SOLOPOS.COM - Oriza Vilosa (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Bisa dipastikan manuver partai-partai politik belakangan ini menjadi topik perbincangan menarik di berbagai ruang. Perbincangan tentang itu akan makin seru hingga batas akhir pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden pada 25 November 2023.

Kata “khianat” mewarnai bahasa politik Indonesia pada pengujung Agustus 2023. Kata itu keluar dari elite Partai Demokrat yang merasa ditelikung setelah calon presiden yang diusung bersama Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Anies Baswedan, memilih Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai calon wakil presiden.

Promosi Sejarah KA: Dibangun Belanda, Dibongkar Jepang, Nyaman di Era Ignasius Jonan

Konstituen Partai Demokrat sangat yakin Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bakal mendampingi Anies menjadi calon wakil presiden dalam kontestasi pemilihan presiden tahun depan.

Kekecewaan karena “khianat” menggerakkan kader-kader Partai Demokrat mencopoti gambar Anies di mana-mana, termasuk di wilayah Soloraya. Peristiwa politik tersebut menarik diamati.

Ibarat topi pada sulap. Pesulap menutup gelas dengan topi. Penonton dibuat penasaran dan bertanya-tanya. Gelas bakal berubah menjadi apa saat topi dibuka. Pada saat yang tak terduga, Anies menunjuk Cak Imin sebagai calon wakil presiden.

Banyak pertanyaan yang muncul. Mengapa muncul nama Cak Imin sebagai calon wakil presiden pendamping calon presiden Anies Baswedan?  Seperti ada ulah tangan pesulap.

Sebelumnya Cak Imin lebih intensif bersama calon presiden yang diusung Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto. Ketika mengetahui Cak Imin diumumkan untuk mendampingi Anies dalam pemilihan presiden 2024, Prabowo mengatakan itu hanyalah dinamika berdemokrasi.

Benarkah pesulap topi dalam dinamika politik termutakhir ini adalah Surya Paloh? Ketua Umum Partai Nasdem ini yang mengumumkan Anies Baswedan sebagai calon presiden yang akan diusung untuk pemilihan umum 2024. Ia mengumumkan penetapan Anies sebagai calon presiden pada 3 November 2022?

Banyak analisis bermunculan. Salah satunya mengemukakan pertanyaan tentang siapa sebetulnya yang menjadi pengkhianat? Sebelumnya AHY bertemu Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPP PDIP), Puan Maharani, di Senayan, Jakarta, pada Minggu (18/6/2023).

Ada yang menyebut itu pertemuan politik mesra di tengah Koalisi Perubahan yang disengkuyung Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Demokrat yang saat itu terlihat berjalan mulus.

Manuver apa lagi yang bakal terjadi pada September, Oktober, dan November tahun ini? Apakah manuver, sikap politik, gaya komunikasi publik orang-orang partai politik itu akan memengaruhi warga berhak pilih di luar konstituen partai polirik pada pemilihan presiden 2024 mendatang?

Kita pantas menyimak dan mendengarkan kampanye mereka yang dimulai pada 10 Februari 2024. Kecermatan dan kedewasaan warga dalam memilih calon anggota badan legislatif dan calon presiden serta calon wakil presiden bakal memengaruhi siapa yang akan diumumkan sebagai pemenang setelah pemilihan umum selesai.

Pada Pemilu 2019, daftar pemilih tetap sebanyak 192,77 juta orang. Sebanyak 34,75 juta orang yang tidak menggunakan hak pilih atau masuk golongan putih (golput). Jumlah itu  setara dengan 18,02% dari daftar pemilih tetap.

Jumlah itu mendekati jumlah penduduk Jawa Tengah pada 2022 yang sebanyak 37,03 juta orang. Angka golput itu lebih banyak dibanding jumlah penduduk Provinsi Banten, yakni sebanyak 12,25 juta orang pada 2022.

Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU), tingkat golput pada pemilihan presiden 2004 sebesar 23,30%, kemudian 27,45% pada 2009, dan 30,42% pada 2014. Pemilih muda dan pemula mendominasi jumlah pemilih pada Pemilu 2024.

Menurut data yang dirilis KPU, jumlah pemilih muda dan pemula dengan rentang usia 17 tahun hingga 40 tahun mencapai 60% atau sekitar 114 juta orang. Angka yang cukup besar untuk diperebutkan.

Atraksi politik apa yang bisa memikat pemilih berjuluk generasi Z dan generasi milenial itu? Apakah mereka suka dan peka terhadap bahasa politik “khianat”?

Menurut survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS), ada peningkatan minat pemilih muda terhadap karakter calon pemimpin yang jujur dan antikorupsi.

Itu hasil survei untuk agregat nasional. Lanskap politik nasional juga bakal dipengaruhi tipikal kelompok pemilih muda itu. CSIS menyebut mereka bertipikal dinamis, adaptif, dan responsif. Minat mereka terutama pada isu-isu politik dan karakteristik kepemimpinan nasional

Penetrasi Internet juga menjadi bagian penting bagi calon presiden, partau politik, dan calon anggota badan legiskatif agar sukses mendulang suara. Disrupsi informasi juga harus diperhatikan.

Bahasa politik yang membumi dan ciamik di ruang-ruang Internet tak kalah penting diperhatikan agar mereka sukses merebut hati pemilih. Yang penting, pemilih dan yang dipilih tidak boleh khianat.

Pemilih harus cerdik memaknai kata “khianat” saat digunakan sebagai bahasa politik. Pemilih mana yang mau dikhianati? Katanya suara rakyat adalah suara Tuhan. Jadi jangan sekali-sekali berkhianat!

Bagaimana mungkin cita-cita luhur bangsa ini diridai Tuhan jika pemegang amanat rakyat berkhianat? Jangan-jangan warga yang memilih golput tak mau kecewa lantaran merasa pernah dikhianati. Ini layak direnungkan bersama agar tahun politik dipenuhi langkah mendatangkan berkah bagi bangsa tercinta Indonesia.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 5 September 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya