SOLOPOS.COM - Hendromasto Alumnus Jurusan Sosiologi Universitas Sebelas Maret tinggal di Jakarta (JIBI/SOLOPOS/Ist)

Hendromasto, Alumnus Jurusan Sosiologi Universitas Sebelas Maret, tinggal di Jakarta (JIBI/SOLOPOS/Ist)

Rapat Kerja Daerah Khusus (Rakerdasus) DPD PDIP DKI Jakarta menghasilkan keputusan bulat mengusung Walikota Solo Joko Widodo atau Jokowi sebagai jago merebut kursi Gubernur DKI Jakarta. Pasangan Jokowi diputuskan oleh PDIP yang berkoalisi dengan Partai Gerindra, yaitu Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Promosi Enjoy the Game, Garuda! Australia Bisa Dilewati

Kebulatan tekat banteng Ibu Kota mengusung Jokowi sebelum Rakerdasus Minggu (18/3/2012) sempat goyah saat Taufik Kiemas menyebut incumbent Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo lebih berpeluang sebagai nama yang dia dukung.
Sempat pula muncul nama Adang Ruchiatna, mantan Pangdam Udayana Bali, sebagai jago PDIP mendampingi incumbent Fauzi Bowo yang didukung penuh Partai Demokrat. Nama Adang disebut oleh Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai pendamping Fauzi Bowo dan kemudian mentah sementah-mentahnya karena munculnya nama  anggota FPDIP DPR ini ternyata tanpa restu PDIP.

PDIP-Gerindra pengusung Jokowi-Ahok kini berhadapan dengan jago PD incumbent Fauzi Bowo, pasangan independen Hendarji Soepanji-A Riza Patria, pasangan independen Faisal Basri-Biem Benyamin dan pasangan Alex Noerdin-Nono Sampono. Dua nama terakhir adalah Gubernur Sumatera Selatan dan mantan petinggi TNI Angkatan Laut yang diusung Partai Golkar-PPP.

Partai Keadilan Sejahtera menjagokan Ketua DPD PKS Jakarta Tri Wisaksana dan mantan Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. Terlepas siapa nanti yang mendampingi incumbent dan jago PKS, kemunculan nama Jokowi pada akhirnya akan menjadi ujian bagi PDIP di Ibu Kota. PDIP hanya punya 11 kursi di DPRD Jakarta. Partai banteng bermoncong putih ini adalah pemenang ketiga pada pemilu lalu di belakang PD dan PKS. PDIP di Jakarta tak sesolid kawannya di Solo.

Pada sebuah kesempatan, Taufik Kiemas sempat menuturkan kepada saya perbedaan mencolok antara Solo sebagai basis PDIP dengan basis PDIP lain di Tanah Air. Taufik menyebut Solo adalah basis ideologis PDIP. Andai PDIP tak menang di Solo dan Bali, itu adalah tanda kiamat bagi PDIP.

Banteng Solo tidak peduli dengan nama yang diusung partai. Kemenangan Bibit Waluyo sebagai jago PDIP merebut kursi Gubernur Jateng diakui atau tidak adalah bukti betapa banteng Solo punya kesetiaan walau sebenarnya tidak terlalu kenal dengan mantan petinggi Kopassus TNI Angkatan Darat yang belakangan sering memantik protes wong Solo itu.

Karakter seperti itu sama sekali tidak muncul di Jakarta. Lihatlah dua pemilu terakhir yang membuktikan PDIP kesulitan menguasai Jakarta. Berbeda dengan Solo. Sejak Megawati tak lagi duduk sebagai presiden, berangsur tapi pasti Jakarta tidak lagi semerah dulu. Diakui atau tidak, partai wong cilik itu banyak kehilangan pengikutnya di Jakarta.

Wong cilik Jakarta tidak melulu menaruh hati kepada PDIP. Mereka jauh lebih pragmatis. Jumlah massa terkumpul pada kampanye dan kegiatan partai tidak berbanding lurus dengan jumlah suara saat pemungutan suara. Partai Gerindra sebagai tandem PDIP menyokong Jokowi juga tak bisa banyak diharapkan membantu memaksimalkan perolehan suara.

Ketua Partai Gerindra Jakarta M Taufik yang mantan Ketua KPU DKI Jakarta dalam beberapa kesempatan malah sempat dekat dengan incumbent Fauzi Bowo melalui koalisi Panitia Bersama.  Berdasar kalkulasi itu, Jokowi dipastikan akan sulit menang di Ibu Kota jika hanya mengandalkan dukungan warga PDIP-Gerindra.

Meraih Simpati
Gerilya meraih simpati warga Jakarta demi mengamankan suara jelas tak mungkin dilakukan Jokowi.  Fauzi Bowo sudah melakukannya secara rutin tiap hari Jumat dengan acara kunjungan gubernur di berbagai wilayah padat penduduk di Jakarta.

Membagi-bagi sembilan bahan pokok (sembako) sambil mengadu untung meraih dukungan juga tak mungkin menjadi pilihan jika melihat karakter pragmatis warga Jakarta. Duet pasangan independen Hendarji Soepanji-A Riza Patria sudah melakukan strategi terakhir sejak mendekati Lebaran tahun lalu dengan buah KTP dukungan yang tak sampai lebih dari 40% batas minimal pencalonan melalui jalur independen.

Peluang Jokowi untuk menaklukkan Jakarta sebenarnya masih terbuka. Jokowi harus bisa meraih suara dari wong cilik dan wong sithik di Ibu Kota. Wong cilik adalah jumlah pemilih terbesar yang selalu diperebutkan partai politik dengan beragam modus tiap menjelang pemilu dan pilkada. Menimbang pragmatisme wong cilik Jakarta, Jokowi wajib bekerja ekstra keras untuk meraih dukungan mereka.

Wong sithik adalah kelompok pemilih dengan latar belakang sosial ekonomi menengah ke atas. Jumlah mereka jauh lebih sedikit dibandingkan dengan wong cilik. Kepedulian mereka dengan hiruk-pikuk pemilu dan pilkada juga rendah.
Mereka inilah yang menjadi warga golongan putih (golput) dalam hajatan politik di Jakarta. Mereka lebih memilih berlibur atau bersantai di rumah daripada menyumbangkan suara jika tidak ada calon sesuai selera. Dan mereka inilah sebenarnya pemenang pilkada Jakarta saat Fauzi Bowo-Prijanto bertarung melawan Adang Darajatun-Dani Anwar. Jumlah warga golput saat PKS dikeroyok koalisi partai pengusung Fauzi Bowo-Prijanto saat itu hampir menyentuh angka 50% dari jumlah dalam daftar pemilih.

Menilik citra Jokowi saat ini, diakui atau tidak wong sithik Jakarta pasti mengenalnya. Sudah pasti pula  mereka bermimpi Jakarta bisa mendekati kenyamanan Solo di bawah kepemimpinan Jokowi. Mengurus KTP cukup sehari, penggusuran secara manusiawi, penataan serius ruang publik, hingga ide prematur pemicu semangat nasionalisme tentang mobil nasional diakui atau tidak membuat wong sithik Jakarta mengenal sosok Jokowi.

Bagi wong sithik, korelasi citra dengan elaktabilitas seseorang terhadap dalam hajatan demokrasi memang tidak selalu berbanding lurus. Hal itu jelas berlaku bagi Jokowi dan siapa pun. Namun, bukan berarti peluang memaksimalkan raihan suara dari mereka tak bisa dilakukan.

Program yang jelas serta terukur dan bukan sekadar berdagang obat serta konsistensi adalah hal yang menjadi pertimbangan mereka memberikan suara. Pemimpin yang lembah manah namun tegas juga menjadi idaman mereka.
Semoga saja wong sithik dan wong cilik bisa dimaksimalkan Jokowi beserta partai pengusungnya demi menuju DKI 1. Jika tidak dan Jokowi harus pulang ke Solo dengan kekalahan, siap-siap saja partai pengusung Jokowi akan menerima buah kekecewaan basis massa ideologisnya di Solo pada 2014. Selamat bertarung Pak Jokowi!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya