke satu tempat.

Dengan demikian lebih banyak uang yang dikeluarkan hanya untuk membayar parkir. Tarif parkir biasanya sebesar Rp2.000 sekali parkir. Mari kita hitung ketika mahasiswa datang ke tempat makan tiga kali sehari dalam sebulan.

Mahasiswa  mengeluarkan uang Rp180.000 hanya untuk membayar parkir. Belum lagi jika pergi ke toko-toko yang lain. Jika uang saku mahasiswa sejuta per bulan, berarti seperlima dihabiskan untuk membayar parkir.

Memang kelihatan sedikit dan sepele dengan mengeluarkan uang sebesar Rp2.000 untuk membayar parkir, tapi jika dihitung-hitung sebenarnya menguras saku mahasiswa.

Untung saja di tempat fotokopi tidak ada juru parkir. Kalau ada benar-benar menguras kantong mahasiswa. Kalau saja tempat proletar yang seharusnya tidak membutuhkan parkir malah dijaga tukang parkir, ya boncos keuangan mahasiswa.

Saya bertanya-tanya, sebenarnya berapa sih tarif retribusi parkir di Kota Solo? Menurut Peraturan Wali Kota Solo Nomor 7.1 Tahun 2022. Tarif retribusi sepeda motor di tempat pelataran, taman, dan gedung hanya senilai Rp1.000.

Lantas yang Rp.1000 lagi digunakan untuk apa? Apakah diembat juru parkir sendiri? Saya jadi bertanya-tanya, juru parkir di area UNS kebanyakan menggunakan seragam dinas.

Seharusnya mereka memiliki kode etik dan mengikuti peraturan wali kota atau sebenarnya banyak juru parkir liar yang bersembunyi dengan menggunakan seragam seperti juru parkir resmi

Tugas Juru Parkir

Juru parkir bergerak di bidang jasa. Tugas mereka menyambut, mengatur, menata, menjaga, dan membukakan jalan saat pulang. Apa yang harus kita lakukan ketika menemui juru parkir yang tanpa kontribusi dan minta retribusi saat kita pergi?

Apakah mereka masih bisa disebut sebagai penyedia jasa jika tidak melakukan apa pun (tidak berjasa)? Semestinya kita tidak usah memberikan apa pun karena mereka juga tidak melaksanakan tugas yang bisa disebut sebagai penyedia jasa.

Kita seperti memberi mereka upah, padahal mereka tidak bekerja. Masalah parkir di Kota Solo dan beban keuangan mahasiswa harus segera diupayakan jalan keluarnya.

Ini agar pengeluaran bulanan mahasiswa bisa lebih irit dan tidak terbuang hanya untung parkir saja. Pertama, regulasi dan penerapannya harus ditertibkan lebih ketat lagi sehingga tidak ada lagi juru parkir ilegal agar tarif parkir dibayarkan sesuai peraturan wali kota, yaitu Rp1.000 untuk sepeda motor.

Kedua, pengawasan dan pemantauan yang lebih teliti. Pemantauan dan pengawasan yang lebih ketat untuk memastikan bahwa juru parkir tidak melanggar aturan peraturan wali kota dan tidak terlibat dalam aktivitas parkir ilegal.

Ketiga, menurut saya yang paling penting adalah keterlibatan pemerintah Kota Solo dalam mencari solusi, misalnya ada harga parkir khusus untuk mahasiswa dengan menunjukkan kartu mahasiswa.

Tiga hal itu saya yakin bisa mengatasi permasalahan fenomena banyak tukang parkir dan uang parkir yang harus dibayarkan mahasiswa yang uang sakunya pas-pasan.

Juru parkir resmi harus meningkatkan profesionalisme. Para pemangku kepentingan, terutama pemerintahm harus mengelola parkir dan kesejahteraan juru parkir dengan lebih baik.

Semoga pemerintah segera mencarikan dan menemukan solusi secepatnya atau bisa juga memakai saran saya tersebut. Esai ini bukan bermaksud mencela pekerjaan apa pun dan siapa pun.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 30 Januari 2024. Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya