SOLOPOS.COM - Suwarmin Direktur Bisnis dan Konten Solopos Group

Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 sudah makin dekat. Kurang dari 1,5 tahun lagi. Rasanya baru kemarin kita berpanas-panas menikmati persaingan Pilpres 2024 yang penuh drama. Tahu-tahu bau Pilpres sudah menyengat.Time so flies, kata orang. Waktu memang cepat berlalu.

Tepat pada 14 Februari 2024 mendatang, kita akan memilih siapa presiden pilihan kita. Presiden ke-8 Republik Indonesia. Walaupun pada saat yang sama juga akan digelar Pemilu Legisatif atau Pileg, rasanya lebih enak dan asyik kita menggunjing soal pilpres. Ya, 14 Februari 2024. Bertepatan dengan sebagian orang merayakan Hari Valentine atau hari kasih sayang. Mungkin maksudnya, agar orang-orang tertular untuk tetap dalam nuansa kasih sayang, walaupun berbeda-beda pilihan politik.

Promosi Primata, Permata Indonesia yang Terancam Hilang

Perjalanan Jokowi yang gilang gemilang mulai dari Wali Kota Solo pada 2005, hingga menduduki kursi Presiden ke-7 RI akan mencapai finish sampai dengan 2024 nanti. Sebuah hattrick kemenangan elektoral eksekutif politik yang mungkin sulit terulang.

Saya sempat bertemu Jokowi saat masih menjadi Wali Kota Solo pada bulan-bulan pertama 2012. Itu tahun kedua dalam periode kedua kepemimpinannya di Solo. Waktu itu sudah ada hembusan kabar dia akan maju dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta pada tahun itu juga. Walaupun Jokowi sempat menepis, namun Jokowi juga berujar: Jika dia ingin menguasai Jakarta, cukup sebulan serangan udara. Mungkin maksudnya, kalau mau menang di DKI, dia cukup mengapungkan namanya di udara Jakarta selama satu bulan, bisa melalui televisi atau dunia digital. Lalu kita sama-sama tahu, 15 Oktober 2012, pengusaha mebel dari Solo ini dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta. Jokowi unggul sekitar 350.000 suara dari petahana gubernur, Fauzi Bowo.

Faktor Digital

Jika 10 tahun lalu Jokowi butuh waktu sebulan untuk menguasai Jakarta, bagaimana dengan sekarang? Jangan-jangan kini juga hanya butuh waktu sebulan untuk memenangkan hati sebagian besar masyarakat Indonesia.

Dengan masyarakat yang serba terkoneksi dengan Internet, serangan udara akan semakin cepat dan massif. Apalagi dengan jumlah pemilih muda atau pemilih dengan rentang umur 17-34 tahun yang mencapai 70 juta hingga 80 juta, jalur digital bisa menjadi faktor penentu. Maka siapa yang paling cerdik memainkan fitur digital akan mempunyai peluang untuk tampil sebagai pemenang.

Apalagi adanya faktor Covid-19 yang mendorong digitalisasi di segala bidang menjadi lebih cepat. Double disruption ini akan mendorong peran digital menjadi faktor yang lebih berpengaruh.

Betapa tidak, era digital membuat banyak orang mempunyai short term attention dan short term trend yang membuat pertimbangan untuk memilih, termasuk pilihan politik. Isi pikiran orang-orang berseliweran antara informasi dari berbagai medsos, media mainstream dan obrolan melalui jejaring perpesanan yang serba overload. Siapa mempengaruhi siapa bisa terjadi berpilin-pilin serba cepat.

Baca Juga: Spanduk Bergambar Ganjar Pranowo-Yenny Wahid dan Anies-Aher Bertebaran di Solo

Selain faktor digital, ada pula faktor lain yang tak kalah kuat. Yakni residu polarisasi politik Pilpres 2014 dan Pilpres 2019 yang sampai saat ini masih terasa. Masyarakat yang terpecah dan terbelah oleh dua kontestasi pemilu itu sampai sekarang masih terbawa. Mereka enggan membaca dengan terang dan jelas siapa calon yang bertanding dalam pilpres, visi-misi atau keunggulan mereka. Mereka hanya melihat simbol-simbol. Kelompok nasionalis di satu sisi dan kelompok agama di sisi lain.

Siapa nanti kandidat yang akan bersaing, bisa jadi tak jauh-jauh dari representasi atau preferensi dua kelompok itu beserta turunannya.

Ketika Anies Baswedan diusung oleh Nasdem, hal itu dianggap sebagai representasi kelompok agama, walaupun Nasdem sebelumnya tidak dalam posisi itu. Majunya Anies membuat publik bertanya-tanya, siapa kelompok nasionalis yang ditawarkan ke publik. Walaupun sebelumnya Gerindra sudah memastikan memanggungkan lagi sang Ketua Umum, Prabowo Subianto, publik masih menunggu alternatif dari wajah “nasionalis”.

Nama lain yang menghiasai papan atas sejumlah lembaga survey, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo masih belum boleh dilepas ke pacuan. Entah akan dilepas atau tetap berdiam di kandang.

Baca Juga: Hasto Ingatkan Kader PDIP: Jangan Bicara Capres Sebelum Waktunya

Saat kubu nasionalis terlambat merespons, maka memberi ruang bagi nama-nama alternatif untuk maju. Nama yang mungkin bisa masuk kedua-duanya. Kelompok agama bisa menerima, kelompok nasionalis pun oke. Misalnya kemunculan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK).

Menurut survey Litbang Kompas pada 24 September – 7 Oktober 2022, sosok RK muncul sebagai calon papan tengah yang paling potensial dengan didukung 8,5% suara responden. RK jauh mengungguli Sandiaga Uno (2,5%), Andika Perkasa (2,3%) dan Agus Harimurti Yudhoyono/AHY (2,2%), Tri Rismaharini (1,2%). Nama lain seperti Puan Maharani, Basuki Thahaja Purnama, Erick Thohir, Hary Tanoesoedibjo, Airlangga Hartarto dan Muhaimin Iskandar meraih 1% atau kurang dari 1%.

Dengan sentuhan yang tepat, mesin yang kuat, dan tentu saja logistik yang memadai, bukan hal yang mengejutkan jika nama-nama di papan tengah ini akan melejit. Harap maklum, pemenang pilpres bukan hanya ditentukan oleh popularitas dan elektabilitas, namun juga “isitas”.

Pemilih pemula juga bisa menjadi faktor pembeda. Saya sempat bertanya kepada beberapa pemilih pemula tentang beberapa hal. Misalnya, apakah mereka sudah mempunyai calon pilpres jagoan mereka. Ternyata, separuh dari mereka belum mempunyai pilihan. Tentu ini akan menjadi pasar yang menarik bagi mesin politik pilpres.

Nah, mari kita mulai terbiasa dengan nuansa pilpres yang mulai menghangat ini. Namun usahakan tetap sejuk, karena mereka yang bersaing, bisa jadi nanti bernaung di bawah atap yang sama di istana kepresidenan sebagai anggota kabinet ….

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya