SOLOPOS.COM - Danang Nur Ihsan (Solopos/Istimewa)

Sepak bola sepertinya memang teramat sangat sulit atau bahkan mungkin tidak akan pernah bisa dilepaskan dari urusan politik. Baik itu sikap ideologis perseorangan atau kelompok sampai atas nama negara. Teranyar soal keterlibatan Timnas Israel di ajang Piala Dunia U-20 yang rencananya digelar di Indonesia pada Mei 2023.

Berbagai elemen masyarakat, partai politik seperti PKS, sampai dua gubernur dari PDIP yaitu Gubernur Bali Wayan Koster dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyatakan penolakan mereka terhadap Timnas Israel di ajang Piala Dunia U-20 2023. Mereka menyuarakan penolakan Timnas Israel dengan beberapa alasan. PKS misalnya menyebut sikap politik Indonesia sangat jelas yaitu menentang penjajahan yang dilakukan Israel terhadap Palestina.

Promosi Kanker Bukan (Selalu) Lonceng Kematian

Begitu pula dengan Ganjar yang menyampaikan alasan senada termasuk menyebut menentang Israel pernah dicontohkan Presiden pertama Soekarno. Pada 1958 saat kualifikasi sepak bola Piala Dunia di Swedia, dengan alasan politik Presiden Soekarno memerintahkan pesepak bola Timnas Indonesia Maulwi Saelan cs menolak bertanding melawan Israel.

Penggemar sepak bola Tanah Air dan berbagai pihak menyoroti pihak yang menolak Israel di ajang Piala Dunia U-20 tidak konsisten atau memiliki “standar ganda” seperti tidak menolak delegasi Israel saat menghadiri Forum Parlemen di Bali, tahun lalu.

Di tengah pro-kontra itu, pernyataan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla seakan menjadi “penengah”. Kalla menyebut Piala Dunia U-20 menjadi momentum bagi Indonesia untuk semakin menegaskan posisinya terhadap konflik Israel-Palestina. Jika gelaran akbar sepak bola dunia ini tetap terlaksana dengan mengikutsertakan Timnas Israel, Kalla meyakini ini dapat membangun upaya perdamaian yang dapat memperjuangkan kepentingan rakyat Palestina melalui jalan dialog atau perdamaian.

Pro-kontra Timnas Israel ini pun akhirnya mengancam posisi Indonesia selaku tuan rumah Piala Dunia U-20 2023. Meski demikian belum ada keterangan resmi dari FIFA maupun PSSI mengenai kejelasan gelaran Piala Dunia U-20. Bila Indonesia batal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 karena urusan politik ini, berbagai sanksi dari FIFA akan muncul di depan mata.

Sepak bola sebagai salah satu olahraga paling populer di dunia tentu menjadi magnet, termasuk urusan politik. Aktor politik sampai pemain sepak bola tidak jarang menggunakan panggung lapangan hijau untuk menunjukkan sikap politik mereka.

Contohnya dalam ajang Piala Dunia 2022 yang sempat ramai adalah para pemain Jerman berpose tutup mulut sebagai bentuk protes kepada FIFA yang melarang mereka menggunakan ban kapten One Love atau pelangi sebagai bentuk kampanye LGBT. Menteri Dalam Negeri Jerman, Nancy Faeser, juga kedapatan menggunakan ban One Love saat menonton Jerman di Piala Dunia tahun lalu.

Bahkan, FIFA yang punya kuasa besar terhadap manajemen sepak bola dunia juga mencampuradukkan antara urusan lapangan hijau dengan politik. FIFA melarang Rusia melanjutkan laga di babak playoff Piala Dunia 2022 melawan Polandia. Alasannya Negeri Beruang Merah tersebut berperang melawan Ukraina.

FIFA juga memberikan hukuman kepada seluruh klub sepak bola Rusia larangan bertanding di ajang internasional. Jika FIFA bisa bersikap tegas kepada Rusia, tidak kepada Israel. Hingga kini tak ada sanksi yang dijatuhkan kepada Israel yang menjajah Palestina sejak 1948.

Soal persinggungan antara sepak bola dan politik pernah dijawab pelatih Amerika Serikat Gregg Berhalter ketika AS akan berhadapan dengan Iran di Piala Dunia 2022. Dia meminta pertemuan kedua tim itu tidak dikait-kaitkan dengan politik. “Kami dan mereka sama-sama pemain bola, kami berkompetisi. Itu saja. Politik jangan dibawa-bawa ke lapangan,” ujar dia kala itu.

Pernyataan Gregg Berhalter itu terkesan naif karena pada kenyataannya, suka tidak suka, lapangan hijau sepak bola kerap menjadi panggung politik, baik politik praktis ataupun ideologis.

Bila memang politik dan sepak bola tidak bisa dipisahkan lagi, bagaimana dengan nasib Indonesia untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20? Kita tunggu saja karena ukuran lapangan sepak bola akan tetap, tapi angin politik bisa berubah arah sewaktu-waktu.
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 29 Maret 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya