SOLOPOS.COM - Agus Kristiyanto (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Kini  sedang berkembang sorotan kritis masyarakat luas tentang masih seberapa tinggikah civitas academica perguruan tinggi menjunjung integritas akademis. Pertanyaan yang sama tentu juga datang dari lingkungan dalam kampus.

Ini respons yang merupakan konsekuensi logis dari pemberitaan kurang sedap tentang praktik pelanggaran integritas akademis di beberapa perguruan tinggi negeri maupun swasta. Sampai triwulan pertama 2023 masih ditemukan berbagai kasus plagiarisme dan perjokian dalam menghasilkan karya ilmiah.

Promosi Mudik: Traveling Massal sejak Era Majapahit, Ekonomi & Polusi Meningkat Tajam

Pelanggaran integritas akademis itu tidak saja dilakukan kalangan mahasiswa, tetapi juga dilakukan dosen. Beberapa dosen berkualifikasi doktor yang menempuh prosedur menuju jabatan profesor terdeteksi menggunakan jasa joki dalam penulisan dan publikasi karya ilmiah mereka.

Apa pun alasannya kasus plagiarisme dan praktik perjokian adalah bukti kuat tentang lemahnya integritas akademis di suatu perguruan tinggi. Memahaminya harus dilakukan dengan menggunakan sudut pandang yang sistemis, luas, dan mendasar. Mungkin banyak yang berdalih bahwa itu adalah penyimpangan yang bersifat kasuistis dan personal.

”Penyelewengan” integritas akademis pasti tidak akan tumbuh dalam sebuah komunitas yang memiliki budaya akademis yang kuat dan kondusif. Sebagai ilustrasi rumput liar tak akan bersemi di permukaan jalan yang beraspal tebal. Benih-benih plagiarisme dan praktik perjokian otomatis akan mengalami mortalitas sejak dini ketika berada di lingkungan yang kuat budaya akademisnya.

Integritas akademis adalah etos inti dari kinerja utama seluruh civitas academica di masyarakat kampus yang semestinya dijunjung tinggi. Civitas academica menunjuk pada definisi spesifik masyarakat akademis yang terdiri atas dosen dan mahasiswa.

Begitu vital dan urgennya integritas akademis tersebut sehingga diterbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 39 Tahun 2021 tentang Integritas Akademik dalam Menghasilkan Karya Ilmiah.

Integritas akademis adalah komitmen dalam bentuk perbuatan berdasarkan nilai-nilai luhur dalam melaksanakan kegiatan tridarma perguruan tinggi, terutama dalam menghasilkan karya ilmiah. Tujuan utamanya menjaga budaya akademis dan membina para dosen dan mahasiswa agar terhindar dari perbuatan yang melanggar integritas akademis, termasuk di dalamnya adalah plagiarisme dan praktik perjokian.

Lalu, apa urgensi integritas akademis? Pertama, orientasi dasar penyelenggaraan pendidikan tinggi adalah membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dan berakhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan tinggi bergantung pada upaya menumbuhkembangkan budaya dan kualitas akademis melalui implementasi nilai-nilai integritas akademis dalam kegiatan tridarma perguruan tinggi.

Artinya, budaya dan kualitas akademis merupakan sebentuk aset dasar yang bersifat nonmateri (intangible) yang berada pada posisi paling vital. Menjadi prasyarat dasar yang terus ditumbuhkan sebagai budaya dalam kualitas yang terus bekembang.

Integritas akademis bukan sekadar cita-cita yang bersifat imajiner, tetapi mewujud dalam tindakan dan terimplementasikan dalam ekspresi berdedikasi dan berkarya untuk keberhasilan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara utuh.

Kedua,  ”proses produksi” karya ilmiah merupakan ciri yang sangat spesifik di lingkungan perguruan tinggi, apalagi dalam bentuk universitas. Dengan demikian, memproduksi karya ilmiah dalam bentuk apa pun tentu menjadi tuntutan wajib untuk fakultas, jurusan, atau program studi apa pun, terutama yang menyelenggarakan pendidikan akademis.

Sebagaimana sebuah pabrik otomotif yang secara terus-menerus menghasilkan produk varian baru dengan sentuhan inovatif, dikoreksi melalui pertimbangan nilai kegunaan dan kebaruan yang diterima dalam memenuhi tuntutan kehidupan masyarakat kekeinian.

Berkarya ilmiah adalah ”proses produksi renewable” yang semestinya sangat menantang dan menyenangkan, kemudian menjadi passion bagi setiap dosen dan mahasiswa. Hal tersebut merupakan alasan utama mengapa menjunjung integritas seharusnya tidak ada masalah.

Ketiga, mutu dan kuantitas produksi karya ilmiah menjadi pemicu (trigger) bagi kemajuan dinamis tridarma yang lain, seperti pengembangan mata kuliah atau orientasi baru substansi pengabdian kepada masyarakat. Poin kekaryaan secara personal menjadi syarat wajib kenaikan pangkat dan jabatan akademis bagi dosen atau syarat lulus bagi mahasiswa S1/S2/S3.

Mutu dan kuantitas karya ilmiah juga menjadi kriteria inti pemeringkatan perguruan tinggi dalam versi apa pun. Beberapa karya ilmiah terbukti menghubungkan kampus dengan komunitas lain, bahkan dengan dunia usaha dan dunia industri, melalui hilirisasi dan komersialisasi.  Artinya, menjadi pertanyaan besar ketika para civitas academica tidak memiliki greget menegakkan komitmen berkarya dan menjunjung tinggi integritas berkarya.

Greget Integritas

Komitmen berkarya adalah greget yang berada dalam wilayah karakter dasar setiap akademikus, baik secara personal maupun kolektif. Integritas akademis memadukan nilai komitmen personal yang ditumbuhkan melalui proses penularan yang khas melalui team teaching, peer group, atau research group.

Mekanisme penularan tersebut akan mewujudkan metamorfosis komitmen yang awalnya bersifat personal terbatas kemudian berkembang menjadi kolegial dan komunal. Sebagaimana substansi karakter lainnya, penularan dapat dilakukan dengan habituasi, intervensi, dan keteladanan.

Pertama, habituasi berkarya akademis bagi setiap akademikus semestinya terasah melalui track kekaryaan sepanjang proses berkarier sejak awal. Berkarya bukan karena didesak untuk syarat naik pangkat atau demi pemenuhan beban kinerja dosen. Prinsipnya adalah mempertajam diri dalam proses pengasahan dan dipadukan dengan proses saling mengasah di antara para akademikus.

Hal ideal untuk ditumbuhkan secara progresif dalam proses tersebut adalah  greget saling asah, saling asih, dan saling asuh. Soliditas berkarya artinya mempertemukan reputasi karya masing-masing sehingga semuanya mendapatkan keuntungan untuk tumbuh. Para dosen senior akan terbantu kehadiran para dosen junior.

Pada sisi yang lain, reputasi dosen yang lebih senior menjadi pemicu akselerasi para dosen junior untuk cepat-cepat menuju tataran jabatan akademis yang lebih tinggi. Kedua, intervensi diperlukan untuk memelihara agar proses berkarya berjalan secara lurus sesuai koridor. Prinsip intervensi biasanya dilakukan dengan pemberian reward dan punishment.

Greget berkarya akan meningkat karena ada stimulasi dari reward yang menarik, apalagi di atas ekspektasi. Pada sebagian kasus, menangani greget berkarya harus dilakukan melalui punishment. Berbagai sanksi sudah dipetakan sebagai bentuk pelanggaran integritas akademis, seperti fabrikasi (data fiktif), falsifikasi (perekayasaan data), plagiat (penjiplakan), kepengarangan yang tidak sah (baca: perjokian), konflik kepentingan (klaim proporsi hak kepengarangan), dan pengajuan jamak (satu karya yang sama terbit di beberapa jurnal).

Ketiga, keteladanan dalam menumbuhkan greget integritas akademis merupakan cara yang paling elegan karena setiap akademikus sebenarnya memiliki nilai keteladanan masing-masing. Artinya setiap orang secara personal berpotensi menjadi teladan bagi yang lainnya.



Menjadi teladan tidak harus mengubah diri menjadi figur yang ikonik, melainkan dapat dilakukan dengan cara memelihara aspek konsistensi berkarya dalam bidang yang menjadi keahlian masing-masing. Setiap bidang memiliki pintu masuk berkarya yang terbuka lebar bagi pemilik integritas akademis yang kuat.

Menunjukkan keteladanan akademis tentu bukan merupakan ekspresi pamer keahlian dan reputasi diri, tetapi merupakan wujud keteladanan yang lazim dalam menumbuhkembangkan integritas akademis di lingkungan masyarakat ilmiah di universitas-universitas maju dan ternama di dunia.

Masih ditemukannya beberapa kasus plagiarisme dan praktik perjokian tentu menjadi sebuah feedback yang sangat berharga secara sistemik. Menjadi sebuah refleksi sekaligus cambukan bahwa terdapat persoalan mendasar yang masih belum ”secara paripurna” tersulam dalam budaya akademis di lingkungan kampus-kampus kita.

Budaya akademis akan tumbuh di tengah komunitas yang sibuk dengan gagasan-gagasan baru untuk menyulam dan merenda kemajuan. Orang-orang terpelajar akan memikirkan gagasan-gagasan baru, orang-orang setengah terpelajar akan sibuk memikirkan peristiwa-peristiwa, sedangkan orang-orang yang kurang terpelajar sibuk dengan cerita tentang orang-orang lain.

Hanya perguruan tinggi dengan budaya akademis yang kuat yang akan tumbuh menjadi ”menara api” yang membakar semangat berkemajuan yang tak berkesudahan.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 25 Maret 2023. Penulis adalah Wakil Dekan Bidang Akademik, Riset, dan Kemahasiswaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sebelas Maret)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya