SOLOPOS.COM - Edy Purwo Saputro,Dosen FE Universitas Muhaammadiyah Surakarta Program Doktor Konsentrasi Pemasaran

Edy Purwo Saputro, Dosen FE Universitas Muhaammadiyah Surakarta Program Doktor Konsentrasi Pemasaran

Globalisasi identik dengan perjanjian kerja sama ekonomi–perdagangan yang memberi keuntungan tidak hanya secara bilateral, tapi juga multilateral. Oleh karena itu, muncul berbagai perjanjian kerja sama ekonomi–perdagangan, termasuk misalnya free trade agreement antara Asean–China yang dikenal dengan ACFTA dan juga Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement atau IEPA. Terkait hal ini, pemerintah sedang mencoba peluang kerja sama perdagangan dan investasi dengan kelompok negara Amerika Latin melalui Asean Latin Business Forum 2012 yang akan diadakan pekan depan di Jakarta. Harapan dari free trade agreement atau FTA dengan Amerika Latin adalah memberikan potensi keuntungan bagi neraca perdagangan Indonesia dan arus masuk investasi asing.

Promosi Bukan Mission Impossible, Garuda!

FTA dengan negara manapun tentu diharapkan dapat meningkatkan kinerja produksi industri dalam negeri. Bahkan, April lalu, pemerintah juga menandatangani kerja sama dengan China dalam tiga aspek kesepakatan. Pertama, kerja sama bilateral–regional dalam upaya mengatasi gejolak harga pangan dan energi global. Kedua, ikut serta dalam pembangunan infrastruktur, listrik, energi bersih dan terbarukan, serta manufaktur di enam koridor di wilayah Indonesia. Ketiga, peningkatan kerja sama terkait penanggulangan bencana. Implikasi dari kerja sama ini tentu akan berpengaruh terhadap surplus neraca perdagangan, meski tentu juga harus didukung oleh iklim kondusif dalam negeri.

Yang menarik dari rencana FTA dengan Amerika Latin adalah kesiapan industri dalam negeri untuk memacu produksi dan kualitas produknya sehingga dapat bersaing di pasar global dan menembus pasar tujuan tersebut. Hal ini sangat penting karena dari sejumlah kerja sama yang sudah dilakukan, termasuk melalui ACFTA dan IEPA ternyata kinerja industri dalam negeri cenderung kurang mampu bersaing sehingga kinerja perdagangan menjadi defisit. Bahkan setahun paska-ACFTA yang berlaku Januari 2010, ternyata nilai ekspor produk Indonesia cenderung makin lemah dan produk-produk made in China kian menguasai pasar domestik, termasuk produk batik made in China.

Kompensasi

Konsekuensi dari kasus ACFTA adalah tuntutan melakukan negoisasi ulang perjanjian tersebut. Begitu juga dengan kasus IEPA yang dalam klausulnya memungkinkan format peninjauan ulang pada tahun depan. Langkah negeoisasi ulang yang diminta Indonesia memang dibenarkan terkait defisit neraca perdagangan paskaterjadinya kerja sama, tapi seharusnya pemerintah dan pihak-pihak terkait mampu memacu kinerja industri dalam negeri sehingga dapat meningkatkan daya saing hasil produknya, bukan justru menuntut peninjauan ulang dari sejumlah kerjasama ekonomi – perdagangan tersebut meski hal ini dibenarkan dalam klausul. Artinya, tuntutan negoisasi ulang melalui ACFTA dan IEPA seharusnya memberikan warning dalam menyusun FTA dengan Amerika Latin. Hal ini sangat penting untuk meminimalisasi berbagai kemungkinan dampak negatif dari FTA itu sendiri dan sekaligus memacu potensi surplus neraca perdagangan kita.

Tuntutan renegosiasi pelaksanaan ACFTA sangat terkait dengan nasib industri domestik terutama kemampuan bersaing di era pasar global yang menuntut efisiensi di semua aspek. Di satu sisi, aspek mendasar tuntutan renegosiasi ternyata masih belum maksimal sehingga masih sangat dimungkinkan untuk dilakukan perundingan lebih lanjut. Di sisi lain celah untuk memacu kemampuan daya saing dari industri domestik semestinya juga perlu dilakukan agar produk yang dihasilkan bisa bersaing di pasar global. Tuntutan ini terkait dengan komitmen pemerintah memacu industri kreatif. Oleh karena itu, tuntutan negoisasi ulang ACFTA dan IEPA perlu diperhatikan lebih serius, meski secara bilateral antara RI-China dan RI-Jepang diharapkan lebih memacu daya saing industri domestik.

Dalam kasus ACFTA, ternyata implikasi lanjutannya adalah terjadinya sejumlah perjanjian yang tidak hanya terkait bidang ekonomi, seperti beberapa contoh berikut ini. Pertama, China–RI menandatangani 19 MoU dengan nilai potensi investasi mencapai US$10 miliar terdiri dari 4 perjanjian G to G (Government to Government), 7 perjanjian B to B (Business to Business) dan juga 8 perjanjian G to B. Kedua, China menyediakan preferential export buyer’s credit atau pembiayaan ekspor khusus senilai US$1 miliar. Ketiga, China menyediakan pendanaan komersial kepada Indonesia untuk pembangunan infrastruktur dan industri senilai US$8 miliar. Keempat: China menyediakan dana bantuan untuk meningkatkan kerja sama maritim. Selain itu, China–RI juga sepakat meningkatkan perdagangan kedua negara dari US$40 miliar menjadi  US$80 miliar sampai tahun 2015. Yang menarik bahwa peningkatan perdagangan itu dilakukan dengan keseimbangan perdagangan di antara kedua pihak yang ditempuh dengan dua cara yaitu China meningkatkan investasinya atau meningkatkan impor dari Indonesia.

Terlepas dari berbagai potensi FTA dengan sejumlah negara, Menteri Perdagangan Gita Wiryawan menegaskan FTA dengan Amerika Latin memberikan potensi terbesar terkait ekspor komoditas kelapa sawit, karet, otomotif, pipa dan baja serta komoditi lain ke negara-negara Amerika Latin yaitu Peru, Chile, Meksiko dan Brazil. Di satu sisi, hal ini memberikan prospektus meski peluang ini juga harus dibarengi dengan kemampuan industri dalam negeri untuk meningkatkan kualitas produknya. Di sisi lain, FTA dengan Amerika Latin seharusnya memberi peluang terhadap surplus neraca perdagangan agar tidak terjadi negoisasi ulang seperti yang terjadi dengan ACFTA dan IEPA. Artinya hal ini tergantung bagaimana industri dalam negeri mempersiapkan diri untuk menciptakan produk yang lebih berkualitas dan berdaya saing karena pasar global menuntut produk berkualitas dan memiliki kemampuan berkompetisi dengan produk pesaing.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya