SOLOPOS.COM - Joko Priyono (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Kota  Solo adalah tempat lahir tokoh penting belantara ilmu dan pengetahuan di negeri ini. Kita mengenal Ir. Sutami—seorang insinyur yang pernah menjadi Menteri Pekerjaan Umum pada era Presiden Soekarno, Raden Mas J.T. Suhakso—ahli matematika yang pernah mengajar di Universitas Gadjah Mada dan jauh hari telah berpikir mengenai kecerdasan buatan, Sarwono Prawirohardjo—peletak dasar lembaga riset Indonesia dan dokter kepresidenan era Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto, dan Achmad Baiquni.

Achmad Baiquni (31 Agustus 1923–21 Desember 1998) apabila masih hidup pada 31 Agustus 2023 genap berusia 100 tahun. Kepakarannya di bidang nuklir layak diingat ketika pada 19 Juli 2023 lalu film Oppenheimer garapan Christopher Nolan dirilis di Indonesia.

Promosi Era Emas SEA Games 1991 dan Cerita Fachri Kabur dari Timnas

Baiquni dan pengisahan dalam film itu memiliki titik temu—keterhubungan dengan energi nuklir maupun atom. Baiquni adalah fisikawan atom pertama Indonesia. Ia punya mimpi tentang pengembangan atom untuk Indonesia.

Ilmuwan ini lahir di Kelurahan Keprabon, Kecamatan Baluwarti, Kota Solo pada 31 Agustus 1923. Kepribadian dan inletektualitanya terbentuk dalam ayunan nalar sains dan pendidikan agama.

Nalar sains didapatkan di sekolah umum, sementara pendidikan agama diperoleh di pendidikan nonformal Mambaul Ulum. Di pondok pesantren tersebut ia pernah satu kelas dengan Munawir Sadzali, pemikir Islam yang pernah menjadi Menteri Agama pada era Presiden Soeharto, yaitu pada 1983-1993.

Baiquni tumbuh dalam imajinasi ilmu dan pengetahuan sebagai kemewahan dan konsistensi diri. Kecintaan kepada fisika dan matematika tertancap di sanubarinya sejak kecil. Ia terkenang dengan buku pelajaran dan guru. Guru itu yang mengajarinya saat di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs atau MULO (setara SMP), yaitu R.M. Soekarso Mangoenkawotjo.

Majalah Tempo edisi 28 Januari 1984 memuat hasil wawancara dengan Baiquni yang menyampaikan pengakuan bahwa gurunya itu mahir menceritakan teori fisika Albert Einstein dan konsep geometri yang dikenalkan Bernhard Riemann dan Nikolai Ivanovich Lobachevsky.

Imajinasi mengenai nasionalisme telah terpatri pada diri Baiquni saat di sekolah menengah. Pada masa penjajahan Jepang, saat tanah air masih samar akan kepastian sebelum kemudian pada 1945 terserukan Indonesia merdeka, ia telah sadar akan kiprah yang perlu dilakukan.

Sebagai anak muda, berpikir liar itu perlu, apalagi menyangkut perjuangan untuk mewujudkan kemerdekaan bangsa dan negara. Kemerdekaan bukan didapat dengan omong kosong, namun memerlukan segenap akal, pikiran, dan energi.

Saat menempuh sekolah di Algeme Middelbare School (AMS) atau setara dengan SMA di Kota Surabaya pada zaman pendudukan Jepang tahun 1942, ketika duduk di bangku kelas I, ia memilih tidak melanjutkan sekolah.

Sikap itu sebagai bentuk komitmen dan ketegasan terhadap kolonialisme. Ia tak ingin tunduk terhadap sistem pendidikan Jepang. Pada masa sekolah menengah atas itu terdapat momentum patriotisme melawan para penjajah.

Majalah Gatra edisi 6 Mei 2009 memberitakan Baiquni bersedia memimpin laboratorium persenjataan eksplosif milik Tentara Pelajar di Kota Solo. Bersama teman-temannya ia memproduksi granat tangan sebanyak 1.000 buah dalam sebulan untuk kepentingan tentara Indonesia.

Sains dan Agama

Bagi Baiquni, sains dan agama bukanlah dua hal yang mesti dipertentangkan. Dalam beberapa situasi ia tak hanya menulis mengenai perkara nuklir maupun atom. Ia juga menorehkan lanskap gagasan upaya mendialogkan sains dan agama.

Dua buku penting yang dia tulis adalah Al-Qur’an, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi (1994) dan Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman (1996). Dua buku itu mengesahkan Baiquni sebagai pendakwah agama dan sains.

Dari mimbar ke mimbar, kampus ke kampus, dan forum ke forum ia mengajak banyak orang berpikir tentang ilmu dan pengetahuan. Ia besar dengan pemikiran Barat setelah menyelesaikan studi sarjana di Jurusan Ilmu Fisika Universitas Indonesia di Bandung (kemudian menjadi bagian Institut Teknologi Bandung atau ITB) pada 1952 dan melanjutkan studi di Universitas Chicago.

Ia memperoleh gelar master (1956) dan doktor (1964) di Universitas Chicago. Terdapat gagasan penting dalam buku Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman (1996). Ia berpikir mengenai sains dan agama dalam pembacaan masa depan generasi muda.

Ia sampaikan mengenai pola pendidikan, yakni dengan mengajarkan sains dan matematika di madrasah-madrasah dan memasukkan ilmu pengetahuan dan teknologi di pesantren. Ia menekankan keberadaan pelajaran agama di sekolah umum tidak boleh dogmatis, namun harus mengajari tanggung jawab akan keilmuan.

Energi atom di Indonesia pada mulanya tak terlepas dari pendirian Lembaga Tenaga Atom (LTA) yang kemudian bertransformasi menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) pada 5 Desember 1958.

Batan kini dikenal sebagai Badan Tenaga Nuklir Nasional. Di Batan, Achmad Baiquni merupakan kepala generasi kedua (1973–1984). Ia menjabat Kepala Batan setelah Gerrit A. Siwabessy (1964–1973) yang dikenal sebagai Bapak Atom Indonesia.

Baiquni hidup dalam politik nuklir yang digemakan Presiden Soekarno. Kajian penting membahas itu pernah dilakukan Teuku Fadel Reza dalam buku Nuklir Sukarno: Kajian Awal atas Politik Tenaga Atom Indonesia 1958-1967 (2021). Di buku itu kita bisa mendapat keterangan tentang Baiquni.

Ia berperan dalam lanskap awal penyusunan visi atom di Indonesia. Pada 1—23 Oktober 1957, bersama empat orang lainnya, Baiquni mewakili Indonesia dalam Konferensi Pertama International Atomic Energy Agency (IAEA).

Pembahasan dengan delegasi negara lain menghasilkan komitmen untuk mewujudkan nuklir sebagai kepentingan perdamaian. Peringatan 100 tahun Achmad Baiquni bersamaan dengan pemutaran film Oppenheimer.

Baiquni tak pernah bermimpi atom digunakan untuk senjata pemusnah massal. Ia memimpikan atom sebagai bagian penting dalam transformasi teknologi Indonesia, keperluan pasokan energi, dan penggunaannya untuk perdamaian.

Sampai 2023 ini atom masih menjadi perkara politik dalam tatanan bernegara. Atom telanjur lekat dengan peristiwa kecelakaan reaktor, pembuatan bom, dan proyek militer. Kita tahu saat Orde Baru ada rencana pembuatan reaktor nuklir di Jepara, Jawa Tengah.



Proyek itu menjadi kontroversi, polemik, dan perdebatan panjang di kalangan masyarakat dan cendekiawan. Baiquni tak menampik risiko itu. Ia memilih menyerahkan keputusan kepada masyarakat. Ia menjadi lokomotif atom Indonesia dengan segala tinggalan pikirannya.

Bahwa teknologi memang seharusnya dipikirkan matang dan mendalam untuk mencegah terjadinya risiko bagi keselamatan banyak orang. Kemanusiaan, sekalipun dalam ilmu, pengetahuan, dan teknologi, adalah suatu yang harus diutamakan.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 21 Agustus 2023. Penulis adalah fisikawan partikelir dan penulis buku berjudul Bersandar pada Sains yang terbit pada 2022)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya