SOLOPOS.COM - Abdul Jalil (Istimewa/Solopos)

Solopos.com, SOLO – Jurnalisme  di Indonesia menjadi bahan olok-olokan lagi di jagat media sosial, khususnya di Twitter. Warganet mengolok-olok produk ”jurnalisme” beberapa media tentang penyanyi Keisya Levronka yang dihujat warganet beberapa hari lalu.

Keisya dianggap tidak sopan saat menjadi bintang tamu di podcast Marlo Ernesto. Berita tentang Keisya dihujat warganet itu menarik perhatian banyak orang sepekan lalu. Hampir semua media memberitakan kontroversi Keisya.

Promosi Semarang (Kaline) Banjir, Saat Alam Mulai Bosan Bersahabat

Berita itu mendapat views dan engagement lumayan banyak. Tim redaksi banyak media kemudian mereproduksi peristiwa itu dengan konstruksi yang beragam. Hingga akhirnya ada akun Twitter yang mengaku sebagai tim humas Keisya menyampaikan keterangan panjang lebar.

Saya curiga kebenaran keterangan tersebut. Setelah melihat data akun, saya semakin yakin itu bukan tim humas Keisya. Hanya semacam satire atau lelucon. Di kolom komentar warganet menanggapi dengan lelucon dan minim yang serius.

Setelah keterangan itu mendapat engagement cukup banyak, muncul berita di media daring nasional yang menggunakan keterangan tersebut sebagai bahan berita. Banyak media yang menggunakan keterangan itu untuk bahan pemberitaan.

Berita yang muncul adalah manajemen Keisya minta maaf dan mengklarifikasi kontroversi yang terjadi. Saya 100% yakin para penulis ”berita” tersebut tidak meminta konfirmasi maupun melakukan verifikasi.

Kalau mereka memverifikasi, saya yakin berita “klarifikasi manajemen Keisya” tidak pernah ada. Hanya butuh riset kecil-kecilan tentang siapa empu akun tersebut. Bisa juga melihat komentar warganet supaya tidak ”termanipulasi”.

Yang paling benar memang harus memverifikasi supaya informasi lebih akurat dan narasumber yang dikutip kredibel. Pakar jurnalisme Bill Kovach dan Tom Rosenstiel menyatakan intisari jurnalisme adalah disiplin verifikasi.

Bill Kovach telah memprediksi metode verifikasi yang dilakukan wartawan akan melemah pada era pers modern. Kasus Keisya menjadi contoh. Yang menjadi pembahasan bukan urusan publik, tetapi hal-hal remeh yang tidak berkaitan dengan kepentingan umum.

Ini memang telah menjadi perbincangan para praktisi, peneliti, dan akademi jurnalisme sejak kemunculan media online. Kita tidak bisa langsung menghakimi kesalahan satu orang saja, yakni penulis konten.

Jurnalisme online sudah menjadi sistem. Ada keterkaitan antara jurnalis, penulis konten, editor, pemimpin redaksi, hingga pemilik perusahaan pers. Logika pemberitaan di media daring mengutamakan klik atau view.

Logikanya, semakin banyak orang mengeklik suatu berita uang akan masuk. Entah itu melalui iklan programatik atau program periklanan lainnya. Semakin banyak view, makin laku berita tersebut.

Ketika makin banyak yang mengunjungi, pengelola media akan mereproduksi informasi dengan beragam konten. Mengembangkan satu informasi menjadi beberapa berita dengan ditambahi bumbu-bumbu narasi untuk mempercantik dan membuat ”beda” suatu konten.

Saat ini target yang dibebankan kepada tim redaksi tidak hanya soal kuantitas berita, melainkan juga jumlah view. Saat ada berita yang mendulang view cukup banyak, isu tersebut akan terus direproduksi.

Gatekeeper

Praktik seperti ini dalam pandangan teori ekonomi politik media Mosco disebut komodifikasi konten. Suatu isu atau peristiwa akan diolah menjadi konten untuk mendapatkan perhatian publik dan tentu iklan untuk profit, meskipun konten yang dibikin tidak berdampak pada kepentingan publik.

Kenapa media mau mengeksploitasi isu-isu yang hanya bersifat sensasional dan tidak ada kaitannya dengan kepentingan publik? Semuanya berkaitan dengan selera pasar dan uang. Isu-isu publik memang jarang mendapatkan perhatian.

Untuk mendapatkan berita tentang isu tersebut butuh usaha keras. Biasanya tidak mendapatkan engagement lebih baik dibanding berita kontroversial. Peran pers nasional diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Bahwa pers  harus memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, menegakkan gak asasi manusia, serta menghormati kebinekaan.

Pers juga memiliki peran mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar. Pers harus berperan mengawasi, mengkritik, mengoreksi, dan memberi saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Pers berperan memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Kovach dan Rosenstiel menjelaskan itu semua sebagai elemen-elemen jurnalisme. Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran. Jurnalisme harus loyal kepada publik. Sangat jelas posisi jurnalisme di ruang publik adalah membela kebenaran dan kepentingan publik, bukan kepentingan pribadi, kelompok, apalagi perusahaan.

Fungsi gatekeeper  atau penjaga gerbang keredaksian di media siber saat ini mungkin telah luntur fungsinya dibandingkan di media cetak yang sangat ketat menerapkan prinsip ini.

Para ahli komunikasi massa menyebut gatekeeper menjadi salah satu unsur penting dalam praktik pengelolaan media. Melalui fungsi ini, seluruh berita yang ditulis jurnalis maupun konten kreator diseleksi oleh tim editor sebelum disuguhkan kepada publik.

Proses ini akan akan semakin meminimalisasi kekeliruan informasi. Berkaca dari kasus salah kutip tentang Keisya Levronka menunjukkan fungsi gatekeeper di media semakin tipis. Tidak ada lagi yang menyeleksi konten.

Tampaknya pada era media siber, justru fungsi-fungsi gatekeeper menjadi semakin relevan. Yang tidak kalah penting, perusahaan media juga harus lebih peduli pada kewajiban, fungsi, dan peranan pers dalam konteks di Indonesia.



Media bukan hanya institusi bisnis yang hanya mencari laba, tetapi juga menjadi lembaga sosial yang mendapatkan amanah melalui Undang-undang Pers. Kasus salah kutip dalam kontroversi tentang Keisya bisa menjadi pengingat supaya jurnalis lebih ketat dalam proses verifikasi.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 27 Juli 2023. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya