SOLOPOS.COM - Ahmad Baihaqi (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Peringatan  Hari Santri Nasional pada 22 Oktober 2023 lalu memutar kembali memori saya ke masa ketika mengenyam pendidikan di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur.

Kala itu, banyak kawan saya menyebut pondok pesantren dengan istilah “penjara suci”. Ternyata istilah itu memang cukup tenar di kalangan para santri. Istilah penjara suci disematkan lantaran kehidupan di pesantren seperti terpenjara.

Promosi Sejarah KA: Dibangun Belanda, Dibongkar Jepang, Nyaman di Era Ignasius Jonan

Asrama dibentengi tembok yang tinggi sehingga santri tidak bisa keluar masuk seenaknya. Para santri menjalani aktivitas dengan aturan yang super ketat.

Di pesantren tempat saya belajar itu, misalnya, para santri wajib menggunakan bahasa Arab dan bahasa Inggris untuk berkomunikasi setiap hari. Ada keringanan khusus jika menggunakan bahasa Indonesia.

Jika menggunakan bahasa Jawa, siap-siap saja disuruh push up atau bahkan digunduli. Kemudian ada kewajiban berada di masjid sebelum azan dikumandangkan. Harus tepat waktu. Telat satu detik saja dipastikan hukuman bakal datang.

Belum lagi larangan membawa barang elektronik. Kalau nekat membawa pasti disita. Untuk hiburan, praktis kami hanya mengandalkan koran yang dipajang setiap pagi di majalan dinding pesantren.

Itu hanya beberapa dari banyak aturan di pesantren, namun di balik aturan yang ketat itu tentu banyak ilmu yang bisa didapat, terutama ilmu agama. Dari sisi ilmu inilah mungkin kata “suci” disematkan untuk menemani “penjara” sehingga memunculkan makna positif dari frasa tersebut.

Dalam perjalanan menjadi santri, terdapat banyak tantangan dan pengorbanan yang harus dihadapi. Menjadi santri berarti menjalani disiplin yang tinggi dan mengabdikan diri dalam pembelajaran agama yang mendalam.

Tentu saja tak cuma ilmu agama. Kehidupan di pesantren juga memberikan kesempatan kepada para santri untuk memperoleh pendidikan formal. Harapannya ilmu formal itu bisa sejalan dengan ilmu agama sehingga menjadi bekal yang bagus ketika lulus.

Pesantren juga menjadi arena untuk mengembangkan karakter dan kepribadian yang baik. Para santri diajarkan nilai-nilai kejujuran, kedisiplinan, kerja keras, tolong-menolong, dan sikap saling menghormati.

Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir, terdapat beberapa kasus yang menodai citra pesantren di Indonesia. Kasus-kasus tersebut meliputi tindak kekerasan seksual dan kekerasan yang mengakibatkan kematian di lingkungan pesantren.

Salah satunya pada awal September 2023 lalu. Seorang pemimpin pondok pesantren di Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah, ditangkap aparat Polda Jawa Tengah lantaran diduga bertindak cabul terhadap lima santriwati.

Pada pekan lalu, dua orang pengurus pondok pesantren di Bogor ditangkap polisi karena diduga bertindak cabul terhadap tiga santriwati. Sebelum dua kasus itu ada serentetan kasus serupa yang membuat citra pesantren terus tergerus.

Hal ini bisa mengakibatkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pesantren yang mengedepankan nilai-nilai agama. Tentu saja kasus-kasus tersebut tidak mencerminkan seluruh pesantren di Indonesia yang berjumlah lebih dari 36.000 unit.

Masih banyak pesantren yang menjalankan fungsi dengan baik, memberikan pendidikan agama yang berkualitas, dan melindungi para santri dengan sungguh-sungguh.

Kasus-kasus tersebut menunjukkan perlu langkah-langkah yang lebih baik dalam menjaga keamanan, keberlanjutan, dan kesejahteraan para santri di pesantren.

Pemerintah, lembaga pendidikan, tokoh agama, dan masyarakat secara kolektif perlu bekerja sama mengatasi masalah ini. Langkah-langkah yang dapat dilakukan, antara lain, peningkatan pengawasan dan penegakan hukum serta peningkatan kesadaran ihwal pentingnya melaporkan kasus-kasus kekerasan yang terjadi.

Presiden Joko Widodo mengatakan santri adalah pilar bangsa dan fondasi kekukuhan bangsa yang sudah terbukti sejak zaman perjuangan. Keberadaan para santri diharapkan berkontribusi dalam memajukan bangsa.

Oleh karenanya, berikanlah rasa aman dan nyaman untuk para santri saat menimba ilmu di pondok pesantren. Jauhkan segala bentuk tindak kekerasan dan kekerasan seksual serta diskriminasi dari pesentren.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 25 Oktober 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya