SOLOPOS.COM - Agus Kristiyanto (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Hari  Olahraga Nasional (Haornas) yang diperingati 9 September 2023 adalah hari istimewa bagi bangsa Indonesia. Haornas diperingati sebagai ”ritual tahunan” sejak terbitnya Keputusan Presiden Nomor 67 Tahun 1985 tentang Hari Olahraga Nasional.

Pencanangan Haornas dilaksanakan pada tanggal 9 September 1983 di Stadion Sriwedari, Kota Solo. Pencanangan sebagai langkah awal penguatan panji olahraga nasional: memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat.

Promosi Skuad Sinyo Aliandoe Terbaik, Nyaris Berjumpa Maradona di Piala Dunia 1986

Panji olahraga adalah ”bidang tumpu” untuk peningkatan, pembinaan, dan perkembangan olahraga secara berlanjut serta berkelanjutan. Sekait dan seikat dengan hal tersebut, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2022 memunculkan nomenklatur baru yang dikenal sebagai lingkup olahraga masyarakat.

Olahraga masyarakat adalah metamorfoisis olahraga rekreasi yang tertuang dalam undang-undang sebelumnya. Olahraga setidaknya dikenal dalam tiga lingkup, yakni olahraga pendidikan, olahraga prestasi, dan olahraga rekreasi.

Lingkup yang lain tidak berubah, namun olahraga rekreasi kemudian bermetamorfosis menjadi olahraga masyarakat. Metamorfosis mengacu pada hasil kajian lengkap dari aspek filosofis,  historis, yuridis, akademis, bahkan politis.

Perubahan yang membawa konsekwensi tuntutan beradaptasi dengan situasi yang berkembang,  teknologi, dan perilaku masyarakat yang berkembang, termasuk perkembangan baru dalam ranah kebijakan makro keolahragaan.

Fakta Empiris

Berdasarkan hasil Laporan Nasional Sport Development Index (SDI) 2021-2022, tujuan utama masyarakat Indonesia berolahraga adalah menjadi atlet (9,8%), menjaga kesehatan (50,0%),  mengurangi stres (10,2%), bersosialisasi (3,3%), mendapatkan tubuh ideal (6,0%), bergembira (12,2%), solidaritas (2,2%), menerima tantangan (0,8%), mendapatkan hadiah (1,4%), lainnya (4,0%).

Tujuan utama adalah penempatan skala prioritas responden dalam penetapan tujuan berolahraga. Hampir 90% masyarakat memiliki tujuan berolahraga sebagaimana tujuan pada lingkup olahraga masyarakat. Hasil proses pembangunan lingkup olahraga masyarakat  masih jauh panggang daripada api.

Pertama, fakta empirik bahwa masyarakat Indonesia masih tergolong malas bergerak. Standford University telah memetakan negara di dunia berdasarkan tingkat kemalasan gerak. Dengan menggunakan parameter rata-rata langkah per hari, sebuah negara dapat dikategorikan dengan warna-warna indikator.

Negara dengan warna biru adalah negara yang memiliki rata-rata langkah per hari di atas 6.000, berwarna kuning adalah negara dengan rata-rata sekitar 5.000 langkah per hari. Indonesia termasuk berwarna merah, termasuk negara yang rata-rata langkah per hari hanya sekitar 3.000.

Jumlah langkah per hari dapat digunakan sebagai indikator termudah untuk mendeteksi potret kecukupan aktivitas fisik. Kedua, tingkat partisipasi olahraga masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki habituasi berolahraga yang cukup baik, namun habituasi tersebut belum memenuhi kriteria partisipatif.

Data Badan Pusat Statistik atau BPS menunjukkan sebanyak 68 % penduduk berolahraga rutin, tetapi cuma sepekan sekali. Seseorang dikatakan partisipatif ketika berolahraga dengan frekuensi minimal tiga kali per pekan dengan intensitas ringan-sedang.

Komposisi masyarakat partisipatif Indonesia baru sebesar 31%. Terdapat 6% masyarakat Indonesia yang berhasil memiliki kesempatan berolahraga rutin tujuh hari per pekan. Mereka adalah orang-orang yang memang sudah mengamalkan pemeo ”tiada hari tanpa olahraga”.

Ketiga, kebugaran masyarakat Indonesia masih dalam katagori buruk. Dalam survei yang pernah saya lakukan di Provinsi Jawa Tengah ada hasil yang memprihatinkan. Analisis indeks kebugaran jasmani versi Sport Development Index (SDI) menggunakan konstanta maksimum Vo2 maks sebesar 52,1 ml/kgbb/menit dan konstanta minimum 20,1 ml/kgbb/menit.

Dari s sampel sebanyak 2046 orang di 10 kabupaten/ kota, rata-rata indeks kebugaran jasmani Jawa Tengah adalah 0,29. Artinya angka kebugaran masyarakat adalah 29% dari konstanta maksimum, walaupun angka tersebut sudah berada di atas rata-rata nasional, yakni 24%.

Keempat, tingginya prevalensi obesitas pada masyarakat perkotaan maupun di perdesaan di Indonesia. Obesitas adalah sebuah fenomena permukaan akibat berbagai faktor, termasuk ”budaya miskin gerak”. Ancaman miskin gerak masih terjadi seiring dengan toleransi berkesinambungan perilaku ”era rebahan” yang terbentuk sepanjang masa pandemi Covid-19.

Prevalensi obesitas mencerminkan fenomena sosial-kesehatan yang berhubungan dengan syndrome metabolic di masyarakat. Obesitas menjadi pintu masuk penyebab aneka penyakit tidak menular yang lainnnya, seperti hipertensi, jantung koroner, diabetes melitus, serta berbagai gangguan sosial dan hambatan produktivitas.

Riset kesehatan dasar tahun ini mencatat kasus obesitas di Indonesia sebesar 15,3 %. Ironisnya, fenomena obesitas terjadi di kota maupun di desa. Artinya, obesitas adalah satu sisi mata uang dengan fakta fenomena ”miskin gerak” di masyarakat kota maupun desa.

Adaptasi

Reorientasi dalam membangun olahraga masyarakat adalah opsi adaptasi yang tidak terhindarkan. Adaptasi perilaku secara personal maupun kolektif terkait perkembangan generasi teknologi terbaru. Berbagai perilaku terdisrupsi (punah) dan tergantikan oleh perilaku lain yang timbul akibat adaptasi tersebut.

Reorientasi juga merupakan jalan keluar yang perlu ditempuh berdasarkan fakta empiris sebagaimana telah diuraikan. Reorientasi juga diperlukan karena perubahan nomenklatur olahraga rekreasi menjadi olahraga masyarakat.

Berbasis masyarakat era baru untuk lebih ”mengolahragakan masyarakat olahraga” serta ”memasyarakatkan olahraga masyarakat”. Pertama, olahraga masyarakat mengalami perubahan dalam hal perluasan (elaborasi) dimensi tujuan yang telah terkait pada capaian esensi kesejahteraan olahraga yang lebih komprehensif.

Olahraga masyarakat memiliki tujuan yang tidak sebatas kesehatan, kebugaran, dan kegembiraan, melainkan mengarah juga pada penguatan ketahanan nasional, pelestarian budaya, serta akselerasi bagi pertumbuhan perekonomian.

Orientasi olahraga masyarakat lebih bersifat multidimensi dibandingkan olahraga rekreasi. Olahraga ditumbuhkan menjadi wadah berseminya nilai kohesivitas sosial dan meramu keunggulan kekayaan budaya serta menumbuhkan ekonomi berbasis olahraga dalam arti yang seluas-luasnya.

Kedua, secara esensial olahraga masyarakat mengundang masyarakat secara lebih lengkap dan proaktif dalam memenuhi kondisi sehat dan bugar melalui olahraga. Jika olahraga rekreasi sekadar berisi perilaku instrumental yang bertujuan memeproleh sehat dan bugar, olahraga masyarakat melengkapinya dengan dimensi lain.



Menambahkan dimensi lain dari proses pemerolehan kesehatan dan kebugaran, yakni mempertahankan, memulihkan, dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran. Kesehatan dan kebugaran akan menjadi hak milik semua orang dalam berbagai kondisi. Artinya, olahraga masyarakat berada di wilayah promotif, rehabilitatif, dan revitalisasi.

Ketiga, olahraga masyarakat mengajarkan mindset publik tentang ”relaksasi” yang perlu digeser dari paradigma ”berolahraga pada waktu luang” menuju ”meluangkan waktu untuk berolahraga”. Dari aktivitas rekreatif yang bersifat pasif manja menuju ke aktif bergembira yang menghasilkan aneka keuntungan majemuk secara fisik, mental, sosial, maupun ekonomi.

Juga menggeser paradigma dari sekadar urusan personal ke urusan komunal, sosial, dan komersial. Perubahan mindset sangat menentukan keberhasilan proses reorientasi membawa olahraga rekreasi terakselerasi naik kelas menjadi olahraga masyarakat.

Reorientasi olahraga masyarakat dilakukan karena lingkup olahraga tersebut memiliki fungsi modulator untuk menghubungkan dengan tujuan utama Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) yang terintegratif.

Olahraga masyarakat memang bukan terminal tujuan akhir dari kebijakan nasional tersebut, tetapi olahraga masyarakat justru menjadi sangat penting karena menjadi jembatan emas yang menghubungkan pergerakan modal sosial olahraga menuju terminal itu.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 11 September 2023. Penulis adalah guru besar Bidang Analisis Kebijakan Pembangunan Olahraga dan Pendidikan di Fakultas Keolahragaan Universitas Sebelas Maret)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya