SOLOPOS.COM - Suharsih (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Sekolah  kekurangan murid bukanlah fenomena baru di Indonesia. Gejala ini terjadi sejak bertahun-tahun lalu. Tidak hanya di perkotaan, tapi juga di hampir semua daerah hingga perdesaan.

Sebelum pemberlakuan penerimaan peserta didik baru (PPDB) dengan sistem zonasi, kekurangan murid lebih banyak dialami sekolah-sekolah swasta.

Promosi Pembunuhan Satu Keluarga, Kisah Dante dan Indikasi Psikopat

Sampai muncul anggapan sekolah swasta hanya menjadi tempat “buangan” untuk menampung siswa yang gagal masuk sekolah negeri.

Tiap menjelang tahun ajaran baru seolah-olah menjadi momok bagi sekolah swasta. Sekolah-sekolah swasta ketir-ketir bakal kesulitan mendapatkan murid.

Kekurangan murid bagi sekolah swasta berdampak lebih besar ketimbang di sekolah negeri. Kekurangan murid bagi sekolah swasta berarti minim pemasukan untuk membiayai operasional sekolah dan gaji guru.

Jika sekolah negeri kurang murid, bisa digabung dengan sekolah negeri lain yang terdekat dan guru tetap bisa mengajar. Tidak demikian dengan sekolah swasta. Jika jumlah siswa sekolah swasta minim atau malah tidak ada sama sekali, sekolah swasta kesulitan membayar gaji atau honor guru.

Ujungnya terpaksa memecat guru atau malah menutup sekolahan tersebut. Beberapa waktu terakhir sejumlah sekolah swasta ternyata mampu membalikkan situasi. Dengan berbagai inovasi, sekolah swasta menjadi sekolah unggulan yang mendapatkan tempat di hati masyarakat.

Sekolah swasta tersebut mampu menjawab kebutuhan dan tren yang berkembang di masyarakat. Tak mengherankan di beberapa wilayah para orang tua lebih memilih menyekolahkan anak mereka di sekolah swasta ketimbang sekolah negeri.

Alasannya beragam. Ada yang ogah ribet dengan sistem zonasi (sekolah terdekat tak sesuai dengan keinginan), selisih biaya yang tak terlalu jauh, dan kualitas sekolah swasta dengan berbagai program nonakademik yang lebih baik dan sesuai kebutuhan anak ketimbang sekolah negeri.

Kini kekurangan murid giliran melanda sekolah negeri. Di Kabupaten Wonogiri, misalnya, berdasarkan data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat, pada tahun ajaran baru 2022/2023, ratusan SD negeri memiliki murid kurang dari 60 orang di kelas I-VI.

Banyak SD swasta yang justru memiliki lebih dari 100 murid. Di Kota Solo yang notabene kawasan perkotaan padat penduduk, kekurangan murid pada jenjang SD negeri juga terjadi.

Data Dinas Pendidikan Kota Solo menunjukkan pada PPDB 2022 lalu ada 20 lebih SD negeri yang kekurangan murid baru. Ada beberapa SD yang mendapat kurang dari 10 murid baru.

Kondisi yang sama terjadi di Kabupaten Sragen pada PPDB 2023 ini. Sebanyak 110 SD negeri di kabupaten tersebut mendapatkan kurang dari 10 siswa baru.

Hak Mendapatkan Pendidikan

Hak warga negara untuk mendapatkan pendidikan dan kewajiban pemerintah untuk menyediakan layanan pendidikan yang layak bagi warga diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Layanan akses ke pendidikan itu mulai dari pendidikan dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi. Dilihat dari jenisnya, ada pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan pendidikan khusus.

Penyediaan layanan pendidikan diwujudkan melalui satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

Pembentukan satuan pendidikan tentu melalui kajian tentang kebutuhan, aksesibilitas atau keterjangkauan, potensi calon siswa, hingga jenis pendidikan yang akan diselenggarakan.

Ketika dalam perkembangannya muncul permasalahan, misalnya jumlah siswa baru yang mendaftar terus berkurang atau malah tidak ada sama sekali, tentu harus dicari tahu di mana kesalahannya dan dicarikan solusinya.

Selama ini yang lazim dianggap biang keladi minimnya jumlah siswa yang mendaftar di suatu sekolah karena kualitas sekolah tersebut. Penyebab lainnya, lokasi sekolah di perdesaan atau wilayah pinggiran sehingga sulit dijangkau.

Ada juga karena jumlah atau populasi anak usia sekolah di wilayah tertentu jauh berkurang. Solusi yang diambil pemerintah untuk mengatasi masalah sekolah negeri yang minim murid biasanya dengan penggabungan sekolah dengan sekolah lain yang terdekat.

Apakah itu menyelesaikan seluruh persoalan dan bisa diberlakukan di semua wilayah? Nyatanya tidak. Di daerah pinggiran yang terpencil, penggabungan sekolah justru bisa menciptakan masalah baru.

Ada anak usia sekolah di wilayah yang sekolahnya ditutup dan digabung dengan sekolah lain menjadi kesulitan mengakses sekolah karena jaraknya menjadi lebih jauh. Hal ini berpotensi meningkatkan angka putus sekolah.

Sistem zonasi pada PPDB yang bertujuan agar tercipta pemerataan akses dan kualitas pendidikan di seluruh wilayah Indonesia yang diberlakukan sejak 2017 lalu belum bisa menyelesaikan persoalan sekolah yang kekurangan murid.

Para orang tua calon siswa kebanyakan menganut pola pikir mencari sekolah dengan kualitas bagus untuk anak mereka. Semakin banyak program yang bagus dan sesuai dengan minat dan bakat anak, akan semakin tinggi peminat sekolah tersebut.



Jarak rumah ke sekolah belum menjadi pertimbangan utama orang tua menyekolahkan anak. Di sisi lain, kualitas layanan pendidikan di sekolah negeri masih sangat jauh dari merata.

Di berbagai wilayah ada sekolah negeri yang sangat bagus dan ada sekolah dijalankan ala kadarnya. Dengan kondisi itu, solusi yang paling mungkin adalah membangun daya saing sekolah negeri.

Setiap sekolah negeri mesti punya keunggulan, inovasi, atau semacam spesialisasi di bidang akademik, ekstrakurikuler, ilmu keagamaan, atau lainnya yang akan membuat sekolah itu dicari dan jadi jujugan di mana pun lokasinya.

Sebagian sekolah mungkin sudah melakukan hal itu, namun menjadi kurang maksimal ketika tidak ada dukungan, termasuk dalam hal pendanaan dari pemerintah. Intervensi perlu dilakukan oleh pemerintah agar sekolah-sekolah negeri bisa punya daya saing.

Sekolah negeri tidak memiliki keleluasaan dalam mengelola anggaran seperti halnya sekolah swasta. Tanpa dukungan dan intervensi pemerintah akan sulit bagi sekolah negeri untuk berkembang dan punya daya saing secara kualitas, dan sangat mungkin senja kala sekolah negeri tiba lebih cepat.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 29 Juli 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya