SOLOPOS.COM - Danang Nur Ihsan (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Hari-hari ini isu pinjaman online (pinjol) bikin panas Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta gara-gara mahasiswa baru diminta mengunduh dan melakukan registrasi di aplikasi pinjol.

Dewan Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta bekerja sama dengan pihak ketiga sebagai sponsor acara pengenalan budaya dan akademik kemahasiswaan (PBAK).

Promosi Vonis Bebas Haris-Fatia di Tengah Kebebasan Sipil dan Budaya Politik yang Buruk

Kasus ini membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turun tangan. OJK Solo telah meminta klarifikasi dari berbagai pihak.

Dewan Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta menggalang dana dengan kerja sama sponsorship, antara lain, dengan pelaku usaha jasa keuangan yang berizin dan terdaftar di OJK.

Dari kerja sama sponsorship itu Dewan Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta meminta mahasiwa baru mengunduh aplikasi dan melakukan registrasi. Geger di UIN Raden Mas Said Surakarta ini menambah panjang daftar kontroversi tentang pinjol.

Beberapa hari sebelum geger pinjol di UIN Raden Mas Said Surakarta mengemuka, Solopos menerima pesan singkat dari warga Kota Solo yang menjadi korban pinjol.

Perempuan warga Kecamatan Laweyan, Kota Solo, itu mengaku punya utang di pinjol Rp500 juta. Dia mengisahkan pahitnya menjadi korban pinjol illegal, yaitu mengajukan utang untuk menutup utang lainnya.

Kini perempuan itu menyisakan utang Rp180 juta di 12 aplikasi pinjol. Dia menghubungi Solopos agar apa yang dia alami tidak dialami orang lain: terjerat utang pinjol.

Sejak pinjol muncul, dalam beberapa tahun terakhir banyak sekali cerita tentang korban terjerat pinjol di berbagai daerah. Pada saat yang bersamaan, banyak pula korban baru terjerat pinjol.

Banyak yang langsung mengarahkan kesalahan kepada pinjol.  Apakah kondisi semacam ini sepenuhnya salah pinjol?

Perusahaan pinjol adalah bagian dari financial technology atau fintech yang pada awalnya menawarkan model bisnis dan alternatif untuk memperluas jangkauan pemberian layanan finansial yang memadai.

Sudah menjadi rahasia umum akses masyarakat terhadap bank masih belum optimal dan keberadaan fintech menjadi salah satu alternatif solusi.

Fintech pinjol memiliki keunggulan karena kemudahan, seakan-akan membuka pintu baru bagi masyarakat yang ingin mengajukan pinjaman.

Ini berbanding terbalik dengan layanan pinjaman konvensional. Pinjol mudah diakses sejak proses pengajuan, syarat yang tidak ribet, hingga pinjaman cair dengan cepat.

Meski begitu, pinjol memiliki beberapa kekurangan seperti tenor yang terbatas, bunga yang cukup besar, dan waktu peminjaman yang lebih singkat.

Pinjol kemudian menjadi ”jalan” banyak orang untuk mendapatkan dana singkat. Di tengah rendahnya literasi keuangan, pinjol ilegal tumbuh subur, bahkan jauh lebih subur daripada pinjol resmi yang diawasi OJK.

Pinjol ilegal hadir dalam berbagai bentuk dan menawarkan berbagai pinjaman yang menggiurkan. Banyak yang terlena hingga akhirnya terjerat pinjaman yang seperti tak berujung.

Pinjol yang semula bertujuan memudahkan masyarakat mengakses produk-produk keuangan dan menyederhanakan proses transaksi kini seakan-akan menjelma menjadi ”makhluk yang berbahaya” bagi sebagian pihak.

Kemajuan teknologi termasuk hadirnya pinjol tentu tidak bisa dielakkan. Ini seperti hadirnya berbagai layanan di platform digital dari media sosial, game online, layanan perbankan digital yang semua memiliki dua sisi mata pisau yang bisa berefek positif, sekaligus negatif.

Di tengah rendahnya literasi keuangan masyarakat, tugas penting ada di pundak pemerintah dan pemilik otoritas untuk meminimalisasi efek negatif pinjol.

Regulasi, pengawasan, penindakan, hingga sanksi dari otortitas pemerintah sangat penting agar pinjol tetap berjalan sesuai tujuan awal.

Yang tidak kalah penting adalah gencar dan terus-menerus meningkatkan pemahaman publik tentang berbagai risiko dan plus minus layanan keuangan, termasuk bagi kalangan muda yang belum punya penghasilan.

Perusahaan pinjol legal atau resmi yang saat ini diakui dan diawasi oleh OJK juga punya andil besar. Mereka harus membuktikan diri bahwa mereka beroperasi dan layak dinyatakan legal dengan melakukan praktik layanan keuangan yang benar.

Artinya segala peraturan OJK yang mengatur pinjol hingga perlindungan konsumen benar-benar ditaati. Ini dilakukan agar publik benar-benar bisa melihat perbedaan nyata antara pinjol legal dan ilegal. Bukan hanya dari sisi legalitas, namun juga praktik layanan.



Publik harus benar-benar memahami segala risiko berkaitan dengan pinjol. Saat meminjam uang ketahui dulu tujuan pinjaman untuk kebutuhan produktif atau konsumtif.

Tentu peminjaman untuk kebutuhan produktif cenderung lebih aman dibandingkan untuk kebutuhan konsumtif. Ini bukan hal yang mudah karena kadang-kadang dalam diri manusia perbedaan antara kebutuhan dan keinginan sangat tipis.

Pastikan juga berapa angsuran yang bisa dialokasikan dan kemampuan membayar. Pada akhirnya, apabila mengajukan pinjaman, pastikan di pinjol legal.

Ketika kehadiran pinjol pada era digital tidak terelakkan, literasi keuangan menjadi salah satu tameng yang tepat buat kita.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 18 Agustus 2023. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya