SOLOPOS.COM - Djoko Subinarto (Istimewa/Dokumen pribadi)

Solopos.com, SOLO – Kebakaran  melanda tempat pembuangan akhir [TPA] sampah Putri Cempo di Mojosongo, Jebres, Kota, Sabtu (16/9/2023) siang. Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup [DLH] Kota Solo, Kristiana Hariyanti, seperti dikutip Solopos, penyebab kebakaran itu adalah suhu tinggi yang memicu percikan api di gas metana hingga terjadi kebakaran.

Pada Agustus 2023, TPA Sarimukti di Cipatat, Bandung Barat, Jawa Barat, juga terbakar. Lebih dari dua pekan petugas pemadam kebakaran berupaya memadamkan api. Apa pelajaran yang bisa kita petik dari kasus kebakaran TPA ini? Bagaimana agar kasus ini tidak berulang?

Promosi Ijazah Tak Laku, Sarjana Setengah Mati Mencari Kerja

Kebakaran, lebih-lebih pada musim kemarau, dapat melanda bangunan, kawasan, maupun infrastruktur apa pun, termasuk TPA sampah, seperti yang dialami TPA Putri Cempo dan TPA Sarimukti.

Khusus ihwal keberadaan TPA sampah, secara umum, sekurangnya ada dua jenis kebakaran yang lazim terjadi di TPA sampah. Pertama, kebakaran di permukaan gunungan sampah. Kedua, kebakaran di dalam atau di bawah gunungan sampah.

Kebakaran TPA sampah tentu saja sangat membahayakan lantaran mengeluarkan asap hasil pembakaran berbagai macam bahan/zat. TPA sampah adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem penangangan sampah dengan melibatkan metode open dumping dan landfilling.

Keduanya adalah metode penanganan sampah paling tua dan paling konvensional. Hingga kini dua metode tersebut tampaknya masih menjadi andalan pengelolaan sampah di banyak kawasan perkotaan di negara kita.

Teknik open dumping menempatkan sampah di TPA sampah begitu saja, tanpa penanganan lebih lanjut. Teknik landfilling menempatkan sampah di TPA sampah lantas diratakan serta dipadatkan menggunakan alat berat kemudian ditutup dengan tanah.

Metode open dumping maupun landfilling dianggap tidak ramah lingkungan karena berpotensi menjadi sumber pencemaran air, tanah, serta udara. Jika tidak terkontrol dengan baik, dua metode ini berpotensi menyebabkan kebakaran, bahkan ledakan dahsyat seperti yang pernah terjadi pada 2005 di TPA Cireundeu, Cimahi, Jawa Barat, buntut dari menumpuknya gas metana.

Rentan Kebakaran

TPA-TPA sampah di negara kita umumnya menerima sampah-sampah yang tercampur. Beragam jenis sampah, termasuk sampah organik maupun sampah mudah terbakar, seperti plastik, dicampur menjadi satu dan langsung dibuang di TPA sampah.

Jika kita datang langsung ke TPA sampah di sejumlah wilayah di negeri ini, kita akan mendapati gunungan-gunungan sampah yang terbentuk dari beragam jenis sampah.

Temperatur tinggi pada musim kemarau, serta gunungan-gunungan sampah yang terbentuk dari bahan-bahan yang mudah terbakar, menjadikan sebagian besar TPA sampah selalu rentan kebakaran.

Begitu suhu sangat tinggi atau ada bara api atau percikan api, seperti dari puntung rokok, si jago merah segera membesar. Ihwal penumpukan gas metana, dekomposisi anaerobik sampah menghasilkan gas metana dan panas.

Tatkala gas metana ini bersentuhan dengan oksigen, bahan-bahan mudah terbakar di TPA smapah dapat saja memantik api yang akhirnya menyulut kebakaran lebih besar.

Profesor ilmu bumi di Royal Holloway, Universitas London, Euan Nisbet, sebagaimana dikutip Monika Mondal [2022] menyatakan gas metana dapat terbakar sendiri pada kondisi suhu yang sangat tinggi.

Menurut Nisbet, di TPA sampah, lokasi sebuah botol kaca—dengan efek kaca cembung—dibiarkan begitu saja dapat menyebabkan sinar matahari memanasi tumpukan sampah lainnya sehingga akhirnya memicu percikan api.

Seorang peneliti lingkungan yang melakukan penelitian mendalam ihwal TPA sampah sejak tahun 2017, Digamber Chavan, mengatakan tumpukan sampah lama di TPA sampah dapat memicu kebakaran, gas metana sebagai katalisnya.

Menurut Chavan, sampah yang baru umumnya dapat terbakar pada suhu 280 derajat Celcius dan sampah lama dapat terbakar pada suhu 160-180 derajat Celcius. Walakin, sampah lama dapat mulai membara pada suhu yang jauh lebih rendah.

”Ketika api mulai membara, gas metana yang melimpah di dekatnya mudah terbakar,” kata Chavan seperti dilansir opendemocracy.net.

Realitas banyak material mudah terbakar dan gas metana yang menumpuk meniscayakan kebakaran yang terjadi di TPA sampah membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dipadamkan.

Ketiadaan pasokan air dan infrastruktur khusus untuk pemadaman kebakaran menambah sukar upaya pemadaman. Belum lagi kesulitan para petugas pemadam kebakaran yang perlu memanjat gunungan-gunungan sampah.

Ini juga menjadi kendala yang ikut memperlambat proses pemadaman kebakaran di kawasan TPA sampah. Oleh sebab itu, upaya-upaya mengantisipasi kebakaran perlu menjadi bagian pengelolaan TPA sampah.

Langkah preventif wajib diprioritaskan. Salah satu langkah preventif yaitu membagi sampah dan blok pemrosesan sampah setidaknya menjadi dua kategori, yaitu sampah yang mudah terbakar dan sampah yang tidak mudah terbakar.

Percampuran aneka sampah perlu dihindari. Kawasan sampah yang mudah terbakar perlu dipisah dengan kawasan sampah lainnya. Bagian kawasan TPA sampah yang menampung sampah yang mudah terbakar harus ditutup dengan tanah, jangan dibiarkan terbuka.

Kawasan TPA sampah harus dilengkapi sistem pemadam kebakaran yang memadai, termasuk sumber air, tangki air, dan alat penyemprot air. TPA sampah sebaiknya dilengkapi alat pedeteksi asap. Semua area di TPA sampah semestinya menjadi daerah terlarang untuk merokok.



Meminimalkan jumlah dan jenis sampah yang dibuang ke TPA sampah dapat mengurangi risiko kebakaran. Pemilahan sampah dari sumber menjadi kunci. Perlu kolaborasi erat yang melibatkan aspek kelembagaan, operasional, pembiayaan, regulasi, dan peran publik untuk meminimalkan jumlah dan jenis sampah yang dibuang ke TPA smapah.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 25 September 2023. Penulis adalah kolumnis dan bloger)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya