SOLOPOS.COM - Bramastia (Istimewa/Dokumen pribadi)

Solopos.com, SOLO — Pernyataan  tentang ijazah dianggap tidak begitu penting tentu harus diperjelas dalam konteks dunia pendidikan kita. Seolah-olah pada era kini yang paling penting adalah skill atau keterampilan dan kemampuan yang dimiliki seseorang.

Pernyataan bahwa ijazah tidak penting salah satunya berkaca dari Bill Gates yang putus sekolah dan tidak memiliki ijazah pendidikan tinggi, tetapi mampu membangun perusahaan raksasa Microsoft.

Promosi Mimpi Prestasi Piala Asia, Lebih dari Gol Salto Widodo C Putra

Bill Gates yang memiliki kemampuan dan mau bekerja keras pada akhirnya mencapai puncak kejayaan dan menghimpun kekayaan. Mengambil contoh Bill Gates tentu bukan berarti ijazah menjadi tidak memiliki arti apa pun dan tidak berarti bagi masa depan.

Barangkali benar selambar ijazah hanyalah kertas yang menjadi bukti konkret telah berhasil menyelesaikan proses pembelajaran di jenjang tertentu. Pada selembar kertas yang bernama ijazah terdapat nama instansi tempat menempuh pendidikan, nilai yang diperoleh, dan status sekolah atau perguruan tinggi tempat belajar.

Pada akhir pembelajaran di sebuah lembaga pendidikan, ijazah menjadi puncak dan pertanda berakhirnya proses pendidikan. Boleh saja kita pesimistis dengan pendidikan tatkala pembelajar malah menjadi sumber keuangan dan sumber biaya operasional lembaga pendidikan atau perguruan tinggi.

Seolah-olah kini prinsip perdagangan menjadi lazim dalam pendidikan. Kelaziman ini pada akhirnya mementahkan harapan publik yang menggantungkan nasib masa depan pada pendidikan.

Pendidikan kalah dengan kepentingan pasar dan tanpa sadar memandu insan akademis ke jalan bercabang dan menjauh dari roh dunia pendidikan. Tidak mengejutkan apabila publik mulai ragu-ragu terhadap dunia pendidikan dan mulai enggan menyarankan anak, saudara, dan tetangga melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.

Pendidikan juga mendapatkan tantangan dari dunia kerja. Seolah-olah ijazah menjadi alat legitimasi bagi siapa pun yang berhasil melewati jenjang pendidikan dan dianggap mampu menerima terpaan dunia luar dengan istilah lulusan siap kerja.

Nalar usang siap bekerja terus menjadi tagline yang merusak pendidikan seiring profesi dan pekerjaan yang terus berkembang, misalnya menjadi food stylist, digital marketers, social media specialist, animator, data scientist, web developer, dan lainnya.

Dunia pendidikan harus tegak berdiri dan memberikan argumentasi kepada yang berargumentasi nyinyir serta mempersoalkan ijazah dan menganggap ijazah tidak begitu penting, meskipun ada yang mengagungkan ijazah lantaran dengan selembar ijazah ada banyak hal dapat dicapai.

Fabrikasi

Tentu ini bukan berarti ijazah menjadi penentu nasib dan masa depan seseorang. Ijazah diatur Undang-undang Dasar 1945. Pasal 28C ayat (1) menyatakan setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

Ijazah diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang ini menyatakan pendidikan menjadi hak dasar warga negara, pendidikan ditempuh dengan jalur formal dengan ijazah yang diatur oleh negara.

Ijazah adalah wilayah administrasi sehingga tidak bisa dipertentangkan antara yang substansi dan administrasi karena keduanya penting dan tergantung pada konteksnya. Ijazah sebagai ranah administrasi tidak bisa dibandingkan dengan substansi pendidikan karena memang bukan ranah yang layak diperbandingkan, tetapi keduanya memang saling melengkapi.

Undang-undang Dasar I945 mengamanahkan pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

Ini memberikan makna luas tentang penyelenggaraan sistem pendidikan yang bermutu dan tentu tidak sebatas yang paling penting adalah tingkatkan skill serta kemampuan atau keterampilan, meskipun tanpa ijazah.

Saya berpendapat pendidikan tanpa ijazah bukan masalah karena yang lebih wajib dalam pendidikan adalah praktik sikap yang luhur. Dunia pendidikan kita membutuhkan realitas yang lebih penuh dengan kejujuran dan kedisiplinan.

Menumbuhkan kejujuran dan kedisiplinan butuh waktu. Di jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi itu bisa ditumbuhkan, misalnya, melalui ketepatan waktu bangun pagi, menyelesaikan tugas, membayar sumbangan peningkatan pendidikan, dan menyusun tugas akhir demi meraih ijazah.

Begitu pula dengan kreativitas pendidikan yang membentuk karakter pembelajar dalam menggapai pendidikan tidak sebatas meneruskan perjalanan pendahulunya, tapi terus-menerus berinovasi pada setiap era.

Apabila ingin pendidikan kita lebih rusak lagi, bisa jadi pendidikan tanpa ijazah dan cukup digantikan dengan sertifikat kompetensi bagi lulusan. Kini dunia pendidikan tidak lagi memberikan ruang bagi siapa pun yang berbeda dan yang berbeda itu malah dianggap aneh.

Dunia pendidikan tidak memberikan ruang kepada insan yang dianggap aneh, namun kreatif dan menjadi solusi persoalan bangsa ini. Kreativitas yang terus dikekang kelak hanya mewariskan generasi berotak tumpul, berhasrat meniru, dan hanya mampu menjadi pengekor peradaban.

Sinyal kekhawatiran saya itu beralasan kala mencermati dunia pendidikan kita yang mengalami disorientasi akibat pengaruh global. Pendidikan yang dikembangkan kini justru berdasar pemikiran objektif, empiris, tidak memihak pembelajar, berjarak dengan objek belajar, rasional, dan bebas nilai.

Pendidikan hanya dianggap sebagai menghambat proses pembebasan, menghilangkan watak, serta menumpas benih emansipatoris setiap proses pendidikan. Ironisnya, pendidikan kita kini hanya menjalankan proses fabrikasi serta mekanisasi demi memproduksi keluaran pendidikan yang sesuai ”pasar kerja”.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 7 Januari 2023. Penulis adalah pemerhati kebijakan pendidikan dan dosen program pascasarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya