SOLOPOS.COM - Jafar Sodiq Assegaf (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Seorang lelaki warga Lampung, Aulia Rakhman, 33, kini tengah menghadapi masalah. Laki-laki yang diidentifikasi sebagai komika atau komedian stand up itu ditetapkan sebagai tersangka setelah materi humornya viral di berbagai platform media sosial.

Aulia tampil dalam sebuah acara yang digelar salah seorang calon presiden di Kafe Bento, Lampung, sekitar satu pekan lalu. Acara yang disiarkan langsung oleh salah satu televisi swasta nasional ini mendapat perhatian yang lebih luas setelah potongan videonya beredar dan diolah menjadi meme.

Promosi Isra Mikraj, Mukjizat Nabi yang Tak Dipercayai Kaum Empiris Sekuler

Akibat perkataan dalam materi humor yang disampaikan dalam acara itu, Aulia kini menyandang status tersangka penistaan agama. Sebuah tuduhan yang berat untuk perkataan yang bisa dengan enteng disampaikan kepada publik.

Ini bukan kali pertama komedi atau sebuah lelucon menjadi persoalan hukum. Komika Mamat Alkatiri beberapa kali memperoleh masalah lantaran lelucon yang dia sampaikan. Salah satu yang cukup terkenal adalah saat Mamat Alkatiri dilaporkan oleh politikus Partai Nasdem Hillary Lasut.

Mamat beruntung kasus ini tak berlanjut. Komedian Uus juga pernah tersandung kasus penistaan agama. Lekaki bernama asli Rizky Firdaus itu pernah dirisak dan diboikot oleh hampir semua stasisun televisi lantaran menyindir salah seorang ulama terkenal.

Beda dengan Aulia dan Mamat, Uus memperoleh masalah karena materi guyon di Twitter, sekarang X. Meski begitu, kasus Uus berakhir damai setelah sang komika akhirnya mendatangi Majelis Ulama Indonesia untuk tabayun.

Kasus besar lainnya adalah Coki Pardede dan Tretan Muslim. Kasus yang ini terbilang unik lantaran muncul dari sebuah video memasak di Youtube. Ide usil Tretan Muslim dengan menggabungkan daging babi dan sari kurma membuat banyak orang marah.

Kemarahan itu membesar lantaran sang patner, Coki, terbahak-bahak dalam video itu. Coki ujungnya dianggap mengejek syariat Islam. Kasus ini membuat dua komika tersebut kehilangan banyak pekerjaan dan harus vakum selama dua bulan.

Selain komika-komika yang disebutkan tadi, ada beberapa komika lain yang pernah terjerat masalah seperti Pandji Pragiwaksono, Kiky Saputri, Ernest Prakasa, dan Ge Pamungkas.

Sebetulnya cukup sulit sebuah lelucon bisa benar-benar tidak menyinggung karena pada dasarnya setiap lelucon selalu punya korban. Komedian Komeng yang hampir tak pernah tersentuh kasus bisa menyinggung netizen gara-gara cuitannya.

Grup Srimulat dan Warkop DKI dengan komedi slapstick juga pernah berurusan dengan ketersinggungan. Pada perkembangannya, para komedian ini nyatanya banyak belajar dari keadaan.

Ada ungkapan yang cukup populer di kalangan komedian stand up,  yaitu offense is taken, not given. Ungkapan komika Ricky Gervais ini kurang lebih maknanya adalah bahwa ketersinggungan itu adalah sebuah keputusan batin sebagai penonton atau pendengar untuk menentukan sikap selanjutnya, apakah akan tersinggung atau tidak.

Bisa saja sebuah komedi membahas hal-hal remeh yang sepertinya tidak menyinggung, tapi ada saja yang tersinggung. Bisa pula komedi membahas sebuah tragedi besar, tapi orang menerimanya begitu saja. Semua tergantung pada bagaimana kita menerimanya.

Oleh karena itu, penting bagi setiap orang tahu bagaimana sebuah lelucon itu ditempatkan. Setiap lelucon selalu punya tempat. Banyak komika yang kini sangat selektif dalam mengambil panggung.

Contoh paling konkret adalah perusahaan komedi dan kreatif Majelis Lucu Indonesia (MLI). Perusahaan yang bergerak di bidang talent development ini benar-benar selektif dalam menggelar acara komedi.

Dalam acara yang diselenggarakan, MLI selalu melarang penonton untuk merekam acara utama. Ada beberapa acara yang mengharuskan penonton masuk dengan tanpa membawa telepon seluler atau ponsel.

MLI sepertinya sadar bahwa tidak semua jenis komedi harus diperdengarkan kepada banyak orang. MLI juga dikenal dengan jenis komedi “mengganggu pikiran” yang sering menyentuh topik-topik sensitif.

Cara seperti yang dilakukan MLI ini juga  jamak dilakukan penampil lain di panggung stand up comedy. Dan cara ini terbukti efektif. Komika Abraham Tino, Iqbal Qutul, dan Rindradana dikenal dengan komedi gelap.

Panggung komedi mereka selama bertahun-tahun diisi dengan topik-topik sensitif yang membikin panas telinga, tapi tak satu pun dari mereka yang terjerat kasus hukum karena ketersinggungan seseorang atau pihak tertentu.

Komedian Adriano Qalbi juga sering menyampaikan gagasan tentang topik-topik sensitif, namun di platform yang tidak diakses banyak orang. Kembali pada kasus komika Aulia Rakhman, lelucon yang dilontarkan lelaki ini sulit untuk dibela.

Setidaknya jika mencermati maksudnya, mungkin kita bisa sedikit maklum. Poin terberat dari pernyataan Aulia Rakhman adalah perkatan yang menyinggung persepsi orang tentang nama seorang nabi.

Setiap nama adalah harapan, setiap nama adalah doa. Nama tertentu bisa membawa kita untuk membayangkan sebuah kedudukan tertentu. Nama-nama tokoh besar, apalagi nama nabi, tentu harus dijaga bobot kemuliaannya.

Pada kenyataannya tidak semua orang bisa menjaga “nama” yang dia sandang. Karena itulah ada istilah “keberatan nama” atau kabotan jeneng. Dari sudut pandang ini sebetulnya kita bisa mengerti apa yang dimaksud.

Ketika dilihat dari bagaimana cara Aulia Rakhman menyusun kata-kata, kita dapat menilai bahwa humornya memang dangkal dan tidak dikembangkan secara kreatif. Lebih parah lagi, maksud dari lelucon itu tidak tersampaikan dengan baik kepada masyarakat.



(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 18 Desember 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya