SOLOPOS.COM - Aries Purnomohadi (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Mengacu berbagai konsep berpuasa, kesimpulan saya, salah satunya, bahwa puasa berkaitan dengan latihan olah batin dan raga seorang manusia dalam mengendalikan hawa nafsu, termasuk keinginan makan dan minum, menuju kejernihan hati dan pikiran.

Berbagai ajaran agama menganjurkan (bahkan mewajibkan) manusia (dengan kriteria tertentu) berpuasa agar semakin dekat kepada Sang Pencipta. Filsuf Yunani, Plato dan Socrates, mengajarkan bahwa puasa adalah obat bagi jasmani dan rohani karena merupakan unsur penyembuh dalam diri manusia.

Promosi Banjir Kiper Asing Liga 1 Menjepit Potensi Lokal

Praktik puasa yang dilakukan manusia memampukan menahan diri dari hawa nafsu dalam mengonsumsi makanan dan minuman secara berlebihan. Puasa yang baik semestinya menjadi gerakan yang secara personal maupun kolektif dapat berperan menjaga tingkat konsumsi bahan pangan di suatu daerah tetap stabil.

Tanpa bertendensi menunjuk jari pada pihak tertentu, harus diakui bahwa konsumsi makanan dan minuman yang berlebih telah menimbulkan masalah lain yang berdampak pada lingkungan, sosial, ekonomi, dan kesehatan.

United Nations Environment Programme (UNEP) pada 2021 menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil sampah makanan (food waste) terbanyak di Asia Tenggara. Data lain menempatkan Indonesia di peringkat keempat sebagai negara penghasil sampah makanan rumah tangga terbesar dunia, di bawah China, India, dan Nigeria (www.statista.com).

Hasil kajian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional tahun 2021 menjelaskan jumlah orang yang dapat diberi makan dari kehilangan kandungan gizi (energi) atau food lost and waste tahun 2000-2019 bisa mencapai 61 juta orang hingga 125 juta orang atau setara 29% hingga 47% populasi Indonesia.

Secara global sampah makanan telah menjadi salah satu faktor penyebab peningkatan emisi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. The U.S. Environmental Protection Agency (EPA) menyatakan pemborosan dan sampah makanan menghasilkan kenaikan karbondioksida yang setara dengan jumlah yang dihasilkan oleh 42 pembangkit listrik berbahan bakar batu bara.

Pada kenyataannya kita sering kali mendengar dari berbagai pemberitaan bahwa pada Ramadan  masyarakat cenderung semakin konsumtif. Berbagai data menguatkan fakta tersebut. Hasil survei penjualan eceran (SPE) oleh Bank Indonesia pada Desember 2022 mengindikasikan secara nasional indeks ekspetasi penjualan (IEP) pada Maret 2023 meningkat didorong oleh peningkatan konsumsi masyarakat pada Ramadan.

Sesuai hukum permintaan dan penawaran (supply and demand), kenaikan permintaan tanpa disertai penambahan jumlah pasokan yang memadai akan mendorong kenaikan harga sebagai titik ekuilibrium baru. Hasil survei yang sama mengindikasikan secara nasional indeks ekspektasi harga umum (IEH) Maret 2023 meningkat sejalan dengan perkiraan kenaikan harga selama periode Ramadan dan menjelang Idulfitri.

Ketika kenaikan harga bahan pangan terjadi secara umum dan terus-menerus, dapat dikatakan telah terjadi inflasi bahan makanan. Inflasi tetap diperlukan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi di suatu negara, namun inflasi tersebut harus rendah dan stabil.

Inflasi yang terlampau tinggi dan tidak stabil akan menggerus pertumbuhan ekonomi suatu negara, menurunkan daya beli masyarakat, dan menyebabkan ketidakpastian bagi dunia usaha dalam pengambilan keputusan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tingkat inflasi bahan makanan (month-to-month/mtm) pada periode Ramadan cenderung lebih tinggi dibandingkan bulan-bulan lainnya dalam kurun waktu tahun berjalan. Ambil contoh kondisi tahun 2019 dan 2022. Inflasi bahan makanan secara nasional pada Ramadan 2019 (Mei) tercatat sebesar 2,02% (mtm) dan pada Ramadan 2022 (April) mencapai 2,20%.

Hingga Februari 2023, Kota Solo mengalami inflasi umum tahun kalender sebesar 0,80%. Secara tahunan, inflasi Kota Solo mencapai 7,11%. Berdasarkan data historis 2019-2022, terdapat beberapa bahan makanan yang memiliki potensi risiko tinggi sebagai penyumbang inflasi pada periode Ramadan-Idulfitri di Kota Solo.

Sebut saja daging ayam ras, telur ayam ras, minyak goreng, bawang merah, cabai rawit, dan cabai merah (sumber: BPS Kota Surakarta). Tahun ini masih menyisakan kurang lebih delapan bulan dan periode Ramadan-Idulfitri menjadi periode kritsl yang akan menentukan gambaran utuh inflasi nasional maupun Kota Solo sepanjang 2023.

Ramadan dan Paskah

Maret-April 2023 menjadi periode yang istimewa karena umat Islam menjalani Ramadan dengan melaksanakan ibadah puasa selama kurang lebih 29 hari dan ditutup pada perayaan Idulfitri. Umat Kristen dan Katolik memasuki masa prapaskah dimulai sejak pertengahan Februari 2023 yang disertai dengan laku pantang dan puasa selama 40 hari hingga puncaknya pada perayaan Paskah pada April 2023.

Menilik komposisi penduduk Kota Solo, tercatat 73,78% penduduk beragama Islam dan 19,41% merupakan umat Kristiani (BPS, Kota Surakarta Dalam Angka 2022). Dengan besarnya jumlah penganut kedua agama tersebut semestinya praktik puasa dan pantang yang dilakukan dapat memberikan dampak ekonomi dan sosial yang besar terhadap Kota Solo

Mengapa bisa demikian? Pertama, dengan menyadari esensi dan tujuan utama puasa, yaitu untuk pengendalian diri, antara lain, dalam hal makan dan minum, harusnya puasa dapat membantu mengurangi tekanan terhadap tingginya permintaan bahan pangan. Puasa seharusnya tidak sekadar memindahkan jam makan, apalagi menumpuk makanan, yang berpotensi menjadi sampah rumah tangga karena rusak/basi.

Dapat dipahami ketika orang berbuka sering kali dipenuhi keinginan menyediakan makanan dan minuman yang mampu memuaskan kebutuhan diri setelah seharian berpuasa. Patut juga kita mempertimbangkan kewajarannya dari sisi jumlah/volume makanan dan minuman yang dihidangkan.

Dengan demikian kita menghindarkan diri dari potensi membuang makanan dan minuman. Dengan tingkat permintaan yang relatif stabil dpada masa puasa maka tidak terjadi lonjakan signifikan permintaan yang pada akhirnya mampu menjaga inflasi tetap rendah dan stabil.

Kedua, pengendalian diri selama masa berpuasa dapat meminimalkan timbulnya masalah akibat kurangnya pasokan bahan pangan. Kita semua mafhum bahwa Kota Solo bukan daerah penghasil bahan pangan. Kebutuhan bahan pangan hampir seluruhnya dipasok dari daerah luar Kota Solo.

Lonjakan permintaan bahan pangan yang tidak cepat diantisipasi dengan distribusi pasokan sangat riskan mendorong terjadinya kenaikan harga pangan. Kerja sama perdagangan antardaerah yang telah/mulai diinisiasi dibarengi dengan pengendalian diri masyarakat selama masa berpuasa akan sangat efektif mencegah fenomena inflasi.

Ketiga, puasa meningkatkan kepekaan terhadap sesama dan menjadi kesempatan yang baik untuk berbagi kepada sesama yang membutuhkan. Laku puasa yang diiringi kebersahajaan hidup mestinya berdampak pada berkurangnya tingkat pengeluaran. Alih-alih menghabiskan uang yang berhasil disisihkan, sebagai umat beragama hendaknya meningkatkan sedekah kepada sesama yang membutuhkan.

Dengan demikian akan terjadi dampak sosial yang positif dengan terbantunya orang yang kekurangan. Puasa melatih umat Islam semakin dermawan melalui berbagai kegiatan sedekah. Melalui kegiatan zakat, infak, dan sedekah umat Islam mengaktualisasikan ajaran iman untuk bersolidaritas kepada sesama.

Demikian halnya umat Katolik yang memiliki gerakan aksi puasa pembangunan (APP) sebagai wujud solidaritas kepada sesama yang membutuhkan sekaligus mengajarkan untuk hidup hemat. Gambaran ini menunjukkan betapa besar peran masyarakat dalam pengendalian inflasi pada bulan puasa. Dapat kita katakan bahwa pengendalian diri tersebut menjadi penentu awal keberhasilan pengendalian inflasi yang dilakukan oleh pemerintah maupun tim pengendalian inflasi daerah (TPID) selama periode Ramadan-Idulfitri.



Peran aktif masyarakat mendukung berbagai upaya pengendalian inflasi semestinya dapat dimulai dari awal, yaitu dengan meniatkan ibadah puasa sebagai upaya mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan benar-benar memahami dan mempraktikkan hakikat puasa yang sesungguhnya.

Selamat menjalani puasa Ramadan bagi umat Islam di Kota Solo. Kepada umat Kristiani, selamat menjalani masa prapaskah dengan laku puasa dan pantang. Semoga laku puasa dan pantang yang dilalui berujung pada inflasi Kota Solo yang terkendali, rendah, dan stabil. Insyaallah. Deo Volente.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 8 April 2023. Penulis adalah Analis Fungsi Data Statistik dan Ekonomi Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Solo)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya