SOLOPOS.COM - Vina Eka Aristya (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Indonesia  negara agraris, tetapi pasokan pangan terus menemui tantangan dan perlu digenjot untuk menghindari krisis. Kebijakan pangan nasional mengutamakan produksi dalam negeri.

Stabilisasi pangan memerlukan pola distribusi yang dipengaruhi wilayah kepulauan, musim produksi, model kedudukan wilayah pemrosesan pangan, dan tata regulasi.

Promosi Liga 1 2023/2024 Dekati Akhir, Krisis Striker Lokal Sampai Kapan?

Produksi dalam negeri masih membutuhkan cadangan pangan dari komoditas strategis yang fundamental, sebagian berasal dari impor, terutama komoditas gandum, kedelai, dan beras. Impor gandum 2023 melonjak dan diprediksi menembus 11,5 juta ton.

Impor kedelai 2,5 juta ton digunakan untuk memenuhi kebutuhan tahunan yang mencapai 2,9 juta ton. Padi sebagai komoditas pangan utama tak luput dari risiko impor. Aliran impor beras 500.000 ton akan berbarengan dengan puncak panen raya yang mencapai stok 4,3 juta ton.

Pangan global juga terpengaruh inflasi akibat pandemi dan kelangkaan input produksi oleh perang Ukraina-Rusia. Inflasi nasional dipengaruhi keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, ketersediaan pasokan domestik, dan kebijakan nasional menjamin kredibilitas data pangan.

Bagi Indonesia, Ukraina menjadi supplier sereal terbesar kedua setelah Australia dengan share 23,3%. Rusia memegang peran sebagai eksportir pupuk terbesar dunia. Indonesia menjadikan Rusia sebagai supplier pupuk ketiga setelah Kanada dan China dengan share 14,8%.

Kebutuhan pangan diarahkan pada prinsip kecukupan jumlah, mutu, keragaman, bergizi, merata, dan terjangkau. Kebijakan pangan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk hidup sehat, aktif, serta produktif secara berkelanjutan.

Pertanian sebagai penghasil pangan utama adalah sektor resilien pada masa pandemi. Pertanian bertahan dari krisis ekonomi dan memberikan kontribusi 12% produk domestik bruto riil 2022. Pertanian terus menghadapi masalah penyusutan lahan subur, keterbatasan sumber daya air, dan perubahan iklim global.

Data Badan Pangan Dunia menunjukkan saat ini dunia harus menanggung 690 juta orang (8,9% populasi dunia) dalam kondisi kelaparan. Kegagalan produksi pertanian dan malanutrisi dihadapi banyak negara berkembang. Krisis pangan global dipicu tidak terjangkaunya harga pangan dan kelangkaan stok pangan.

Harga pangan untuk pasar rumah tangga dan industri dipengaruhi rantai pasok. Pengelolaan produksi pertanian global jangka panjang harus memastikan tercapainya swasembada pangan, memberantas kelaparan, dan promosi pertanian.

Sekitar 277 juta penduduk Indonesia pada 2023 membutuhkan bahan makanan utama yang berasal dari 32,07 juta ton produksi beras nasional. Ini meningkat 2,29% dibandingkan tahun sebelumnya. Kecepatan demografi 0,9%-1.3% per tahun akan berimplikasi pada pemenuhan pangan masa mendatang.

Padi sebagai komoditas serealia utama pada dekade mendatang memerlukan peningkatan produksi setidaknya 78% dari data saat ini yang masih berkisar 5,3 ton per hektar. Data selama tiga dekade terakhir menunjukkan tidak ada peningkatan produksi padi yang signifikan.

Area padi nasional saat ini seluas 9,7 juta hektare terus terdesak oleh fragmentasi fungsi nonpertanian. Lahan di Jawa dengan luas 7% dari total lahan nasional masih menjadi penyumbang produksi padi terbesar di Indonesia (56,4%).

Upaya mencetak sawah baru di luar Jawa hanya berhasil dilakukan di Sumatra Selatan dan Kalimantan Tengah. Masing-masing kini meningkatkan 4,69% dan 4,38% produksi beras nasional. Swasembada pangan yang berkelanjutan tidak cukup hanya mengandalkan kapasitas produksi prioritas padi.

Solusi membudayakan konsumsi bahan lokal yang kaya nutrisi, sesuai preferensi masyarakat, mudah ditanam di tanah Indonesia, cukup tersedia, beragam dapat menjadi subtitusi serealia utama. Indonesia adalah negara tropis dengan potensi plasma nutfah yang melimpah.

Pangan Utama

Status dan tren keanekaragaman hayati menjadikan Indonesia salah satu pusat megabiodiversity dengan ketersediaan 10% dari total spesies tumbuhan dunia. Beragam komoditas pangan sejak lama telah diusahakan masyarakat sebagai sumber nutrisi dan ekonomi.

Agrobiodiversitas 100 jenis pangan sumber karbohidrat, 100 jenis kacang-kacangan, 250 jenis sayuran, dan 450 jenis buah-buahan melimpah di Nusantara. Citra mengonsumsi jagung, sagu, sorgum, kentang, ubi jalar, ubi kayu, nasi merah, singkong, pisang, talas, kacang-kacangan, jamur, sukun, ganyong, suweg, gadung, gembili, uwi, labu, garut, kimpul, dan iles-iles perlu ditingkatkan dalam pola makan sehari-hari oleh setiap individu lintas generasi.

Membudayakan dan promosi konsumsi keragaman pangan oleh kaum millenial dapat mencegah rawan pangan. Diversifikasi pangan lokal diarahkan untuk mengurangi ketergantungan pada sumber karbohidrat beras serta meningkatkan ketersediaan pangan dan gizi tingkat rumah tangga.

Kearifan lokal melalui pemanfaatan sumber daya hayati yang berkelanjutan adalah upaya mencapai pasokan produk pertanian. Global Food Security Index menunjukkan Indonesia di peringkat ke-65 dunia. Posisi ketahanan pangan ditopang tiga pilar, yaitu keterjangkauan, ketersediaan, kualitas, dan keamanan.

Ketahanan pangan nasional bukan hanya berhasil oleh upaya pembangunan, namun juga penelitian pendukung sektor pertanian. Kemampuan akses seluruh penduduk terhadap pangan menjadi komponen utama yang perlu ditingkatkan.

Optimalisasi penggunaan kebun, pekarangan, kawasan pemukiman, dan lahan kurang produktif dalam menghasilkan pangan lokal mampu menumbuhkan fungsi sosioekologis ketahanan pangan. Pangan nonberas menjadi prioritas dalam Rencana Strategis Pembangunan Nasional. Kearifan lokal difokuskan pada enam pangan spesifik yakni jagung, sagu, pisang, kentang, ubi kayu/singkong, dan sorgum.

Stabilisasi pasokan dan disparitas harga pangan menjadi isu dalam menjaga pangan yang memadai bagi masyarakat. Efisiensi distribusi pemasaran makanan pokok dilakukan dengan memperpendek rantai pasok. Diversifikasi pangan lokal berperan mengatasi fluktuasi harga.

Bank Dunia menunjukkan data tingginya biaya produksi pertanian dan mahalnya harga beras Indonesia. Struktur ongkos usaha tani padi memperlihatkan setiap kilogram gabah yang dihasilkan memerlukan biaya Rp2.925. Komponen terbesar ialah upah tenaga kerja (48,8%).

Penguasaan lahan menjadikan biaya tidak efisien karena 86% petani hanya memiliki sekitar 0,5 hektare lahan. Konsumen harus membayar harga beras yang lebih tinggi 28% dibandingkan negara Asia Tenggara lain akibat kebijakan harga dan perdagangan dalam negeri.



Memopulerkan sumber karbohidrat alternatif dapat dilakukan masif sesuai potensi wilayah dan preferensi masyarakat. Strategi diverisifikasi pangan penting untuk pemenuhan domestik, stabilitas harga pangan, peningkatan kesadaran kesehatan masyarakat, dan swasembada pangan berkelanjutan.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 9 Maret 2023. Penulis adalah peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya