SOLOPOS.COM - Chelin Indra S (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Tantangan  pers pada era digital makin berat.  Era media baru (new media age) yang ditandai Internet harus dihadapi pers. Bukan hanya pers dalam bentuk media cetak yang menghadapi tantangan berat. Pers dalam platform digital juga berhadapan dengan masalah yang sama, yaitu media sosial sebagai pemanfaatan Internet.

Pers kini tak bisa lagi memonopoli informasi. Pers memang harus tetap menyajikan informasi sesuai standar jurnalisme yang tinggi, tetapi  kini masyarakat bukan kelompok pasif yang menerima informasi begitu saja. Khalayak kini menjadi produsen informasi menggunakan akun media sosial.

Promosi Berteman dengan Merapi yang Tak Pernah Berhenti Bergemuruh

Semua institusi pers harus memutar otak untuk mengemas dan menyajikan produk jurnalisme yang menarik agar laku di pasaran. Institusi pers sekaligus lembaga bisnis yang mencari keuntungan dari produk berupa informasi.

Media arus utama memiliki kredibilitas dan tingkat kepercayaan yang tinggi dari masyarakat kini menghadapi hantaman yang luar biasa.  Saat ini semua orang bisa memproduksi informasi. Informasi yang viral di media sosial belakangan lebih menarik perhatian publik.

Makin banyak orang yang menjadikan media sosial sebagai rujukan informasi utama. Segala hal yang viral di media sosial menjadi topik perbincangan. Media sosial tidak lagi dianggap sekadar sarana mendapatkan informasi, melainkan menjadi bagian gaya hidup masyarakat modern.

Banyak orang menganggap yang terjadi di media sosial tidak berbeda dengan kehidupan di dunia nyata.  Situasi ini menunjukkan perubahan pola penggunaan media oleh masyarakat. Pers semestinya berperan sebagai penjernih di tengah maraknya informasi tidak akurat di media sosial.

Pers harus tetap teguh menyajikan kebenaran di tengah era banjir informasi. Gejala belakangan ini malah cenderung memperlihatkan hal sebaliknya. Sejumlah hasil penelitian dan diskusi para akademisi tentang agenda setting media menemukan hal yang berbeda. Pemberitaan cenderung dikemas sejalan dengan opini publik di media sosial.

Perusahaan pers agaknya tidak siap dikritik atau diserbu komentar negatif warganet. Ada sejumlah perusahaan pers yang mengganti judul berita yang sudah diunggah karena dianggap memancing persepsi yang berbeda-beda. Sering kali warganet berkomentar negatif pada berita media online yang diunggah di media sosial.

Komentar negatif warganet itu seolah-olah membuat “goyah” idealisme insan pers.  Banyak warganet  berkomentar negatif melalui akun anonim di media sosial. Bisa jadi warganet yang berkomentar itu sekadar membaca judul berita tanpa membaca seluruh isinya.

Menjaga Peran Ideal

Kemungkinan lain, warganet itu memiliki pikiran berbeda dan tidak suka dengan judul dan isi berita. Warganet Indonesia senang mengomentari apa pun. Ketika berita yang dikomentari adalah sesuatu yang tidak disenangi, komentar menjadi sangat pedas. Jurnalis ikut menjadi sasaran perundungan. Jurnalis diteror oleh warganet melalui media sosial.

Menjaga peran ideal pers bukan hanya tanggung jawab insan pers. Semua pihak, pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat sangat penting berperan mewujudkan pers Indonesia yang ideal.  Jurnalis  dan presenter Najwa Shihab berpendapat jurnalisme berkualitas sangat tergantung pada sejauh mana mampu memulihkan lagi otoritas sebagai penyaji informasi tanpa banding.

Dalam teori agenda setting, media memiliki kemampuan menentukan isu mana yang penting bagi publik. Teori yang diperkenalkan  McCombs dan Donald Shaw ini menggambarkan kemampuan media menentukan arti penting sebuah topik di hadapan publik. Jika sebuah berita sering diulas, khalayak akan menganggap isu tersebut lebih penting daripada isu lain.

Agenda setting menciptakan kesadaran masyarakat (public awareness) dengan menekankan sebuah isu yang dianggap paling penting untuk dilihat, didengar, dibaca, dan dipercaya di media massa. Kini yang terjadi justru sebaliknya.

Agenda media sering kali ditentukan oleh agenda publik. Dalam teori agenda setting dijelaskan agenda publik terbentuk ketika masyarakat menentukan informasi mana yang dianggap penting dan ingin dibahas lebih jauh oleh media massa.

Hal ini bisa dilihat dari pemberitaan media massa, khususnya berbasis online, yang mengangkat isu-isu viral sebagai berita. Situasi ini semakin menunjukkan pergeseran pola konsumsi informasi di masyarakat yang dipengaruhi Internet.

Itu tidak salah, namun membuat media massa kehilangan kekuatan sebagai penyaji informasi utama yang terpercaya, apalagi ketika agenda publik di media sosial tidak jauh dari sesuatu yang viral belaka. Nyatanya itu tetap diangkat menjadi berita oleh media massa dengan alasan sedang ramai diperbincangkan.

Pers berperan sebagai pilar keempat demokrasi. Pers hadir sebagai sumber informasi yang mengutamakan kepentingan publik. Publik bukan hanya mendapatkan informasi terpercaya, tetapi  pers juga menjadi saluran mereka dalam berekspresi.

Pers di Indonesia hadir sejalan dengan denyut perjalanan bangsa ini. Artinya pers yang kuat akan memberikan kekuatan pada kehidupan demokrasi bangsa ini. Praktik pers tidak boleh meninggalkan idealisme peran atau bahkan menggadaikannya demi pertimbangan tertentu: bisnis hingga sentimen warganet.

Pers berperan besar memberikan informasi, mendidik, menghibur, sekaligus menjadi media kontrol sosial. Insan pers tidak boleh larut dalam aliran informasi dengan mengikuti agenda warganet.

Mereka harus berprinsip menciptakan karya jurnalisme  yang berkualitas sebagai penjernih. Tidak masalah menyajikan berita yang berbeda dari pandangan warganet asalkan perbedaan itu dapat dipertanggungjawabkan.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 24 Februari 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya