SOLOPOS.COM - Ginanjar Saputra (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Pada dekade 1990-an hingga dekade awal 2000-an sekolah negeri masih menjadi tempat pendidikan favorit bagi kebanyakan orang di Indonesia. Itu dulu mungkin berlaku untuk semua jenjang, dari pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan dasar, pendidikan menengah, hingga pendidikan tinggi.

Sekarang sekolah swasta seakan-akan mulai mengalahkan sekolah negeri untuk menjadi favorit, terutama yang mulai terlihat adalah pada jenjang PAUD hingga sekolah dasar (SD).

Promosi Vonis Bebas Haris-Fatia di Tengah Kebebasan Sipil dan Budaya Politik yang Buruk

Ini merupakan tren yang menarik, namun juga cukup menyedihkan bagi sekolah negeri. Beberapa tahun terakhir banyak berita yang mengabarkan sekolah negeri ditutup karena kekurangan murid.

Sebagai contoh, pada tahun ajaran baru 2023/2024 ada tujuh SD negeri di Kota Solo yang kekurangan murid baru.  SDN 1 Nayu Barat hanya mendapat sembilan murid baru, SDN 5 Sumber enam murid baru, SDN Carangan lima murid baru, SDN Pringgolayan lima murid baru, SDN Yosodipuro lima murid baru, SDN 1 Bumi tiga murid baru, dan SDN Tumenggungan hanya mendapatkan seorang murid baru.

Dari sini timbul pertanyaan, ke mana perginya ana-anak calon murid-murid baru itu? Kenapa mereka tidak mendaftar di sekolah-sekolah negeri itu? Benarkah sekolah swasta mulai menggerus popularitas sekolah negeri?

Ditinjau dari segi biaya tentu sekolah negeri lebih terjangkau karena banyak mendapatkan subsidi serta bantuan dari pemerintah. Tentu banyak faktor yang memengaruhi pilihan orang tua menyekolahkan anak-anak mereka.

Sering pengelola sekolah negeri mengakui kalah saing dengan sekolah swasta. Belum lagi ditambah peraturan zonasi sekolah negeri yang membuat orang tua murid ogah ribet dan langsung memasukkan anak-anak mereka ke sekolah swasta.

Ditambah lagi kini citra serta reputasi sekolah swasta semakin ciamik di mata para orang tua calon murid. Sekolah swasta dianggap memiliki infrastruktur serta tenaga pengajar yang lebih mumpuni dibanding sekolah negeri.

Ini memicu anggapan sekolah swasta memiliki pendekatan pembelajaran yang lebih personal. Guru sekolah swasta dianggap dapat memberikan perhatian yang lebih intensif kepada setiap murid sehingga membantu mereka mengembangkan potensi.

Sekolah swasta juga cenderung memiliki fleksibilitas lebih luas dalam merancang kurikulum dan metode pembelajaran. Mereka dapat menyesuaikan program pendidikan dan pengajaran dengan perkembangan terkini dalam dunia pendidikan, menciptakan lingkungan belajar yang dinamis, dan relevan bagi para murid.

Banyak sekolah swasta memiliki fasilitas yang lebih baik dan beragam kegiatan ekstrakurikuler. Hal ini menciptakan lingkungan belajar yang lebih menarik dan menyenangkan bagi murid, membantu mereka berkembang bukan hanya dalam bidang akademis, tetapi juga dalam aspek lainnya.

Dengan beragam aspek itu, beberapa sekolah swasta berhasil membangun reputasi yang kuat dalam memberikan pendidikan berkualitas. Reputasi ini menjadi faktor penentu bagi banyak orang tua dalam memilih sekolah untuk anak-anak mereka.

Sekolah swasta sekarang sering menjadi rebutan para orang tua untuk memasukkan anak mereka. Banyak sekolah swasta pada jenjang PAUD, TK, dan SD yang membuka pendaftaran jalur “pesanan” hingga setahun sebelum tahun ajaran baru dibuka.

Sebagian orang tua rela membelanjakan uang lebih banyak untuk menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah swasta karena dianggap memiliki reputasi yang lebih ciamik.

Pergeseran preferensi dari sekolah negeri ke sekolah swasta pada tingkat PAUD, TK, dan SD mencerminkan perubahan pola pikir masyarakat terhadap pendidikan. Ini bukan berarti bahwa sekolah negeri kehilangan relevansi, namun keberhasilan sekolah swasta memberikan pengalaman pendidikan yang lebih personal, berkualitas, dan terkini membuat mereka menjadi pilihan utama bagi banyak orang tua.

Ketika yayasan pendidikan swasta banyak yang berhasil membangun reputasi seperti itu, bukan mustahil sekolah negeri pada jenjang berikutnya, seperti SMP, SMA, bahkan perguruan tinggi juga akan kalah bersaing dalam hal menggaet para calon murid baru atau calon mahasiswa baru.

Ini hanya soal waktu, cepat atau lambat. Kapan sekolah negeri berbenah membangun kembali reputasi? Kapan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi menyadari sekolah negeri makin sepi peminat?

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 27 Desember 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya