SOLOPOS.COM - Bambang Sunarto (Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Insan  pers Indonesia pada 9 Februari 2023 lalu melakukan refleksi atas perjalanan pers Indonesia. Melakukan refleksi berarti berkaca pada diri sendiri, mencoba menilai karya yang telah mereka kerjakan. Mereka sedang berupaya menemukan umpan balik setelah menjalankan tugas dan berkarya.

Refleksi dapat berfungsi menumbuhkan motivasi dalam membangun integritas, yaitu praktik pers atau kewartawanan yang jujur dan tanpa kompromi. Mereka melakukan refleksi karena menyadari bahwa pada era disrupsi teknologi digital ini telah banyak perusahaan pers cetak yang gulung tikar.

Promosi Kanker Bukan (Selalu) Lonceng Kematian

Memang masih banyak media cetak yang bertahan demi idealisme, tetapi para pengelola harus memutar otak agar mereka tetap memiliki peran yang bermakna. Peran bermakna inilah yang menjadi keniscayaan pers. Untuk menjadi pers bermakna—kini—tidaklah mudah. Wartawan, manajemen, dan pemilik usaha penerbitan pers sungguh menghadapi tantangan yang tidak ringan.

Tantangannya adalah proyek media digital yang bekerja ekstra cepat. Pers yang telah menerapkan platform digital jatuh bangun untuk hidup melayani khalayak yang menuntut serbacepat. Sering kali hitungan-hitungan ekonomi membuat sebagian insan pers mengabaikan standar jurnalisme. Kilah mereka adalah pers harus melayani khalayak.

Masalahnya, bagaimanakah pers melayani khalayak secara tepat? Dalam melayani khalayak, pers digital dimungkinkan berada di persimpangan jalan. Pertama adalah jalan pragmatisme demi kepentingan ekonomi. Kedua adalah jalan dedikasi agar dapat menjalankan peran pers sebagai sebagai media informasi, sebagai sarana pendidikan masyarakat, sebagai hiburan, dan sebagai kontrol social sehingga pers dimaknai sebagai pilar keempat demokrasi.

Bagaimana pun pers adalah lembaga ekonomi. Fungsi pers sebagai lembaga ekonomi boleh jadi berseberangan secara diametral dengan fungsi pers sebagai media informasi, sebagai sarana pendidikan masyarakat, sebagai hiburan, dan sebagai kontrol sosial. Tarik-menarik ini yang sering kali membuat tugas dan fungsi pers menjadi punya masalah serius.

Pragmatisme ekonomis sering kali membuat pers menjual kerendahan. Banyak sekali informasi pers yang menyajikan fakta berita yang berbeda antara judul dan isi. Banyak sekali pers yang membuat judul sangat menggoda, sedangkan isinya tidak mencerminkan judul atau tidak mencerminkan kualitas informasi yang menghibur, yang bermuatan pendidikan, atau yang menyajikan kontrol sosial.

Tentu, meskipun bermaksud melayani khalayak, pers yang demikian bukanlah pers yang bermakna. Pers bermakna hanyalah pers yang berdedikasi, yaitu dedikasi terhadap kabaikan dan kebenaran. Pada aras dedikasi kepada kebaikan, pers mesti berusaha menyajikan informasi berbasis fakta dengan analisis yang tidak menciptakan masalah di masyarakat. Jadi, pers yang berdedikasi terhadap kebaikan selalu menyajikan informasi yang tidak menimbulkan kesenjangan sosial, tidak menstimulasi lahirnya kecemburuan ekonomi, dan tidak mengafirmasi kenakalan orang tua, remaja, maupun anak-anak di lingkup ekonomi, budaya, biologis, maupun psikologis.

Fungsi Bermakna

Dedikasi kepada kebaikan menuntut bekerjanya hati nurani, yaitu bekerjanya realitas kognitif yang mempertimbangkan perasaan. Jadi, kebaikan adalah kaitan rasional berdasarkan pandangan moral. Hati nurani bukanlah emosi yang muncul akibat persepsi indrawi yang spontan.

Hati nurani adalah domain kesadaran diri, kesanggupan untuk mengenal diri sehingga setiap saat dapat melakukan refleksi diri. Oleh karena itu, semangat insan pers untuk melakukan refleksi adalah kebaikan yang sangat terpuji. Dedikasi terhadap kebenaran adalah tugas mulia yang mesti diperjuangkan karena harga diri pers adalah kesetiaan terhadap kebenaran.

Kebenaran bukanlah sekadar masalah klasik dalam epistemologi. Kebenaran adalah kebutuhan dasar manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Perjuangan untuk secara konsisten menyajikan kebenaran bagi insan pers adalah nilai peribadatan yang paling hakiki. Kebenaran adalah reaksi filosofis dalam bingkai idealisme dan rasionalisme.

Insan pers dalam menyajikan kebenaran melalui karya dapat memilih menyajikan dunia nyata atau dunia fenomena. Kebenaran bagi dunia nyata adalah penyajian fakta atau peristiwa sesuai hasil pengamatan empiris atau sesuai dengan objeknya. Itulah sebabnya sering kali terdengar tuntutan agar pers harus objektif, yaitu berupaya mengungkap sifat objek sesuai dengan intensitas tangkapan indrawi.

Penyajian hasil karya pers yang tidak sesuai dengan sifat objek atau menyimpang dari intensitas indrawi atas fakta atau realitas objek bukanlah hasil karya yang objektif. Karya pers yang demikian dapat dipastikan akan menimbulkan persoalan pada masa depan. Kebenaran bagi dunia fenomena adalah penyajian objek dengan mengedepankan persepsi atas objek yang diamati.

Artinya, pers dapat menyajikan fakta yang tampak di hadapan kesadaran insan pers melalui karya. Hakikat fakta tidak pernah tampak di hadapan indra. Oleh karena itu, insan pers perlu mempertajam kesadaran untuk mampu menyajikan hakikat suatu fakta.

Meski demikian, insan pers tidak boleh terjebak pada penyajian karya yang bersifat ineksistensi intensional, yaitu menyajikan keberadaan objek berdasarkan intensi emosional. Mereka harus berusaha untuk selalu dalam bingkai ineksistensi faktual atau menyajikan keberadaan objek berdasarkan intensitas dalam memahami fakta secara mendalam.

Berpikir dan berjuang agar pers menjadi bermakna mengharuskan pers menyusuri relung-relung kenyataan dengan tetap berupaya menemukan fakta hakiki. Pers bukanlah pemegang domain kebenaran post-truth yang larut dalam ingar bingar budaya politik yang mengaduk-aduk emosi hingga keluar dari inti konsep bijaksana.

Pers bukanlah alat untuk menegaskan kepentingan-kepentingan secara berulang tanpa menyajikan persepsi dengan analisis yang berbobot. Semoga pers Indonesia dapat menjalankan fungsi yang bermakna dengan mendedikasikan diri pada kebaikan dan kebenaran dalam berbangsa dan bernegara.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 10 Februari 2023. Penulis adalah Guru Besar Filsafat Institut Seni Indonesia Solo)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya