SOLOPOS.COM - Suwarmin Direktur Bisnis dan Konten Solopos Group

Ada banyak lagu tentang Solo. Salah satunya Solo di Waktu Malam. Itu lagu lama yang pernah dinyanyikan beberapa penyanyi senior seperti Mus Mulyadi atau Sundari Sukoco.

Liriknya tentang suasana Solo yang syahdu dengan nuansa kota seninya yang khas. Syair-syairnya puitik. Misalnya pada salah satu baitnya berbunyi begini, Jurug dan Tirtonadi nan permai// Daun berbisik di tepi sungai// Berkelipan sinarnya pelita// Remang-remang bercahaya

Promosi Kisah Pangeran Samudra di Balik Tipu-Tipu Ritual Seks Gunung Kemukus

Ini bukan cerita tentang lagu yang legendaris itu. Ini cerita tentang politik lingkungan, tetapi kita mulai dari situasi Solo di waktu hujan. Jurug dan Tirtonadi memang kian ramai. Jurug sudah dibangun menjadi Solo Safari. Tirtonadi sudah diubah menjadi lebih metropolis, dilengkapi convention hall dan sports center. Tapi saat hujan deras, air menggenang di mana-mana. Warga yang tinggal di dekat aliran sungai Bengawan Solo terpaksa mengungsi. Mereka baru kembali ke rumah setelah air surut. Lalu sebelum ditinggali mereka harus bekerja keras membersihkan rumah dari sampah banjir. Menjengkelkan sekali. Begitu terus berulang dari tahun ke tahun. Warga yang jauh dari aliran sungai “hanya” menikmati genangan dan jalanan macet di mana-mana.

Pemerintah dari lintas zaman yang berbeda telah membangun berbagai infrastruktur untuk mengurangi dampak buruk limpahan air sungai terbesar di Pulau Jawa ini. Menurut laman Ditjen Sumber Daya Air BBWS Bengawan Solo, sda.pu.go.id, pembangunan infrastruktur di wilayah sungai Bengawan Solo telah dimulai pada abad ke-18 oleh Pemerintah Kolonial Belanda melalui pembangunan kanal Solo Valley Werken dan sudetan Bengawan Solo dari Plangwot–Sidayu Lawas, namun terhenti karena alasan biaya.

Tahun 1880 guna menghindari sedimentasi di Pelabuhan Tanjung Perak, muara Bengawan Solo dialihkan dari Selat Madura ke Ujung Pangkah. Untuk keperluan irigasi, Pemerintah Belanda membangun Waduk Pacal (1935) di Kabupaten Bojonegoro dan Waduk Prijetan (1916) di Kabupaten Lamongan. Setelah banjir besar pada tahun 1966 yang menenggelamkan sebagian besar Kota Solo, pemerintah mulai menangani pembangunan infrastruktur pengendali banjir Bengawan Solo.

Dengan bantuan teknis Pemerintah Jepang (OTCA) pada tahun 1974, dirumuskan Master Plan Pengembangan Wilayah Sungai Bengawan Solo. Untuk mengendalikan banjir dan mendukung pengembangan wilayah, Master Plan WS Bengawan Solo (1974), antara lain merekomendasikan pembangunan 4 waduk serbaguna, yakni Waduk Wonogiri, Waduk Jipang, Waduk Bendo dan Waduk Badegan. Master Plan juga merekomendasikan 25 lokasi waduk-waduk irigasi di anak-anak sungai Bengawan Solo yang potensial untuk dibangun. Beberapa rekomendasi itu sampai saat ini belum semua dilaksanakan.

Waduk Gajah Mungkur Wonogiri yang diresmikan tahun 1981 berfungsi mengendalikan banjir di wilayah Bengawan Solo Hulu, terutama melindungi Kota Solo, serta penyediaan air irigasi seluas ± 30.000 Ha di wilayah Wonogiri, Sukoharjo, Klaten, Karanganyar dan Sragen. Waduk Wonogiri juga memberikan manfaat PLTA (12,4 MW), manfaat perikanan dan pariwisata.

Sayangnya banyaknya pembangunan infrastruktur di wilayah sungai itu tidak diimbangi dengan perilaku yang mendukung keberlangsungan fasilitas itu. Misalnya Waduk Gajah Mungkur semakin dangkal karena kiriman sedimentasi waduk yang kian parah. Penebangan pohon yang tidak diimbangi penanaman kembali, pola tanam dan jenis tanaman yang tidak tepat di daerah lereng pegunungan, menjadi penyebab laju sedimentasi yang makin kencang.

Diperlukan petugas lapangan yang tidak kenal lelah untuk menjaga kawasan DAS ini lebih aman agar Bengawan Solo tidak semakin berbahaya. Diperlukan para kepala daerah yang makin memperhatikan lingkungan DAS ini. Kerja sama antar daerah menjadi mutlak untuk memastikan keamanan warganya.

Pemerintah sebenarnya sudah memunculkan isu lingkungan itu pada program pembangunan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024 pada Bab VII tercantum beberapa target yang hendak dicapai. Misalnya pada sasaran Penguatan Kelembagaan dan Penegakan Hukum di Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, terdapat beberapa indikator antara lain Persentase pemegang izin yang taat terhadap peraturan terkait pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan. Angkanya dipatok naik dari 30% pada tahun 2019 menjadi 70% pada tahun 2024. Lalu jumlah kasus pidana dan perdata lingkungan hidup dan kehutanan yang ditangani pada tahun 2019 terdapat 193 kasus, pada tahun 2024 diharapkan bisa menangani 540 kasus. Jumlah luas hutan yang diamankan dari gangguan dan ancaman juga ditargetkan meningkat. Dari 4.384.918 ha pada tahun 2019 menjadi 10.000.000 ha pada tahun 2024.

Politik lingkungan atau politik hijau sudah masuk menjadi bagian dari rencana pembangunan. Namun pada umumnya, narasi politik hijau ini tidak terlalu menjadi perhatian masyarakat. Bandingkan misalnya dengan isu kemiskinan atau isu lain yang sering menjadi titik perhatian, yaitu isu agama atau politisasi agama. Perlu literasi lingkungan yang kuat di sekolah, tempat ibadah, dan masyarakat agar isu lingkungan menjadi pendorong penting elektabilitas.

Jika politik lingkungan menjadi dominan, negara mengatur apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan di kawasan pegunungan di sekitar DAS. Warga juga tidak akan mudah membangun gedung di lingkungan irigasi teknis. Karena akibatnya bukan hanya berkurangnya pasokan pangan, tapi membeludaknya air yang “bingung” mencari jalan. Kebersihan sungai dan pengelolaan sampah menjadi keharusan dengan segala perangkat aturan dan penegakan aturan.

Kini kita menghadapi masalah lingkungan ini secara berulang setiap tahun. Pada tahun-tahun mendatang, situasi Solo di waktu hujan akan kian parah jika tidak ada penguatan kebijakan di sektor lingkungan. Letak Solo yang seperti mangkuk karena dikelilingi pegunungan di sekitarnya, harus menerima kiriman air dengan segala risikonya.

Tidak hanya Solo, sebanyak 22 kabupaten dan kota lainnya akan terdampak. Seperti Sragen, Ngawi, Madiun, Bojonegoro dan lain-lain. Mari berbenah sebelum air yang sebenarnya bisa bersahabat justru makin merepotkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya