SOLOPOS.COM - Eko Setiawan (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Organisasi adalah wadah atau tempat berkumpulnya orang dengan sistematis, terpimpin, terkendali, terencana, rasional untuk memanfaatkan segala sumber daya dengan metode, material, lingkungan, biaya, sarana dan prasarana, dan lain sebagainya dengan efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi.

Masyarakat jamak menganggap organisasi kemasyarakatan (ormas) dan organisasi masyarakat sipil (OMS) atau civil society organization sama, padahal terdapat perbedaan signifikan di antara keduanya mulai dari bentuk hingga aktivitas organisasi tersebut.

Promosi Selamat Datang Kesatria Bengawan Solo, Kembalikan Kedigdayaan Bhineka Solo

Ormas contohnya adalah Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Pemuda Pancasila, dan lain-lain. Contoh OMS adalah Indonesia Corruption Watch (ICW), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

Di tingkat lokal Soloraya yang tergolong OMS adalah Konsorsium Monitoring dan Pemberdayaan Institusi Publik (Kompip), Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (Spek-HAM), Yayasan Kakak, dan lain-lain.

Sayangnya, payung hukum mengenai ormas dan OMS masih dicampur aduk mengacu Undang-undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang Ormas  Tahun 2017 sehingga diperlakukan sama, padahal secara substansi banyak perbedaan.

Keberadaan dan peran OMS sangat esensial dalam mengawal proses pembangunan di negara demokrasi seperti Indonesia. Peran yang diemban OMS mempunyai spektrum yang luas mulai dari memperjuangkan hak asasi manusia dan hak sipil, khususnya hak masyarakat lemah, memfasilitasi partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan yang terkait dengan isu kesejahteraan, pendidikan, kesehatan, lingkungan, pelayanan sosial, budaya, dan lain sebagainya.

OMS aktif dalam kampanye penyadaran agar publik kritis memahami masalah. Pada aspek kebijakan, peran aktif OMS adalah mengawal proses penyusunan sampai implementasi kebijakan. Gambaran ini menunjukkan kontribusi aktif OMS terhadap penguatan demokrasi di Indonesia.

Setidaknya ada tiga peran utama OMS, yaitu advokasi, pemberdayaan dan pendampingan, dan kontrol sosial dalam mendorong terciptanya demokrasi yang matang. Dalam menjalankan peran advokasi, OMS memengaruhi terciptanya kebijakan publik yang berpihak pada kepentingan masyarakat luas.

OMS harus ikut menyampaikan aspirasi kepada para pembuat kebijakan, pemerintah maupun lembaga legislatif. Dalam menjalankan fungsi pemberdayaan dan pendampingan, OMS secara aktif bergerak mendampingi masyarakat dalam proses demokrasi.

Dalam fungsi kontrol sosial, OMS menjadi pengawas dan memberikan usul kepada pemerintah agar proses demokrasi tidak menyimpang dari jalurnya. OMS semestinya terlibat dalam agenda dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).

SDGs adalah suatu rencana aksi global yang disepakati para pemimpin 194 negara, termasuk Indonesia, guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan melindungi lingkungan. SDGs yang memiliki 17 tujuan dan 169 target diharapkan dapat dicapai pada 2030.

Keterlibatan masyarakat sipil tidak hanya dalam perumusan agenda SDGs. Mereka bersama dengan sektor swasta/usaha juga memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung pemerintah untuk mencapai target-target SDGs yang dibangun berdasarkan keseimbangan lima dimensi yang disingkat 5P, yaitu people, planet, prosperity, peace, dan partnership.

Sejak Indonesia masuk sebagai anggota G20 pada 2008 dan pada Juli 2020 masuk dalam The World Bank, Indonesia menjadi negara berpendapatan menengah atas dan OMS mengalami berbagai tantangan.

Salah satunya adalah berkurangan dukungan lembaga donor karena Indonesia dianggap telah mampu secara finansial untuk mendukung beragam aktivitas masyarakat sipil.

Dalam kenyataan tidaklah demikian. Masih banyak prioritas pembangunan pemerintah yang perlu diperhatikan. Dukungan pada masyarakat sipil untuk menjalankan peran dan fungsi masih belum terakomodasi secara memadai.

Kondisi ini diperberat dengan hantaman pandemi Covid-19. Fokus pendanaan pembangunan diarahkan untuk mengatasi dan mengantisipasi agar pandemi tidak semakin meluas.

Pergeseran status Indonesia menjadi upper middle income country pada 2019/2020 memberikan dampak pada keberlanjutan OMS yang selama ini banyak bergantung pada donor internasional.

Fenomena tersebut juga dirasakan dalam kurun waktu 15 tahun terakhir di daerah. OMS mengalami krisis penurunan peran yang menandai menurunnya gerakan masyarakat sipil di daerah,  sala satunya di Kota Kota Solo.

Hal ini dapat dilihat dari jumlah lembaga yang masih konsisten bergerak mewarnai isu-isu kebijakan dan pembangunan yang semakin menurun. Sebagian yang lain telah “mati suri”.

OMS sebenarnya menjadi salah satu pilar penting dalam mewujudkan demokratisasi dan perubahan sosial, di samping pemerintah dan dunia usaha.

Selama ini OMS sebagai kelompok pendorong dan pemprakarsa gerakan perubahan sosial juga sebagai agen pembangunan masyarakat. Melihat begitu besar peran OMS/ormas dalam struktur sosial tersebut, tentu OMS perlu pengembangan atas keberadaannya.

Hal ini penting agar  kerja-kerja OMS  benar-benar maksimal dalam proses pembangunan. Sebagai pembela hak-hak masyarakat, OMS perlu menata diri secara kelembagaan, kapasitas pengetahuan dan teknis, serta keberlanjutannya.

Mengacu data pengukuran performa lembaga melalui pengukuran indeks kinerja organisiasi (IKO) pada September 2023 diperoleh data 20% OMS di Kota Solo pada level tumbuh (nascent), 70% berkembang (emergent), dan 5% dewasa (mature).

IKO adalah alat untuk menilai performa secara kuantitatif dan kualitatif lembaga berdasar domain dan subdomain efektivitas, efisiensi, relevansi, sustainability, dan ketahanan.



Alat ukur ini tekah diterapkan pada 20 OMS dan ormas di Kota Solo oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Solo bekerja sama dengan Kompip Solo melalui mekanisme swakelola tipe ketiga.

Tumbuh (nascent) artinya efektivitas dan efisiensi internal sistem organisasi belum terkelola dengan baik atau sistem internal kurang berfungsi (level 1). Berkembang (emergent) yaitu sistem organisasi melalui sistem internal yang berfungsi, tetapi masih butuh penguatan lagi di efektivitas, efisiensi, relevansi, sustainibility, dan ketahanan (level 2-3).

Dewasa (mature) artinya standar organisasi telah terpenuhi di semua level, target organisasi telah berfungsi secara sempurna, dan keluaran yang dapat dilihat dari inovasi, jaringan, dan pengaruh. Hal ini menunjukan sebagian besar atau 70% OMS dan ormas di Kota Solo di level berkembang.

Sebanyak 25% masih di level tumbuh hanya 5% saja yang mature. OMS maupun ormas sangat perlu memperkuat kapasitas, efektivitas, serta efisiensi kerja organisasi dan meningkatkan legitimasi OMS/ormas di mata pemerintah dan masyarakat serta meningkatkan lingkungan yang memberdayakan bagi masyarakat sipil dan memobilisasi sumber daya lokal untuk mendukung OMS/ormas agar dapat membawa perubahan sosial yang dibutuhkan.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 21 Desember 2023. Penulis adalah Direktur Eksekutif Konsorsium Monitoring dan Pemberdayaan Institusi Publik Solo)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya