SOLOPOS.COM - Ika Yuniati (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Tepat  pada Hari Lahir Pancasila yang juga merupakan tanggal kelahiran maestro seni rupa di Kota Solo, I Gusti Nengah Nurata, Kamis (1/6/2023), sebuah ruang seni baru bernama Nurata Art House resmi dibuka di Jati, Jaten, Karanganyar.

Dalam pemaknaan saya, pembukaan galeri ini bisa menjadi pembangkit semangat baru bagi dunia seni rupa di Kota Solo—dan Soloraya secara lebih luas. Pembukaan galeri itu diawali pameran bertema Perjalanan Karya Seni Rupa I Gusti Nengah Nurata.

Promosi Pembunuhan Satu Keluarga, Kisah Dante dan Indikasi Psikopat

Pembukaan galeri itu disambut bahagia banyak pihak. Rektor Institut Seni Indonesia Solo I  Nyoman  Sukerna, kurator sekaligus pendiri OHD Museum di Magelang Oei  Hong  Djien, sejumlah perupa dan akademikus seni rupa seperti F.X. Mudji Sutrisno, dan pendiri Galeri Sangkring Art Space Yogyakarta Putu Sutawijaya hadir.

Rumah seni pribadi yang diinisiasi pada 1986 ini adalah salah satu kantong seni rupa Indonesia yang dikenal hingga lintas negara. Pemiliknya adalah perupa yang karyanya malang melintang di sejumlah pameran seni di dalam dan luar negeri sejak puluhan tahun silam.

Perjalanan Nurata Art house diawali dari Nurata Fine Art Studio pada 1986. Galeri yang menyatu dengan rumah pribadi ini terasa hangat saat dikunjungi. Sejumlah lukisan mengiasi dinding ruang tamu dan beberapa ruang lainnya.

Ada karya seni lukis, seni patung, gambar, grafis, dan sketsa yang menjadi bagian dari perjalanan penting seniman asal Bali ini. Nurata sangat berharap rumah seninya tak berhenti hanya menjadi ruang pameran.

Wujud pertanggungjawaban Nurata sebagai perupa dan pendidik formal seni rupa ini diharapkan juga menjadi tempat diskusi yang membantu para seniman terus berproses, khususnya bagi dunia seni rupa di Kota Solo.

Harapan tersebut layak didukung, apalagi beberapa tahun terakhir pergerakan seni rupa di Kota Solo kian maju. Salah satu yang cukup populer bagi kalangan muda adalah mural di koridor Jl. Jenderal Gatot Subroto di Kota Solo.

Mural di tengah kota tersebut kerap menghiasi laman media sosial para selebgram maupun influencer ketika membahasa lokasi artistik di Kota Solo. Membicarakan galeri dan ruang diskusi seni rupa, di Kota Solo ada Tumurun Private Museum yang beralamat di Jl. Kebangkitan Nasional, Laweyan.

Di galeri yang disebut museum ini ada karya gigantis milik Wedhar Riyadi yang diboyong dari ArtJog 2017. Galeri dan museum pribadi milik Iwan Kurniawan Lukminto ini punya daya tarik sangat kuat.

Hampir setiap tahun pengelola galeri dan museum ini mengadakan pameran. Tahun lalu pengelola galeri dan museum ini memboyong serangkaian kisah menarik tentang indahnya Nusantara dalam goresan lukisan perupa Hindia Belanda  dengan tema Rayuan Pulau Kelapa.

Pada akhir Mei 2023, Tumurun Private Museum mengajak masyarakat membicarakan perempuan dan ragam persoalan mereka dalam pameran bertajuk Kiwari. Galeri dan museum ini menggandeng 16 perempuan seniman membicarakan isu-isu yang dekat dengan masyarakat saat ini.

Narasi-narasi mengenai temporalitas, relasi kuasa, materialisme, spiritualitas, identitas, dan memori dibahas. Acara dibuka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Pameran itu diminati anak muda zaman kiwari. Mereka yang mau melihat pameran harus menunggu antrean panjang secara online.

Belum Selesai

Mural di jantung Kota Solo dan Tumurun Private Museum adalah sebagian modal era kiwari membangun ekosistem seni rupa yang semakin sehat di kota budaya ini. Perkembangan seni rupa tak boleh mandek hanya pada euforia, tapi harus sampai pada akar rumput dan seniman.

Seni yang sehat tentu saja bisa menghidupi idealisme dan seniman sebagai pencipta karya.  Beberapa pameran di Kota Solo masih berhenti pada menikmati karya, belum menembus level transaksi dan jual beli.

Ada mitos bahwa perupa di Kota Solo lebih berkembang ketika pindah ke kota lain, seperti Jogja, Bali, atau Bandung. Sebenarnya kalau bicara sejarah Kota Solo jelas punya darah seni yang kental.

Kota Solo pernah menjadi basis aktivitas maestro seni lukis Indonesia Basuki Abdullah. Ia dikenal sebagai pelukis istana masa Presiden Soekarno. Seniman Aditya Novali belum lama ini ”pulang kampung” dan menggelar pameran tunggal di Tumurun Private Museum.

Seniman yang punya gelar master untuk bidang conceptual design dari Design Academy Eindhoven, Belanda, pada 2008, ini dikenal di sejumlah negara tetangga. Kota Solo Solo juga menjadi tempat sejumlah kolektor lukisan militan.

Iwan Kurniawan Lukminto, misalnya, yang membuka dan mengelola Tumurun Private Museum untuk umum, adalah kolektor karya seni rupa yang berpengaruh. Sejarah seni rupa yang cukup kuat di Kota Solo juga didukung infrastruktur cukup memadai.

Di kota ini ada kampus seni, sekolah seni, dan beberapa ruang pameran yang masih belum dimaksimalkan. Galeri di Kota Solo yang paling sering digunakan selama ini hanya Taman Budaya Jawa Tengah.

Penutupan Bentara Budaya Solo atau Balai Soedjatmoko menyebabkan kota ini kehilangan salah satu simpul seni rupa sangat penting. Sejumlah upaya untuk menghidupkan ekosistem seni rupa murni di  Kota Solo sebenarnya telah dilakukan beberapa seniman dan komunitasnya sejak lama.

Saya ingat betul sekitar lima tahun lalu sejumlah anak muda membentuk komunitas dan menggelar pameran mandiri di tempat indekos, rumah, hingga rumah toko. Beberapa pegiat seni rupa membuat galeri di tengah kampung.

Wacana membuat pameran seni rupa yang besar di Kota Solo layaknya Artjog juga pernah disampaikan sejumlah perupa senior, namun sampai hari ini tak terwujud. Layaknya seni lain yang mendapatkan tempat di benak pencintanya hingga mampu menghidupi para senimannya, saya juga berharap Kota Solo bisa menjadi tuan rumah yang ramah dan hangat bagi seni rupa murni.

Oei  Hong  Djien dalam pembukaan Nurata Art House, Kamis lalu, mengungkapkan kehendak mewujudkan negara seni rupa. Kota Solo hanya “selemparan batu” dari Kota Jogja dengan akar budaya yang hampir sama.



Konon wisata di Kota Solo dianggap hampir menyamai Kota Jogja. Dua kota ini sama-sama ahli waris kebudayaan Mataram. Sekarang saatnya membuka catatan lama dan menyelesaikan pekerjaan yang berkaitan dengan perkembangan seni rupa. Bukan untuk saling menyaingi, tapi belajar agar berkembang bersama. Ingat, Mataram is love!

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 7 Juni 2023. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya