SOLOPOS.COM - Tundjung W. Sutirto

Solopos.com, SOLO – Koperasi  telah menjadi bagian masyarakat Indonesia sejak masa kolonial Hindia Belanda. Momentum kebangkitan koperasi pada era kemerdekaan ditandai dengan adanya Kongres Koperasi I di Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 12 Juli 1947.

Memasuki 76 tahun (pada 2023), perkembangan koperasi, terutama pada era reformasi, semakin tidak jelas ke mana arah tujuannya. Praktik koperasi telah bermetamorfosis terlepas dari genetiknya.

Promosi Mudik: Traveling Massal sejak Era Majapahit, Ekonomi & Polusi Meningkat Tajam

Artinya ”gen” koperasi itu  adalah kesejahteraan, bukan kentungan semata. Banyak Koperasi simpan pinjam (KSP) membikin geram masyarakat, terutama para anggotanya, karena gagal bayar.

Berdasar pemberitaan berbagai media dapat kita ketahui betapa koperasi saat ini telah menjadi lahan bisnis yang tidak berorientasi pada visi koperasi, yaitu kesejahteraan anggota.

Itu seperti kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya yang menyebabkan kerugian sebesar Rp15 triliun dan KSP Sejahtera Bersama yang menyebabkan kerugian sebesar Rp8,8 triliun.

Ada pengelola  sebuah KSP yang kabur karena gagal bayar dan tidak dapat dihubungi sejak 2020. Yang paling fatal yaitu ada kasus KSP sampai menyeret pejabat lembaga peradilan.

Seorang hakim agung ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap putusan pailit KSP Intidana. Sebanyak 10 orang terseret dalam kasus itu yang di dalamnya ada beberapa pejabat Mahkamah Agung.

Masih banyak lagi megaskandal berlabel koperasi seperti KSP yang nyata-nyata merusak citra koperasi sebagai sistem ekonomi yang berasaskan kekeluargaan.  Semangat koperasi yang luhur dirusak oleh orang, bahkan korporasi, demi kepentingan diri sendiri.

Kita tidak habis pikir bagaimana koperasi bisa menjadi tempat tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (TPPU).

Menjadi ”Kuperasi”

Koperasi bukan lagi menjadi alat untuk menolong dirinya sendiri (anggotanya) agar  sejahtera. Fakta menunjukkan koperasi menjadi alat untuk memeras anggotanya. Ini memunculkan adagium dari koperasi menjadi “kuperasi”. Tindakan memeras anggota koperasi atau masyarakat.

Banyak yang lupa bahwa koperasi bukan kumpulan modal, tetapi kumpulan manusia, kumpulan orang-orang. Ini sebagaimana pengertian koperasi dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Koperasi adalah sebuah badan usaha yang beranggotakan sekumpulan orang yang kegiatannya berlandaskan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi kerakyatan yang berasas kekeluargaan.

Untuk mencegah koperasi menjadi bersifat ”kuperasi” perlu radikalisasi koperasi. Undang-undang Perkoperasian yang baru harus segera diwujudkan dengan konstruksi baru.

Roh koperasi harus tetap hidup, yaitu asas kekeluargaan. Banyak metamorfosis koperasi yang menjadi ”kuperasi” karena bias asas. Bagaimana mungkin dalam semangat kekeluargaan terjadi pemerasan sebagaimana adagium ”kuperasi” itu.

Bagaimana mungkin di Indonesia ada koperasi yang menggunakan label syariat, tetapi berpraktik menerima uang haram dari hasil tindak pidana penyelewengan atau korupsi.

Banyak ahli mengatakan bahwa maraknya kasus koperasi gagal karena sistem pengawasan yang sangat lemah. Pengawasan yang dilakukan di tingkat internal koperasi tidak lagi memadai jika omzet koperasi itu sudah mencapai ratusan miliar rupah, bahkan triliunan rupiah.

Pengawasan dari pihak eksternal harus diterapkan untuk koperasi yang omzetnya besar. Kasus KSP gagal bayar itu tidak lain karena pengawasan hanya dilakukan di tingkat internal sehingga akhirnya anggota yang dirugikan karena para pengelolanya hanya berniat menjadikan KSP sebagai ”kuperasi anggota”.

Radikalisasi

Radikalisasi koperasi artinya membuat koperasi itu menjadi kuat, tegar, efektif, dan sebagai penolong dirinya sendiri. Kekuatan koperasi harus bersifat radikal, yaitu tetap berpegang pada asas kekeluargaan secara genetik.

Ingat pesan penting dari Bapak Koperasi Indonesia Bung Hatta  yang disampaikan dalam peringatan Hari Koperasi dan dies natalis Akademi Koperasi di Bandung 12 Juli 1966.

Menurut Bung Hatta, jiwa koperasi harus tetap hidup karena koperasi adalah mendidik manusia untuk menolong dirinya sendiri dengan tenaga sendiri secara bergotong royong.

Apabila manusia-manusia Indonesia menjadi manusia-manusia koperasi  maka orang-orang tersebut akan memiliki rasa kesetiakawanan yang tinggi. Secara tersurat dan tersirat Bung Hatta juga berpesan jangan sampai koperasi menjadi alat politik.

Sistem fasis, komunis, dan bahkan kapitalis harus dilepaskan dari tubuh koperasi. Menurut Bung Hatta, koperasi harus kembali ke jalan yang benar. Koperasi harus dikelola oleh kader-kader yang totaliter dan radikalis berjiwa koperasi.

Secara imperatif, radikalisasi koperasi itu harus berpedoman pada UUD 1945 dan dibimbing oleh jiwa Pancasila. Banyak alasan mengapa radikalisasi koperasi itu harus dilaksanakan.

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dengan amar putusan bahwa  undang-undang tentang perkoperasian itu telah berjiwa korporasi.



Untunglah, pada 2014 MK membatalkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 itu. Jika tidak dibatalkan, koperasi tidak ubahnya sama seperti perseroan terbatas. Dampaknya, keuntungan koperasi hanya akan dinikmati pemilik modal sebagaimana kasus KSP akhir-akhir ini.

Kejayaan KUD

Salah satu upaya radikalisasi koperasi, menurut hemat saya, adalah mengembalikan koperasi unit desa (KUD) yang pernah berjaya pada era Orde Baru. Kasus sukses KUD sebagai mata rantai perekonomian desa pada era Orde Baru perlu direkayasa ulang (reengineering), bukan revitalisasi.

Posturnya harus ditata kembali sesuai dengan kebutuhan masa kini, misalnya bagaimana KUD gaya baru punya program pengembangan kapasitas kelembagaan.

Bisa saja KUD berubah sama sekali menjadi sebuah koperasi serba usaha (KSU) dengan menghilangkan nama “KUD” atau bahkan berubah menjadi koperasi simpan pinjam (KSP).

Hal itu sah dilakukan selama anggota setuju dalam forum rapat anggota. Bukan KSP atau KSU yang ditentukan oleh siapa yang sahamnya besar, tetapi oleh kedaulatan tertinggi dalam koperasi yaitu rapat anggota.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 10 Juli 2023. Penulis adalah dosen di Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya