SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Kendaraan listrik sedang menjadi perbincangan di seluruh dunia, tanpa terkecuali di Indonesia.

Perkembangan teknologi kendaraan listrik menjadi gencar dilakukan karena dianggap sebagai salah satu cara untuk mengurangi polusi. Akan tetapi, apakah hal ini sepenuhnya benar?

Promosi Pemilu 1955 Dianggap Paling Demokratis, Tentara dan Polisi Punya Partai Politik

Mampukah Indonesia menghadapi dilema masyarakat terkait kendaraan listrik yang dianggap belum sepenuhnya ramah lingkungan? Dilema ini sangat mengganggu proses adopsi/difusi kendaraan listrik. Apakah ada solusi untuk dilema itu?

Pembahasan tersebut sempat mencuat pada koran Solopos edisi Jumat, 21 Juli 2023 yang dibahas oleh Riset Grup Rekayasa Industri dan Tekno-Ekonomi (RG-RITE) Fakultas Teknik UNS.

RG-RITE telah melakukan riset terkait psikologi konsumen yang menjadi kunci adopsi motor listrik. Dilema adanya anggapan bahwa penggunaan kendaraan listrik tidak mengurangi polusi tetapi hanya “memindahkan” polusi ke tempat lain dan menghambat adopsi/difusi.

Energi listrik yang digunakan untuk pengisian daya baterai dianggap masih berbasis bahan bakar fosil. Hal tersebut didukung dengan data Kementerian ESDM bahwa persentase energi primer pembangkit listrik per tahun 2022 tercatat 67,21% berasal dari batu bara, 18,7% dari gas dan minyak bumi, serta 14,1% dari energi baru terbarukan (23/5/2023).

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa 3/4 sumber energi listrik masih berasal dari penggunaan bahan bakar fosil yang menyebabkan pencemaran lingkungan.

Penulis telah melakukan penelitian untuk mencari solusi terkait dilema kendaraan listrik yang dianggap belum sepenuhnya ramah lingkungan. Penelitian ini dilakukan dengan metode design thinking.

Metode design thinking adalah suatu proses berpikir yang dapat memberikan cara untuk menginterpretasikan masalah, menemukan ide, membuat prototype, bereksperimen, mendapatkan umpan balik, dan mengevaluasi ulang untuk pengembangan ide.

Metode tersebut dapat dilaksanakan dengan melakukan diskusi grup terfokus (FGD) dengan para ahli dan praktisi lapangan terkait stasiun pengisian baterai kendaraan listrik.

FGD pada penelitian yang dilakukan dihadiri oleh dua peneliti RG-RITE, satu peneliti ahli di bidang kendaraan listrik, dua pimpinan perusahaan manufaktur baterai dan konversi kendaraan listrik, serta dua tim engineer perusahaan manufaktur baterai dan energi baru terbarukan.

Hasil FGD tersebut merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam adopsi kendaraan listrik di lapangan dan memunculkan suatu ide untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Hasil FGD tersebut didapatkan bahwa permasalahan utama dari adopsi kendaraan listrik menurut para praktisi adalah kurangnya pemerataan fasilitas pengisian baterai dan sumber energi yang terbatas pada jaringan listrik besar.

Dengan kata lain, sumber energi listrik yang digunakan tersambung dengan jaringan PLN yang masih menggunakan banyak bahan bakar fosil. Selain itu, para praktisi juga khawatir dengan adanya krisis pemanasan global yang tidak teratasi melalui penggunaan kendaraan listrik.

Berangkat dari permasalahan tersebut, hasil FGD juga memunculkan solusi dan ide untuk membuat suatu stasiun pengisian baterai kendaraan listrik yang ramah lingkungan dengan penempatan yang fleksibel.

Para praktisi berpendapat bahwa dengan adanya stasiun pengisian baterai kendaraan listrik yang ramah lingkungan dapat menjawab persoalan dilema masyarakat.

Selain itu, dengan mengembangkan stasiun pengisian baterai yang bersifat mobile dapat menjadi solusi untuk memeratakan persebaran stasiun pengisian baterai kendaraan listrik di Indonesia hingga ke tempat terpencil.

Penulis melakukan perancangan stasiun pengisian baterai kendaraan listrik yang diharapkan dapat menjadi game changer bagi adopsi kendaraan listrik di Indonesia.

Solusinya, antara lain dilakukan perancangan konsep stasiun pengisian baterai yang disebut sebagai Mobile Battery Swap Charging Station (MBSCS).

MBSCS adalah stasiun pengisian baterai yang digunakan untuk pengguna kendaraan listrik dengan sistem penukaran baterai.

MBSCS dapat dikategorikan sebagai stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU).

MBSCS memiliki keunggulan yaitu bersifat mobile atau dapat bergerak bebas dan menggunakan tenaga surya sebagai sumber energi.

Stasiun pengisian baterai yang bersifat mobile dapat membantu pemerataan SPBKLU ke berbagai tempat. Kemudian, dengan penggunaan tenaga surya sebagai sumber energi, maka MBSCS juga bersifat ramah lingkungan.



Ilustrasi gambar Mobile Battery Swap Charging Station (MBSCS).

Pengembangan konsep rancangan MBSCS terus dilakukan oleh RG-RITE dengan harapan dapat terealisasikan dan digunakan oleh khalayak umum. Pengembangan konsep ini dilakukan bersamaan oleh para praktisi untuk menyempurnakan desain dari MBSCS dan menyesuaikan dengan kondisi di lapangan.

RG-RITE bersama dengan para praktisi juga telah merumuskan faktor-faktor yang akan menjadi ukuran efisiensi dari rancangan MBSCS yang dihasilkan.

Dari sisi teknis, MBSCS akan diukur berdasarkan energi listrik yang dihasilkan oleh panel surya dan energi listrik yang tersalurkan di sistem pengisian baterai. Kemudian dari sisi ekonomis, MBSCS akan diukur berdasarkan biaya pembuatan dan periode imbal baliknya.

Rancangan desain industri MBSCS ini juga sudah diajukan sebagai hak kekayaan intelektual (HKI). Klaim yang diajukan adalah terkait bentuk, kemampuan mobilisasi, dan penggunaan sistem operasional pembangkit listrik off-grid.

Hal ini memungkinkan pengembangan MBSCS dilakukan oleh peneliti lainnya. Selain itu, hal ini juga memungkinkan pemerintah untuk mempertimbangkan aturan regulasi yang terkait dengan MBSCS.

Untuk mendukung realisasi MBSCS, diharapkan pemerintah dapat memberikan regulasi terkait pemasangan, penggunaan, dan operasional dari PLTS off-grid. Pemerintah juga diharapkan dapat memberikan regulasi terkait tata-niaga dari unit MBSCS ini sehingga dapat dikomersilkan dan digunakan oleh khalayak umum.

Selain itu, dengan adanya insentif pengembangan dan riset untuk stasiun pengisian baterai, tentu akan mempercepat perkembangan infrastruktur penunjang kendaraan listrik di Indonesia.

Mampukah pemerintah Indonesia, para peneliti, dan praktisi industri mengembangkan dan mewujudkan konsep stasiun pengisian baterai kendaraan listrik yang sepenuhnya ramah lingkungan ini? Mari kita ikuti perkembangan selanjutnya.

Artikel ini ditulis oleh Satrio Fachri Chaniago, mahasiswa Teknik Industri UNS, Asisten Laboratorium Sistem Logistik dan Bisnis UNS, Tergabung dalam Riset Grup Rekayasa Industri dan Tekno-Ekonomi (RG-RITE) FT UNS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya