SOLOPOS.COM - Sri Herwindya Baskara Wijaya (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Sebagai  organisasi dengan sedikitnya 30 juta orang pengikut, lebih dari 12.000 amal usaha di bidang pendidikan, kesehatan dan filantropi, total kekayaan lembaga lebih dari Rp320 triliun, serta beragam misi kemanusiaan di dalam dan di luar negeri cukup menjadi bukti Muhammadiyah adalah organisasi Islam besar dan berpengaruh di dunia.

Banyak pihak mengakui prestasi ini dan membuktikan perkataan pendiri Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan, yang pernah memproyeksikan suatu saat Muhammadiyah akan menjadi besar. Kebesaran Muhammadiyah ini sebagai bukti kebenaran tafsir jenius dan progresif Sang Pencerah, K.H. Ahmad Dahlan, dalam menginternalisasi, memaknai, dan mengimplementasikan Islam yang rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil alamin).

Promosi Nusantara Open 2023: Diinisiasi Prabowo, STY Hadir dan Hadiah yang Fantastis

Ada satu masukan konstruktif terhadap bidang garap Muhammadiyah selama ini yang dianggap masih belum optimal, yakni sektor ekonomi. Pentingnya penguatan sektor ekonomi oleh Persyarikatan Muhammadiyah setidaknya didasarkan atas sejumlah pertimbangan.

Pertama, hingga memasuki usia 110 tahun sejak berdiri pada 1912, kiprah Muhammadiyah lebih banyak bergerak di bidang pendidikan, kesehatan, dan filantropi. Dunia internasional mengakui prestasi Muhammadiyah ini.

Dari sekian puluh ribu amal usaha Muhammadiyah, jumlah amal usaha yang bergerak di sektor ekonomi masih terbatas seperti di sektor pendirian jasa keuangan mikro, gerai swalayan, penerbitan pers, dan percetakan.

Hingga 2021, di sektor pengembangan ekonomi, Muhammadiyah baru memiliki 347 baitul maal wa tamwil (BMT), 26 bank perkreditan rakyat syariat (BPRS), dan 128 gerai swalayan. Jumlah ini terpaut cukup jauh dengan amal usaha lain yang per 2021 mencapai 10.729 lembaga pendidikan (TK/TPQ, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK, pondok pesantren, SLB) dan 2.119 lembaga kesehatan (rumah sakit, klinik kesehatan) (Wijaya, 2022).

Jika sektor ekonomi digarap lebih serius dan masif, manfaat bukan hanya bagi internal Muhammadiyah, namun juga bagi masyarakat luas, terutama kaum mustad’afin (miskin, lemah, dan terpinggirkan) yang menadapat kebaikan, manfaat, dan berkah dari peran sosial ekonomi-kemanusiaan Muhammadiyah, nasional maupun global.

Kedua, dunia Islam belum sepenuhnya menjadi pemain utama sektor ekonomi. Majalah Forbes merilis daftar 10 orang terkaya di dunia tahun 2022, tidak ada seorang pun dari kalangan muslim masuk di dalamnya. Forbes juga mengungkap nama 2.668 orang paling kaya di dunia pada 2022 ini, sebagian besar berasal dari Amerika Serikat (AS).

Negara-negara Islam dan yang berpenduduk mayoritas muslim sebagian besar masih berkubang dalam keterbatasan di sektor ekonomi. Dari 57 anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) [dulu bernama Organisasi Konferensi Islam], hanya tujuh negara (12,3%) yang dimasukkan dalam daftar negara berpenghasilan tinggi (pendapatan per kapita lebih dari US$12.375 per tahun) seperti Uni Emirat Arab (UEA), Arab Saudi, Qatar, Kuwait, Bahrain, Brunei Darussalam, Oman.

Meski berpenghasilan tinggi, tujuh negara Islam  ini menurut pengategorian International Moneter Fund (IMF) dimasukkan dalam daftar negara berkembang, bukan negara maju. Jika mengacu pada kriteria United States Trade Representative (USTR), disebut sebagai negara kategori maju jika memiliki produk domestik bruto (PDB) per kapita  US$2.375 per tahun.

Sebanyak 50 negara anggota OKI lainnya (87,7%) masuk dalam daftar kategori negara berkembang atau berpenghasilan menengah (pendapatan per kapita lebih dari US$3.856-US$11.905 per tahun) dan negara miskin atau berpenghasilan rendah (pendapatan per kapita kurang dari US$3.856 per tahun) (Nurhasinah, 2022).

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia pada 2021 masuk dalam daftar negara berkembang dengan pendapatan per kapita lebih dari US$4.349 per tahun (Anggela, 2022). Ketiga, secara global kesenjangan ekonomi penduduk kaya dengan penduduk miskin tergolong masih tinggi.

Laporan Kesenjangan Dunia 2022 (World Inequality Report 2022) yang dirilis World Inequality Lab, Paris School of Economics, 7 Desember 2021, menyoroti ketimpangan ekonomi yang melebar. Laporan ini menyebut orang terkaya yang mencakup 10% populasi dunia menguasai 76% keseluruhan kekayaan (NHK, 8/2/2022).

WIR 2022 mencatat 62,2 juta penduduk dunia (<1% populasi dunia) memiliki kekayaan minimal US$1 juta atau rata-rata kekayaan US$2,8 juta per orang. Total kekayaan miliuner dan triliuner ini pada 2021 mencapai US$174 triliun atau setara dengan 7,5 kali produk domestik bruto (GDP) Amerika Serikat (AS) atau 158 kali GDP Indonesia.

Di Indonesia, pada 2021 rata-rata pendapatan nasional berdasarkan paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP) mencapai Rp69 juta. PPP kelompok 50% terbawah (sekitar 135 juta orang) rata-rata Rp17,1 juta dan memiliki kekayaan rata-rata hanya Rp8,3 juta atau setara 5,5% dari total kekayaan nasional.

PPP kelompok 10% teratas (sekitar 27 juta orang) rata-rata mendapat Rp331,6 juta atau 19 kali lipat dari kelompok terbawah dan memiliki kekayaan rata-rata Rp450 juta dan menguasai pangsa kekayaan 80%. Kelompok 1% teratas (sekitar 2,7 juta orang) memiliki kekayaan rata-rata Rp2,2 miliar dan menguasai porsi 29,4% dari total kekayaan nasional (Kompas, 14/12/2021).

Prospektif

Keempat, peluang pengembangan sektor ekonomi domestik maupun global masih sangat terbuka lebar, terutama di sektor ekonomi digital, ekonomi syariat, dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Beberapa peluang sektor ini dapat dimanfaatkan Muhammadiyah untuk memperkuat basis kekuatan ekonomi melalui berbagai amal usaha yang bergerak di sektor ekonomi.

Meski publik mengetahui Muhammadiyah dikenal sebagai ormas Islam yang tajir dengan nilai aset kekayaan organisasi sedikitnya Rp320 triliun, hal ini dianggap belum cukup untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi umat, bangsa, dan kemanusiaan.

Muhammadiyah memiliki aset tanah 20,9 juta meter persegi. Kiranya dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin, termasuk dalam rangka pengembangan sektor ekonomi. Ekonomi digital di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara. Nilai ekonominya pada tahun 2021 sekitar US$70 miliar dan diperkirakan mampu mencapai US$146 miliar pada 2025.

Nilai transaksi e-commerce Indonesia mencapai Rp401,25 triliun dengan volume transaksi 1,73 miliar (Kemenkeu, 2022). Indonesia juga tercatat sebagai negara dengan jumlah pengguna bank digital terbanyak kedua di dunia per Oktober 2021 setelah Brasil (32,08%) dan diproyeksikan mencapai 39,02% pada 2026 menurut hasil riset Finder, lembaga riset ekonomi berbasis di New York, Amerika Serikat (Karnadi, 2021).

Potensi ini didukung jumlah pengguna Internet di Indonesia yang pada 2022 mencapai 210 juta orang (77%) dan jumlah pengguna media sosial 243,1 juta orang (89,15%) dari total populasi penduduk Indonesia 272,7 juta jiwa (APJII, 2022). Data Digital Report 2022 menyebut per Januari 2022 jumlah pengguna Internet mencapai 4,95 miliar orang (62,5%) dan jumlah pengguna media sosial aktif mencapai 4,62 miliar orang dari total populasi dunia 7,91 miliar jiwa (We Are Social, 2022).

Sektor ekonomi syariat punya prospek bagus. Hal ini terlihat dari indeks inklusi keuangan yang meningkat dengan total aset keuangan syariat pada 2020 senilai US$99 miliar. Islamic Finance Development Indicator (IFDI) menobatkan industri keuangan syariat Indonesia terbaik kedua di dunia pada 2021 dengan 76 poin (di bawah Malaysia dengan 114 poin).

The Global Islamic Economy Indicator dalam State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2022 mencatat Indonesia secara global menduduki posisi kedua dalam sektor halal food, posisi keenam di sektor keuangan syariat, posisi ketiga dalam modest fashion, posisi kesembilan dalam farmasi dan kosmetik halal, serta akselerasi di sektor digitalisasi sertifikasi halal, fintech syariat, dan start up syariah.

Potensi ini didukung populasi muslim dunia yang pada 2021 mencapai 1,91 miliar jiwa (24%, WPR, 2021) serta jumlah muslim di Indonesia 231,06 juta jiwa (86,7%, RISSC, 2022) sebagai pangsa pasar terbesar dan utama ekonomi syariat. Sektor UMKM juga memiliki perkembangan yang prospektif.



Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, jumlah UMKM pada 2021 mencapai 64,2 juta (atau 99% dari  jumlah pelaku usaha di Indonesia) dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 61,07% atau senilai Rp8.573,89 triliun.

Pada 2024 kontribusi UMKM terhadap PDB ditargetkan naik menjadi 65%. Kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia meliputi kemampuan menyerap 97% (116 juta) dari total tenaga kerja serta dapat menghimpun sampai 60,4% dari total nilai investasi (Nurhaliza, 2022).

Pemerintah mendorong UMKM Indonesia agar bisa lebih intensif menyasar ke lima negara tujuan ekspor terbesar Indonesia, yakni China (US$27,89 miliar), Amerika Serikat (US$14,76 miliar), India (US$11,41 miliar), Jepang (US$10,82 miliar), dan Malaysia (US$6,99 miliar).

Muhammadiyah adalah organisasi besar yang secara moral diharapkan terus terlibat aktif dalam penyelesaian berbagai persoalan trisula juang persyarikatan, yakni keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan.

Dengan menguuhkan amal usaha di bidang ekonomi, Muhammadiyah akan bisa berbuat lebih banyak lagi untuk kebaikan umat manusia. Muhammadiyah diharapkan kian mengukuhkan amal usaha di sektor ekonomi yang dapat ikut menjawab berbagai problem ekonomi masyarakat.

Muktamar ke-48 Muhammadiyah pada 18-20 November 2022 di Kota Solo hendaknya menjadi forum terbaik bagi komunitas ini dalam merumuskan kerja-kerja kemanusiaan melalui penguatan sektor ekonomi.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 4 November 2022. Penulis adalah dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya