SOLOPOS.COM - Arif Yudistira (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Pendidikan adalah upaya memajukan budi pekerti (kekuatan batin dan karakter), pikiran, serta tubuh anak. Ki Hajar Dewantara menjabarkan bahwa tujuan pendidikan terbagi menjadi tiga, yaitu membentuk budi didik yang halus pada pekerti peserta didik, meningkatkan kecerdasan otak peserta didik, mendapatkan kesehatan badan pada peserta didik.

Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara memang sedikit berbeda dengan konsepsi Barat. Ki Hajar mengkritik pendidikan yang terlampau intelektualistis. Ki Hajar lebih condong bahwa pendidikan itu seimbang antara budi pekerti, intelektual, dan mental ragawi peserta didik.

Promosi Komeng Tak Perlu Koming, 5,3 Juta Suara sudah di Tangan

Pendidikan yang mengabaikan aspek ragawi maupun aspek budi, menurut Ki Hajar, justru tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Ki Hajar menekankan pendidikan harus berpijak pada kebudayaan nasional.

Tanpa pijakan yang kuat pada kebudayaan nasional, pendidikan akan gagal membentuk dan menguatkan karakter peserta didik. Kita bisa berefleksi atas kondisi kiwari pendidikan di negeri ini dengan menggunakan data Programme for International Student Assessment (PISA) yang diinisiasi oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD).

PISA kali pertama diluncurkan oleh OECD pada 2000; sebuah program asesmen berskala internasional yang menguji dan mengukur tingkat pengetahuan, keterampilan, kesejahteraan, dan kesetaraan pada siswa usia 15 tahun.

Skor PISA dijadikan acuan kebijakan pendidikan seperti di Singapura, Amerika Serikat, dan Finlandia. Skor PISA dianggap sebagai standar minimal untuk mengukur kualitas pendidikan suatu negara. PISA mengukur tiga kemampuan dasar; matematika, literasi, dan sains.

Di Indonesia hasil PISA menjadi sorotan karena akan menjadi rencana jangka panjang (RJP) kebijakan pendidikan tahun 2045. Hasil skor PISA menjadi bagian penting evaluasi kualitas pendidikan di Indonesia.

Kemampuan dasar pendidikan Indonesia dalam matematika, sains, dan literasi pada tingkat dasar dianggap turut menentukan dan bisa digunakan untuk melihat kualitas pendidikan kita.

Secara umum hasil tes PISA Indonesia tahun 2022 mengalami penurunan. Penurunan skor PISA ini menjadi sorotan meski Indonesia naik peringkat di antara 181 negara. Penurunan skor PISA ini menjadi catatan penting tentang upaya pemerintah Indonesia memperbaiki kualitas pendidikan kita.

Skor PISA yang menurun pada 2022 menjadi catatan kritis tentang evaluasi dan program Merdeka Belajar yang dianggap sebagai jalan pencegahan kualitas pendidikan kita agar tidak merosot.

Refleksi

Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim merespons kenaikan peringkat skor PISA sebagai hal positif. Nadiem tidak merespons tentang skor PISA yang menurun daripada tahun 2018.

Pemerintah beranggapan bahwa penurunan skor PISA dianggap wajar karena Indonesia khususnya dan negara lain di dunia pada umumnya baru saja lepas dari pandemi Covid-19.

Hasil PISA pada 2022 mesti dibaca sebagai cermin untuk melihat perbaikan dan pengembangan pendidikan di Indonesia. Skor PISA yang menurun pada 2022 harus menjadi evaluasi besar tentang kualitas guru, isi materi di pendidikan dasar, dan peningkatan kualitas literasi anak didik kita.

Aspek saintifik, matematika, dan literasi adalah aspek yang diukur dalam standar PISA. Dalam ketiga aspek itu pendidikan dasar memang dituntut membekali anak didik agar memiliki kemampuan literasi dasar yang baik, kemampuan matematis dasar yang cukup, serta mampu mempelajari saintifik dasar dengan baik.

Pada segi literasi, tradisi literasi siswa tidak bisa dibangun hanya di sekolahan saja. Keluarga menjadi faktor pendorong dan penopang kesuksesan pembelajaran literasi di tingkat dasar. Masih adanya masyarakat yang buta huruf turut serta memengaruhi keberhasilan pendidikan literer kita.

Selain itu, pendidikan literasi tidak akan berhasil tanpa ditopang sarana dan prasarana literasi yang cukup. Kebutuhan literer seperti buku dan perpustakaan menjadi hal yang pokok untuk meningkatkan kemampuan literasi peserta didik kita.

Indonesia masih memiliki kekurangan perpustakaan yang cukup banyak, baik di sekolahan di kawasan kota maupun desa. Perpustakaan Nasional, misalnya, menargetkan penambahan perpustakaan sejumlah 6.246 unit pada tahun 2023.

Perpustakaan dan buku menjadi dua faktor penting dalam mendongkrak budaya literasi anak. Tanpa perpustakaan dan buku tentu kita tidak bisa membuat gerakan membaca 15 menit seperti yang dicanangkan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.

Di bidang matematika dan sains, kita memerlukan strategi yang kreatif dan inovatif mengenalkan anak pada matematika dan sains. Pembelajaran matematika tidak cukup dirancang di kelas dan menggunakan buku semata.

Pembelajaran matematika di tingkat dasar sudah cukup pesat berkembang. Metode jaritmatika hingga penggunaan metode berhitung yang menyenangkan anak harus terus dipelajari guru dan lembaga pendidikan untuk menciptakan pembelajaran matematika yang menyenangkan.

Dalam bidang sains, Indonesia juga perlu menciptakan metode serta menciptakan etos sedini mungkin mengenai prospek dan masa depan menjadi ilmuwan sains di Indonesia. Keanekaragaman hayati dan botani di Indonesia yang cukup banyak belum menjadi perhatian pemerintah.

Kita perlu mengingat perjuangan mendiang Wallace sebagai ahli spesies yang mendokumentasikan dan mendedikasikan hidup untuk mempelajari keanekaragaman makhluk hidup dan satwa di Indonesia kala itu.

Pendidikan sains di sekolah harus mampu menanamkan spirit ilmuwan pada anak didik yang tidak terbatas pada menghafal materi pelajaran. Inilah pekerjaan berat bagi Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi pada masa mendatang bila ingin skor PISA kita tinggi.

Ada hal penting lain selain PISA. Merosotnya moralitas anak-anak kita, terkikisnya budi pekerti anak-anak kita, serta dampak teknologi pada kebiasaan dan hidup anak-anak kita adalah hal penting yang memerlukan sentuhan dan perhatian dunia pendidikan kita.



Skor PISA kita yang turun dibarengi merosotnya moralitas dan adab anak-anak kita menambah daftar panjang masalah pendidikan kita yang perlu segera dituntaskan.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 8 Januari 2024. Penulis adalah peminat dunia anak dan pendidikan yang bekerja di PPM MBS Yogyakarta)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya