SOLOPOS.COM - Rini Yustiningsih (Istimewa/Dokumen pribadi)

Senyumnya langsung mengembang begitu menerima kedatangan tim Solopos Media Group (SMG), Rabu (14/6/2023) sore. Satu demi satu, lima anggota tim SMG disalaminya, sambil sesekali jari jemarinya menyisir rambut yang telah memutih. Pria berusia 86 tahun itu bersuara lantang dengan artikulasi yang jelas dan tertawa lepas.

“Wah dari Solo ini, mantan pacar saya juga orang Solo deket Jebres itu,” sambut Soesilo Toer terkekeh-kekeh. Kami memanggilnya Mbah Soes.

Promosi Liga 1 2023/2024 Dekati Akhir, Krisis Striker Lokal Sampai Kapan?

Mbah Soes adalah adik Pramoedya Ananta Toer (Pram), sastrawan legendaris dengan karya-karya masyhur. Meski tak semoncer kakaknya, Mbah Soes juga melahirkan karya-karya apik, seperti Dunia Samin, Anak Bungsu, Serigala, Pentalogi Pram, dan lainnya, serta menerjemahkan buku/novel berbahasa Rusia.

Dia bersama istrinya tinggal di Jl. Sumbawa atau Jl. Pramoedya Ananta Toer, sekitar 2 km dari kompleks Pendapa Pemkab Blora. Rumah yang juga difungsikan sebagai Perpustakaan Pramoedya Ananta Toer Anak Semua Bangsa (Pataba) itu sangat sederhana. Di dalam berjajar rak-rak buku yang memajang karya-karya Pram dan karya Toer bersaudara itu.

Mbah Soes merupakan anak ketujuh dari delapan bersaudara. Pram anak sulung. Ayah Toer bersaudara yakni Mastoer yang seorang guru. “Blora ini harus bangga. Satu-satunya di dunia, ada keluarga mafia sastra dari Blora. Lima anaknya jadi sastrawan, tiga lainnya jadi penerjemah buku. Coba ada yang begitu tidak ,” selorohnya sambil tertawa.

Mbah Soes mengantongi ijazah master dari Universitas Patrice Lumumba dan doktor di Institut Plekhanov Uni Soviet/Rusia di bidang politik dan ekonomi. Di Indonesia saat itu, ijazah tersebut tak membuatnya mudah mencari pekerjaan. Setiap melamar pekerjaan, instansi selalu meminta ijazah Rusia itu dilegalisasi. “Lah legalisir ijazah Rusia itu bagaimana, waktu itu ribet sekali dan harus keluar duitlah untuk ke sana ke mari. Ya sudah saya memilih jadi rektor, korek-korek yang kotor [pemulung] saja. Dapat berapa saja bisa buat makan,” kisahnya.

Selepas kuliah, Mbah Soes sebenarnya bisa saja tinggal di Rusia, namun saat itu dia memilih kembali ke Indonesia. “Saya mencintai Blora, karena ini rumah saya. Sampai saya menulis buku [Dunia Samin]. Saya juga membantu pemerintah membuatkan ensiklopedi tentang kamus Samin [ajaran, tingkah laku, budaya dan lain-lain], yang disadur dari aksara Jawa,” ujar Mbah Soes. Dia menunjukkan naskah tebal beraksara Jawa dengan sampul bertulis Tapeladam serta di bagian bawah sampul tertulis Albert Rughe &Co (Soerakarta 1903).

Serat Tapel Adam merupakan naskah kuno yang memuat ajaran tentang ilmu akhirat berdasarkan ajaran Islam. Banyak ajaran-ajaran kebajikan di Blora dari masyarakat Samin. Masyarakat yang merupakan keturunan pengikut Samin Surosentiko yang hingga kini masih memegang teguh ajaran tersebut.

Jauh dari rumah Mbah Soes, sekitar 25 kilometer di Blimbing, Desa Sambongrejo, Kecamatan Sambong, Blora, terdapatlah Kampung Samin Sedulur Sikep. Ada sekitar 420 keluarga di Dukuh Blimbing itu.  Deretan rumah-rumah berarsitektur Jawa itu telah dicat warna-warni. Beragam aksesoris seperti payung, caping menghiasi gang-gang rumah itu. Di kompleks dukuh itu hanya dikelilingi satu selokan kecil yang mengering. Tak ada sampah yang tercecer maupun berserakan.

Setiap warga yang berpapasan dengan tim SMG selalu membungkukan badan dan menyapa, “ndherek langkung, mangga.” Yang artinya tak lebih “Permisi numpang lewat, mari.” Kalimat keramahan ini dilontarkan oleh siapa saja yang berpapasan dengan tim SMG. Warga berusia tua, muda, lelaki, perempuan, mereka yang berjalan kaki maupun mengendarai sepeda motor, setiap berpapasan membungkukan badan.

Ketua Paguyuban Kerukunan Sedulur Sikep, Pramugi Prawiro Wijoyo biasa disapa Mbah Pram menyebut apa yang dilakukan warga Samin itu sebagai bentuk menghargai dan menghormati antar manusia. Selama tiga hari tim SMG mengeksplorasi Blora. Selain ke kediaman Mbah Soes tujuan lainnya yakni Kampung Samin Sedulur Sikep di Sambongrejo itu.

Yang menarik, saat Tim SMG menawarkan wawancara dilakukan sambil berjalan-jalan menikmati Kampung Samin, Mbah Pram dengan lembut menolaknya. “Mohon maaf kalau mengobrol itu menurut kami [adat] ya sambil duduk, enak kita bisa mengobrol santai. Kalau sambil jalan, nanti jalan-jalan,” jelas pria berusia kepala enam itu.

Warga di Kampung Samin Sambangrejo hanya bagian kecil warga Samin yang tersebar di seluruh Indonesia. Hingga kini mereka masih memegang teguh ajaran leluhur Sedulur Sikep, baik itu tujuan lelaku (tingkah laku) maupun larangan lelaku. Di sekitar area masuk gerbang, dua hal penting itupun terpampang dengan jelas. Larangan lelaku hidup sehari-hari ada lima. Warga Samin wajib menjauhi sifat dan sikap yang dilarang. Yakni drengki (jahat), srehi (menyalahkan orang lain), panesten (panas hati), dahwen (mencampuri urusan orang lain), dan kemeren (iri hati).

Dalam kehidupan sehari-hari mereka juga wajib menerapkan nilai-nilai ajaran Sedulur Sikep. Tujuan dalam hidup sehari-hari yang mereka jalani yakni dhemen (senang), becik (baik), rukun, seger (segar) dan waras (sehat). Orang yang seneng/senang belum tentu dhemen, orang yang dhemen pasti senang. Misalkan ketika warga Samin di jalan menemukan uang.”Pasti seneng kan nemu uang di jalan, tapi itu tak membuat dhemen karena itu milik orang lain. Makanya kalau warga kami nemu uang di jalan tidak akan diambil,” ujarnya.

Ada pula becik, yang maknanya tidak semua yang baik itu adalah becik. Tapi becik itu pasti baik. Misal main judi, terus menang dapat uang itu baik, namun itu tidak becik karena menang judi. Rukun dimaknai dengan menjaga kerukunan, menjaga hubungan dengan anak, istri, orang tua dan bertetangga. Tidak ada yang membuang sampah atau limbah rumah tangga di depan rumah yang nantinya mengganggu tetangga yang lain. Setiap yang seger pasti enak, tapi enak belum tentu seger. Sementara waras bisa diartikan tidak hanya sehat badan atau raga namun juga harus dimaknai sehat jiwa dan rohani.

“Lagi panas-panasnya, jalan di kebun lihat ada melon, semangka enak kan? Tapi tidak diambil karena itu bukan miliknya, yang enak itu belum tentu seger. Makanya desa kami ini tidak ada yang berani mengambil bukan miliknya, motor di luar ya aman, semangka melon di kebun ya aman,” cerita Mbah Pram.

Ajaran dan nilai-nilai yang dipegang teguh warga Samin Sedulur Sikep adalah nilai-nilai kebaikan hidup untuk menciptakan harmonisasi antar masyarakat, harmonisasi dengan Tuhan dan harmonisasi dengan alam.  Secara tidak langsung warga Samin menyucikan hati, membangun jiwa dan raga dengan tidak berorientasi kesenangan dunia semata. Kehidupan mereka untuk mendapatkan kebahagiaan yang hakiki. Mbah Soes menyebutnya warga Samin merupakan sufi dengan menerapkan nilai-nilai leluhur yang masih dipegang teguh.

Masing-masing warga Samin mempunyai kesadaran dan tanggung jawab tinggi dalam berbuat kebaikan. “Saya tidak pernah mengajak orang lain [untuk berbuat sesuatu]. Karena kalau mengajak, saya berarti harus bertanggung jawab kepada yang saya ajak. Yang saya lakukan hanya memberi contoh,” pungkas Mbah Pram.

Bagi warga Samn, sebaik-baiknya mengajak orang lain yakni berupa memberi contoh dan menjadi teladan. Dan sebaik-baiknya hidup, tidak menyakiti orang lain dan memberi kebaikan serta bermanfaat untuk orang lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya