SOLOPOS.COM - Ilustrasi demokrasi. (Istimewa/euractiv.com)

Pengamat dan pakar politik berpendapat kekisruhan atau keributan di internal partai politik salah satunya bersumber dari praktik pengambilan keputusan di internal partai politik yang dilakukan sepihak oleh elite partai atau hanya dilakukan oleh ketua umum partai.

Contoh kekisruhan dan keributan di internal partai politik termutakhir adalah di Partai Golongan Karya dan Partai Solidaritas Indonesia. Partai Golongan Karya beberapa waktu lalu dilanda isu penggantian ketua umum karena dinilai tak menunjukkan kinerja bagus menjelang Pemilu 2024.

Promosi Ada BDSM di Kasus Pembunuhan Sadis Mahasiswa UMY

Partai Solidaritas Indonesia belakangan ini ditinggalkan sejumlah anggota atau kader karena menilai sikap politik partai itu terkait Pemilu 2024 tak lagi selaras dengan tujuan pendirian partai politik tersebut.

Sebelum keributan di internal Partai Golkar dan Partai Solidaritas Indonesia itu telah terjadi banyak kasus serupa yang jamak berujung dualisme kepengurusan, para kader atau pengurus keluar dan pindah ke partai politik lain, atau malah perpecahan partai politik yang memunculkan partai baru.

Peristiwa-peristiwa seperti itu jamak terjadi ketika suksesi kepengurusan tingkat pusat atau tingkat nasional, penentuan calon presiden dan calon wakil presiden yang akan diusung dan didukung dalam pemilu, atau ketika menghadapi kontestasi pemilihan umum secara keseluruhan.

Mendemokratiskan partai politik memang menjadi tantangan serius bagi semua partai politik di Indonesia. Gejala yang mengemuka di partai-partai politik di Indonesia kini adalah menguatnya kartel di pusat penentuan kebijakan partai politik.

Jamak kartel yang menguasai partai politik ini adalah perpaduan antara elite partai politik, pengusaha atau pemodal, dan penguasa atau pemerintah. Mendemokratiskan partai politik kini menjadi tantangan sekaligus ironi.

Partai politik adalah agen penting dalam sistem demokrasi. Partai politik adalah pendukung utama sistem demokrasi. Ironisnya, boleh dikatakan mayoritas partai politik di negeri ini malah tidak demokratis.

Tiap partai politik tentu punya aturan main sendiri yang mewujud dalam anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan pedoman lain yang bersifat teknis. Setiap partai politik juga memiliki aturan main yang bersifat mendisiplinkan semua kader, anggota, dan pengurus.

Sejauh ini memang belum tampak aktivitas partai politik yang benar-benar menunjukkan diri sebagai organisasi politik yang demokratis. Demokratisasi partai politik menjadi tantangan besar karena ini terkait langsung dengan demokratisasi pemerintahan dan penyelenggaraan negara.

Kaderisasi pemimpin di lembaga eksekutif dan legislatif berbasis partai politik. Ketika partai politik tidak demokratis, bisa dipastikan praktik penyelenggaraan negara maksimal hanya sampai pada demokrasi prosedural, bukan demokrasi substansial.

Partai politik harus berani membentuk atau membangun forum demokratis untuk mengambil keputusan penting. Ini langkah yang tidak mudah ketika kecenderungan pengelolaan partai politik adalah di bawah pengaruh perseorangan atau sekelompok orang (kartel). Walakin, inilah cara yang paling logis untuk membangun partai politik yang demokratis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya