SOLOPOS.COM - Heru Cahyono (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Beberapa hari lalu, salah seorang teman saya, seorang wali murid di suatu SMP negeri, tiba-tiba ngomong tidak karuan. Ia mengatakan pengelola sekolah tempat anaknya belajar menerapkan kebijakan semena-mena, yaitu memungut iuran atau sumbangan dari orang tua atau wali murid.

Ia menyebut paguyuban orang tua murid atau wali murid sebagai dect collector yang setiap hari selalu menghantui para orang tua atau wali murid agar membayar iuran atau sumbangan.

Promosi Banjir Kiper Asing Liga 1 Menjepit Potensi Lokal

Menurut pendapat teman saya itu, di sekolah negeri tidak boleh ada pungutan apa pun, walaupun dengan sebutan sumbangan sukarela. Usut punya usut, ternyata di sekolah anak teman saya itu  mengadakan kegiatan akhir tahun.

Kegiatan itu direncanakan sejak setahun sebelumnya melalui rapat orang tua atau wali murid bersama komite sekolah. Semua yang hadir dalam rapat itu menyatakan setuju.

Status kegiatan itu adalah kegiatan orang tua atau wali murid maka acara tersebut dibiayai dengan cara orang tua atau wali murid mengumpulkan sejumlah dana yang dikelola oleh paguyuban orang tua atau wali murid.

Teman saya tetap menganggap acara tersebut memberatkan orang tua. Teman saya itu mengancam akan membawa masalah tersebut ke dinas terkait.

Kebetulan saya juga mempunyai anak yang bersekolah di SMP negeri. Kebetulan juga anak saya mengikuti kegiatan akhir tahun yang diadakan oleh paguyuban orang tua dan wali murid.

Perbedaan dengan kawasan saya itu adalah di sekolah anak saya tidak ada orang tua atau wali murid yang protes tentang biaya untuk kegiatan akhir tahun. Semua orang tua atau wali murid menyadari bahwa jer basuki mawa beya, setiap keinginan dan cita-cita membutuhkan biaya.

Semua hal tentang kegiatan akhir tahun, termasuk biaya, dibahas bersama seluruh orang tua atau wali murid jauh-jauh hari sebelumnya. Selain itu, kami juga tahu bahwa sumbangan yang dikumpulkan dipergunakan sepenuhnya untuk mendukung kegiatan siswa, salah satunya kegiatan akhir tahun tersebut.

Beberapa kegiatan dilaksanakan oleh paguyuban orang tua atau wali murid, antara lain, seminar parenting untuk orang tua murid dan character building untuk siswa.

Saya tahu pasti bahwa pengurus paguyuban orang tua dan wali murid bekerja tanpa honor dan  selalu yarwe (mbayar dhewe) alias tidak menggunakan dana sumbangan orang tua saat mengadakan pertemuan koordinasi.

Mencermati kejadian tersebut, saya kemudian mencari tahu apakah memang benar di sekolah negeri tidak boleh ada pembayaran sama sekali, alias benar-benar gratis.

Akhirnya saya mendapatkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 30 Tahun 2017 tentang Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan.

Dalam Pasal 6 peraturan menteri itu disebutkan bentuk pelibatan keluarga pada satuan pendidikan, antara lain, menghadiri pertemuan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan, berperan aktif dalam kegiatan pentas kelas akhir tahun pembelajaran, berpartisipasi dalam kegiatan kokurikuler, ekstrakurikuler, dan kegiatan lain untuk pengembangan diri anak, dan memfasilitasi dan/atau berperan dalam kegiatan penguatan pendidikan karakter anak di satuan pendidikan.

Tentang teknis pelibatan orang tua disebutkan dalam Pasal 10. Bahwa pelaksanaan pelibatan keluarga di satuan pendidikan berkoordinasi dengan komite sekolah. Koordinasi tersebut dapat dilakukan oleh individu dan/atau paguyuban orang tua atau wali murid.

Adapun mengenai pembiayaan diatur dalam Pasal 16. Pembiayaan kegiatan pelibatan keluarga dapat bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), sumbangan, bantuan, dan/atau sumber pembiayaan lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan peraturan tersebut, sebenarnya boleh saja ada iuran atau sumbangan dari orang tua atau wali murid di sekolah negeri dengan beberapa catatan berupa sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat.

Pengelola sekolah tidak boleh meminta atau menentukan besaran uang yang harus dibayar oleh orang tua murid atau wali murid. Ketika orang tua atau wali murid atas inisiatif sendiri memberikan sejumlah bantuan atau sumbangan untuk mendukung kegiatan siswa, menurut pendapat saya, boleh-boleh saja dan bukan termasuk kategori pungutan.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 14 Juni 2024. Penulis adalah pemerhati pendidikan yang pernah bekerja sebagai guru  dan dosen di Kota Solo pada 1998–2017)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya