SOLOPOS.COM - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Sadil Isra (tengah) didampingi delapan hakim konstitusi memberikan keterangan pers usai rapat pleno di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (9/11/2023). Hakim Konstitusi Suhartoyo terpilih menjadi Ketua MK melalui rapat pleno yang dihadiri sembilan hakim konstitusi untuk menggantikan Hakim Konstitusi Anwar Usman yang diberhentikan karena melakukan pelanggaran berat kode etik. (Antara/M. Risyal Hidayat)

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi menyatakan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman bersalah, melanggar kode etik hakim Mahkamah Konstitusi, dalam persidangan permohonan uji materi tentang syarat usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden.

Anwar Usman dicopot dari jabatan sebagai Ketua Mahkaman Konstitusi. Hakim konstitusi Suhartoyo terpilih dalam musyawarah hakim Mahkamah Konstitusi menjadi ketua yang baru.

Promosi Mi Instan Witan Sulaeman

Anwar Usman tidak boleh mencalonkan dan dicalonkan sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Ia juga tidak boleh ikut menangani sidang sengketa Pemilihan Umum 2024.

Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dan sanksi yang diberikan kepada Anwar Usman adalah konfirmasi atas banyak dugaan yang mengemuka di publik belakangan ini.

Dugaan tentang kelancungan dalam proses persidangan uji materi tentang syarat usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden. Anwar Usman dinyatakan melanggar prinsip kode etik dan perilaku hakim tentang ketidakberpihakan, integritas, kecakapan dan kesetaraan, independensi, serta kepantasan dan kesopanan.

Itu semua adalah aspek mendasar yang mestinya ditegakkan, dihayati, dan dijalankan sepenuh hati oleh negarawan. Hakim konstitusi adalah negarawan. Mereka dipilih untuk menegakkan konstitusi, menjaga demokrasi, menegakkan hukum. Hanya negarawan yang bisa menjalankan tugas demikian.

Negarawan adalah orang yang ahli dalam kenegaraan (pemerintahan); pemimpin politik yang secara taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan.

Kasus Anwar Usman ini menjadi fakta kesekian tentang praktik pembusukan di ”rumah negarawan”, praktik pembusukan dari dalam di Mahkamah Konstitusi. Dua hakim Mahkamah Konstitusi sebelumnya—ketua dan hakim Mahkamah Konstitusi—ada yang terjerat kasus korupsi, yaitu Akil Mochtar dan Patrialis Akbar.

Kini Ketua Mahkamah Konstitusi terkonfirmasi ”berpolitik praktis” dengan kewenangan yang dimiliki. Kasus ini harus menjadi pelajaran berharga bagi Mahkamah Konstitusi. Bahwa upaya menjaga rumah negarawan itu paling berat justru melawan kelancungan dari dalam, mencegah pembusukan yang terjadi dari dalam.

Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi ini secara etika dan moral tentu berdampak pada putusan dan praksis dari putusan uji materi tentang syarat usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden yang berujung Anwar Usman dinyatakan bersalah. Tentu itu akan menjadi beban berat bagi yang diuntungkan.

Setelah ada putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi itu seharusnya Anwar Usman mengundurkan diri dari jabatan sebagai hakim Mahkamah Konstitusi. Dia sudah tak pantas lagi duduk di sana.

Jawaban dan tanggapan Anwar Usman atas putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi seakan-akan mendudukkan rakyat negeri ini semuanya bodoh.

Tanggapan dan jawaban dia melawan logika. Mundur dari jabatan hakim Mahkamah Konstitusi adalah pilihan terbaik bagi dia agar muruah Mahkamah Konstitusi bisa dipulihkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya