SOLOPOS.COM - Ivan Indra Kesuma (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Bing  Beng Bang / Yok kita ke Bank // Bang Bing Bung / Yok kita nabung // Tang Ting Tung hey, jangan dihitung / Tahu tahu kita nanti dapat untung…

Kutipan lirik lagu Menabung ciptaan Titiek Puspa itu sederhana, tapi memuat pesan mendalam. Lagu itu dibawakan dengan ceria. Substansi syair lagu itu kalau benar-benar diterapkan dalam kehidupan memang bisa memunculkan kebahagiaan.

Promosi Moncernya Industri Gaming, Indonesia Juara Asia dan Libas Kejuaraan Dunia

Banyak masyarakat Indonesia yang menabung dengan tekun dan sabar agar bisa mewujudkan keinginan maupun mimpi membeli barang atau kebutuhan lain. Menabung juga menjadi salah satu cara masyarakat Indonesia mengumpulkan sedikit demi sedikit uang hingga belasan tahun untuk menunaikan ibadah haji.

Menabung menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bermakna menyimpan uang di celengan, pos, bank, dan sebagainya. Masyarakat Indonesia menyimpan uang atau menabung di berbagai tempat. Ada yang di celengan, bank, bahkan ada pula yang menyimpan di batang bambu.

Menabung di semua tempat tersebut ada risikonya. Menabung uang kertas di celengan berisiko dimakan rayap. Kasus ini sering terjadi. Menabung di bank tidak lepas dari risiko. Dari sekian tempat tersebut, menabung di bank direkomendasikan banyak pihak.

Pemerintah menganjurkan masyarakat Indonesia menyimpan uang di bank. Menabung di bank relatif lebih aman karena, dengan segala risikonya, pemerintah menjamin simpanan nasabah seperti diatur dalam Undang-undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).

Undang-undang itu menyatakan pemerintah melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjamin simpanan nasabah bank yang menjadi peserta LPS. Pemerintah melalui LPS juga melindungi dana masyarakat di perusahaan asuransi.

Urusan menabung memang menjadi hak masing-masing orang. Setiap orang bebas memilih di mana tempat mereka menabung. Menabung mengedukasi orang lebih bijak dalam mengelola keuangan pribadi maupun keluarga. Menyisihkan sebagian penghasilan untuk kebutuhan yang sangat mendesak di kemudian hari.

Harapan dari kebiasaan ini adalah orang tidak terjebak dan terjerat utang, misalnya  pinjaman online (pinjol). Kasus utang di pinjol yang saat ini kerap terjadi biasanya dilatarbelakangi hedonisme dan konsumtif.

Berutang bukan untuk kebutuhan primer, tetapi demi kesenangan dan kepuasan sesaat. Berutang di pinjol dilakukan banyak anak muda yang doyan jajan dan mencari kesenangan sesaat.

Imbasnya bukan cuma depresi dna stres karena tidak bisa melunasi utang. Orang bisa melakukan kejahatan demi melunasi utang. Belakangan muncul berbagai kasus pembunuhan berlatar belakang utang pinjol.

Pinjol seolah-olah menjadi magnet baru bagi masyarakat sebagai jalan pintas menyelesaikan kebutuhan hidup. Minimnya literasi membuat orang mudah gelap mata. Fenomena ini menunjukkan perlunya intervensi berbagai pihak memberikan literasi keuangan kepada masyarakat.

Masyarakat juga perlu diajak belajar berinvestasi secara aman, bukan hanya menabung. Ada beragam cara berinvestasi, misalnya saham. Pemerintah dan stakeholders lain juga perlu lebih giat memberikan literasi keuangan seputar investasi kepada masyarakat.

Investasi adalah cara lain mengelola keuangan yang sifatnya bukan hanya menabung, tetapi sekaligus mendapatkan keuntungan. Selain pemerintah dan stakeholders terkait, masing-masing orang juga harus mau menambah pengetahuan, meningkatkan pemahaman dalam mengelola keuangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya