SOLOPOS.COM - Polisi menggeledah rumah kontrakan pegawai PT KAI Danan Jaya Erbening, 28, di Perumahan Pesona Anggrek, Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Jawa Barat, Senin (14/8/2023). Danan Jaya dituduh terlibat jaringan terorisme. (Istimewa)

Beberapa pekan terakhir Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri mengungkap dan menangkap sel-sel ektremisme yang berpotensi menjalankan aksi teror. Unit antiteror ini menangkap sejumlah orang yang memiliki hubungan dengan teror bom bunuh diri yang terjadi beberapa waktu lalu.

Mereka diduga terafilisasi dengan gerakan ekstremisme dan terorisme. Polisi juga menyita banyak barang bukti yang menunjukkan orang-orang tersebut menyiapkan aksi teror bersenjata dan menggunakan bom.

Promosi Pemilu 1955 Dianggap Paling Demokratis, Tentara dan Polisi Punya Partai Politik

Perkembangan terbaru yang menarik perhatian adalah di antara orang yang diduga kuat terlibat kasus terorisme tersebut dan ditangkap ternyata karyawan sebuah badan usaha milik negara (BUMN).

Beberapa orang yang ditangkap sebelumnya diketahui memiliki jaringan dengan kelompok teroris dan pelaku bom bunuh diri yang terjadi beberapa waktu lalu. Mereka semua terafiliasi dengan gerakan ekstremisme-terorisme global.

Fakta ini menunjukkan sel-sel ektremisme dan terorisme belum mati di negeri ini. Sel-sel ini terus mencari cara untuk menyuburkan paham radikal ekstrem melalui berbagai cara di banyak sektor kehidupan.

Fakta ada karyawan BUMN yang ditangkap adalah bukti nyata bahwa telah terjadi pergeseran strategi jaringan teroris dalam merekrut pengikut baru. Ini harus diwaspadai, terlebih ditemukan fakta selain telah menyusupi BUMN, jaringan gerakan ekstremisme dan terorisme juga bekerja di sektor lain seperti kampus, sekolahan, dan perusahaan.

Strategi dan antisipasi tentu harus terus dijalankan dengan menyesuaikan terhadap pola perekrutan dan perkembangan sel-sel terorisme di negeri ini  dan di wilayah global.

Pencegahan terorisme harus menjadi upaya lintas sektor dan lintas batas, melibatkan pemerintah, masyarakat sipil, lembaga internasional, dan sektor swasta. Pendekatan komprehensif dapat membantu mengurangi kemungkinan terjadinya terorisme serta menjaga keamanan dan stabilitas masyarakat secara keseluruhan.

Upaya ini mesti dilaksanakan dari hulu hingga hilir, antara lain, pemberdayaan masyarakat dan komunitas, peningkatan kemampuan aparatur, perlindungan dan peningkatan sarana dan prasarana, pengembangan kajian terorisme, dan pemetaan wilayah rawan paham radikal ekstrem dan terorisme.

Hal yang tak kalah penting dalam mencegah terorisme adalah menanggulangi faktor pendorong yang kini tidak hanya urusan kemiskinan, ketidaksetaraan, dan ketidakadilan. Kini makin banyak faktor yang dapat memicu rasa frustrasi dan kemarahan yang dimanfaatkan oleh kelompok teroris.

Hal penting lainnya adalah memperhatikan kesejahteraan psikologis dengan menyediakan akses ke layanan kesehatan mental untuk individu yang rentan terhadap radikalisasi ekstrem atau yang telah terlibat dalam kelompok teroris.

Data Badan Nasional Penanggulangan Terosime atau BNPT menunjukkan beberapa tahun terakhir ektremisme dan terorisme bersifat fluktuatif, meningkat pada 2019, lalu menurun pada 2020, dan meningkat lagi pada 2022.

BNPT menyebut setidaknya membutuhkan anggaran Rp886,2 miliar pada tahun depan atau meningkat sekitar dua kali lipat dibanding pagu inisiatif Rp430 miliar. Selama ini BNPT memiliki keterbatasan hanya mampu menangani 246 orang dari total 1.400 eks narapidana terorisme di seluruh wilayah di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya