SOLOPOS.COM - Tundjung W. Sutirto

Solopos.com, SOLO –– Uji materi Undang-undang tentang Pemilihan Umum ihwal batas usia calon presiden dan calon wakil presiden di Mahkamah Konstitusi (MK) yang menggegerkan jagat politik Indonesia telah diputus dan berkekuatan hukum mengikat semua pihak.

Saya tidak akan mengomentari putusan MK tersebut karena tidak ingin terjebak dalam polarisasi politik. Justru yang menarik perhatian adalah dalil yang diajukan pemohon uji materi tentang alasan perlunya penurunan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden dari minimal usia 40 tahun menjadi 35 tahun.

Promosi Komeng The Phenomenon, Diserbu Jutaan Pemilih Anomali

Ada usulan yang lebih ekstrem lagi, yaitu menjadi usia 21 tahun. Salah satu alasan yang didalilkan adalah Indonesia pernah mempunyai perdana menteri yang berusia muda, yaitu Sutan Sjahrir, yang menjabat Perdana Menteri Indonesia pada usia 36 tahun.

Fakta sejarah memang benar Sutan Sjahrir adalah Perdana Menteri pertama Republik Indonesia yang menjabat sejak 14 November 1945 sampai 3 Juli 1947. Ia lahir pada 1909 sehingga saat menjadi Perdana Menteri Indonesia berusia 36 tahun.

Sjahrir bukan hanya perdana menteri termuda di Indonesia, tetapi perdana menteri termuda di dunia waktu itu. Sutan Sjahrir mengawali perjalanan di peta jalan politik sejak usia 18 tahun. Pada 1927, Sjahrir termasuk 10 pemuda yang menggagagas pendirian  himpunan pemuda nasionalis Jong Indonesië.

Perhimpunan yang didirikan Sjahir itu kemudian berubah nama menjadi Pemuda Indonesia yang menjadi pelopor penyelenggaraan Kongres Pemuda Indonesia, sebuah kongres monumental yang melahirkan  Sumpah Pemuda pada 1928.

Jadi, saat masih berada di tingkat Algemeene Middelbare School (AMS) di Bandung, sekolah setara SMA waktu itu, Sjahrir sudah menapaki jalan perjuangan politik. Di kalangan teman-temannya di AMS Bandung, Sjahrir menjadi bintang terang.

Pada usia SMA itu Sjahrir juga memegang tampuk kepemimpinan redaksi majalah Himpunan Pemuda Indonesia. Ia sering digertak polisi  agar tidak membandel dan membaca koran-koran yang ditempel di papan yang memberitakan pemberontakan Partai Komunis Indonesia pada 1926.

Koran-koran yang ditempel di papan waktu itu memang dilarang untuk dibaca oleh pelajar sepantaran Sjahrir. Saat melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Amsterdam, ia mendalamai teori-teori sosialisme.

Ia sangat dekat dengan dunia proletariat dan sepak terjang organisasi pergerakan. Ia kuliah ”nyambi” bekerja di Sekretariat Federasi Buruh Transportasi Internasional yang didirikan pada 1986 yang berpusat di London.

Pada 1924, Sjahrir bergabung dalam Indische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia), sebuah organisasi perhimpunan pelajar dan mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di Belanda.  Di organisasi itu dapat dibaca pemikiran-pemikiran Sjahrir tentang pendidikan rakyat yang harus menjadi tugas utama para pemimpin politik.

Pada akhir 1931, Sjahrir meninggalkan kampus di Belanda dan kembali ke tanah air kemudian aktif dalam pergerakan nasional. Panggilan hati telah mendorong Sjahrir bergabung dalam Partai Nasional Indonesia (PNI Baru).

Pada 1932, Sjahrir terpilih sebagai ketua PNI Baru. Pengalaman mendalami dunia proletariat ia praktikkan di tanah air. Sjahrir aktif dalam pergerakan buruh. Ia banyak menulis tentang perburuhan di surat kabar Daulat Rakyat, sebuah surat kabar yang didirikan pada 1931 sebagai reaksi atas merajalelanya kapitalisme.

Sjahrir juga sering tampil berbicara perihal pergerakan buruh dalam forum-forum politik. Pada  Mei 1933, Sjahrir ditunjuk menjadi Ketua Kongres Kaum Buruh Indonesia. Sampai di sini kita seharusnya paham bahwa latar belakang pemikiran dan sikap serta tindakan politik Sjahrir telah dibangun sejak usia muda sekali.

Artinya, konsepsi pemikiran tentang sosialisme yang dia kuasai itu menjadi modal pada saat ia menjadi perdana menteri pada era Indonesia merdeka. Ia sangat pantas memimpin pemerintahan dengan usia muda karena memang rekam jejak politiknya yang lama dan didasari pemikiran yang konsisten tentang arah perjuangan.

Waktu yang panjang telah mengemban Sjahrir muda dan ia benar-benar ditempa oleh suasana kebatinan kolonialisme yang mendera rakyat dan bangsa saat itu. Sjahrir lahir dari tempaan perjuangan, bukan karena fasilitas dan orkestrasi politik.

Ayahnya adalah seorang bangsawan yang bergelar  Maharaja Soetan bin Leman dan gelar Soetan Palindih dari Koto GadangAgamSumatra Barat. Dengan gelar ayahnya itu seharusnya Sjahrir mendapatkan privilese sebagai anak bangsawan, tetapi ia memilih berjuang di garis proletariat yang tentu berbeda kutub dengan kebangsawan ayahnya.

Sjahrir punya kapabilitas leadership yang memang terpilih di kalangan pemuda saat itu. Pada masa berakhirnya pendudukan Jepang, Sjahrir didukung para pemuda mendesak Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan pada 15 Agustus 1945 karena Jepang sudah menyerah.

Sjahrir siap dengan massa gerakan bawah tanah untuk melancarkan aksi perebutan kekuasaan sebagai simbol dukungan rakyat.

Saat revolusi bergelora pada 1945, sedikit sekali tokoh yang punya konsep dan langkah strategis mengendalikan kecamuk revolusi. Hanya dua orang dengan pemikiran yang dianut banyak kalangan pejuang republik. Dua orang itu adalah Tan Malaka dan Sutan Sjahrir.

Dua tokoh yang dinilai steril dari noda kolaborasi dengan kekuasaan fasisme Jepang. Tanpa Sjahrir, Soekarno dapat terbakar lautan api revolusi yang telah ia nyalakan. Sjahrir punya kapabilitas sebagai tokoh politik, bukan dalam waktu setahun dua tahun lantas tiba-tiba jadi perdana menteri.

Kehadiran Sjahrir dalam kepemimpinan nasional melalui proses pembelajaran yang panjang dan tidak instan. Sebagai perdana menteri termuda, Sjahrir tidak miskin konsep, tidak miskin ideologi, dan tidak pernah menikmati yang seharusnya didapat.

Ia adalah seorang intelektual yang punya hak hidup senang sebagai profesional atau birokrat, tapi itu tidak dia rasakan. Sjahrir bukan Perdana Menteri Indonesia termuda karena umur biologis, tetapi perdana menteri termuda karena kualitas ideologis.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 19 Oktober 2023. Penulis adalah dosen di Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya