SOLOPOS.COM - Ilustrasi bermain media sosial. (Freepik.com)

Pemerintah resmi melarang media sosial yang merangkap platform perdagangan (social commerce), seperti Tiktok Shop, di Indonesia. Pelarangan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Peraturan tersebut diundangkan pada 26 September 2023. Media sosial hanya bisa dipakai untuk promosi. Apabila ingin berjualan, media sosial harus membuat aplikasi e-commerce secara terpisah sesuai ketentuan di Indonesia. Platform digital juga dilarang bertindak sebagai produsen.

Promosi Enjoy the Game, Garuda! Australia Bisa Dilewati

Pemerintah menetapkan harga minimum US$100 per unit untuk barang asal luar negeri yang langsung dijual oleh pedagang di Indonesia melalui platform e-commerce lintas negara (cross border). Sedangkan pedagang dalam negeri yang menjual barang impor tidak dikenakan batasan tersebut.

Aturan terbaru itu juga mengatur daftar barang yang mendapatkan izin diperjualbelikan. Barang dari luar negeri yang dijual di Indonesia wajib mengantongi standar nasional Indonesia (SNI) serta sertifikasi halal bagi makanan.

Peraturan ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Juru bicara Tiktok Indonesia menyebut menerima banyak keluhan dari penjual lokal. Tiktok mengklaim ada jutaan penjual lokal dan creator affiliate yang menggunakan Tiktok Shop terdampak aturan baru tersebut.

Menurut mereka, social commerce adalah solusi bagi usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM untuk meningkatkan traffic ke toko online mereka melalui kolaborasi dengan kreator lokal.

Klaim Tiktok Indonesia ini bisa diperdebatkan. Peraturan tersebut justru lahir sebagai jawaban atas keluhan para pedagang di pasar-pasar tradisional yang kehilangan omzet nyaris 100% setelah Tiktok Shop marak.

Barang-barang jualan pedagang di toko offline maupun marketplace kalah bersaing dengan produk Tiktok Shop yang sangat murah. Barang impor langsung ditawarkan kepada pembeli tanpa melalui proses impor yang semestinya. Ini jelas bukan cara berdagang yang baik karena mematikan bisnis lokal.

Langkah pemerintah itu mungkin menjadi solusi sementara agar para pedagang produk-produk lokal terlindungi. Itu tidak cukup. Melarang social commerce di Tiktok hanyalah kebijakan parsial.

Pemerintah perlu membangun sistem kebijakan yang komprehensif untuk melindungi UMKM dalam negeri dari intervensi sistem pasar baru berbasis teknologi digital yang kadang-kadang sangat kejam.

Pelarangan social commerce hanya menyelesaikan sedikit masalah dari gunung besar masalah yang muncul dari transformasi budaya konsumsi, fluktuasi daya beli, dan sistem perdagangan baru berbasis teknologi digital.

Butuh kebijakan yang bersifat luar biasa, komprehensif, dan adaptif terhadap perkembangan sistem perdagangan baru yang nirbatas. Pemerintah selalu tergagap-gagap merespons perkembangan itu.

Para pelaku UMKM cenderung dibiarkan bertahan sendirian tanpa perlindungan dan pemberdayaan yang komprehensif dan bersifat luar biasa. Ini tentu saja pekerjaan yang tidak akan pernah selesai seturut perkembangan teknologi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya