SOLOPOS.COM - Suasana kompleks perumahan Mendungan Baru yang menjadi tempat tinggal baru warga Desa Kapungan, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, yang temoat tinggal mereka semula terdampak proyek tol Solo-Jogja. Foto diambil beberapa waktu lalu. (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sedang menggodok skema kredit pemilikan rumah (KPR) dengan jangka waktu hingga 35 tahun.

Skema yang sedang dibahas ini dinilai bakal menjadi jalan terang bagi kalangan milenial dan generasi Z untuk memiliki rumah. PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. menyambut baik rencana pemerintah tentang dengan jangka waktu hingga 35 tahun.

Promosi Moncernya Industri Gaming, Indonesia Juara Asia dan Libas Kejuaraan Dunia

Pemberlakuan bunga berjenjang diusulkan untuk skema tersebut. Skema ini dianggap akan mempermudah sekaligus meringankan beban cicilan masyarakat yang ingin memiliki rumah.

Skema KPR 35 tahun juga merupakan langkah pemerintah secara bertahap menuju zero backlog pada 2045. Hingga 2021, angka backlog di Indonesia masih mencapai 12,71 juta unit.

Backlog perumahan adalah kondisi kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan rakyat. Backlog perumahan adalah kuantitas rumah yang belum atau tidak tertangani. Backlog perumahan dihitung berdasarkan konsep satu unit rumah per satu rumah tangga atau kepala keluarga.

Skema KPR 35 tahun diharapkan membuat masyarakat yang ingin memiliki rumah mendapat alternatif jangka waktu cicilan. Dengan jangka waktu yang semakin panjang, angka cicilan setiap bulan jauh lebih ringan ketimbang harus mencicil 10 tahun hingga 20 tahun.

Ketika skema bunga berjenjang diberlakukan ada potensi risiko yang mendera konsumen. Skema bunga berjenjang berarti bunga naik secara bertahap setelah melewati periode tertentu.

Suku bunga berjenjang justru akan berkebalikan dengan tujuan KPR 35 tahun untuk meringankan beban cicilan rakyat. Suku bunga berjenjang mengharuskan konsumen membayar bunga lebih besar ketika sudah melewati periode tertentu.

Fluktuasi suku bunga dapat menyebabkan total cicilan bulanan meningkat yang dapat berpengaruh pada kemampuan konsumen membayar. Kemampuan konsumen membayar cicilan belum tentu meningkat, justru ada yang turun karena berbagai macam alasan, seperti kebangkrutan dan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Jangka waktu yang panjang memberikan lebih banyak waktu untuk perubahan dalam kehidupan ekonomi dan pekerjaan. Risiko kehilangan pekerjaan atau pengurangan pendapatan memengaruhi kemampuan konsumen untuk membayar cicilan hipotek.

Risiko kesehatan dan kebutuhan asuransi dapat berubah cukup banyak selama 35 tahun, dapat mempengaruhi kestabilan keuangan konsumen. Inflasi juga akan berpengaruh banyak pada suku bunga berjenjang dan berdampak pula pada kemampuan konsumen mencicil rumah selama 35 tahun.

Meskipun nilai properti cenderung meningkat, inflasi juga dapat menyebabkan biaya hidup naik. Jika memang skema KPR 35 tahun bertujuan meringankan masyarakat dalam memiliki hunian, harus diperinci lagi.

Para pemangku kepentingan dan kebijakan harus memastikan cicilan bulanan KPR 35 tahun benar-benar lebih ringan dan memberikan fleksibilitas keuangan yang lebih besar bagi masyarakat.

Golongan masyarakat yang berhak mendapatkan KPR 35 tahun juga harus dipastikan secara gamblang demi menghindari salah sasaran. Jangan sampai masyarakat yang benar-benar membutuhkan tak kebagian program KPR 35 tahun karena justru diborong para juragan yang memiliki rumah bejibun dan cuma iseng berinvestasi.

Penerapan suku bunga berjenjang secara pukul rata jatuhnya tidak akan berbeda dengan skema KPR yang selama ini berjalan, khususnya bagi konsumen yang kemampuan membayarnya tidak meningkat atau malah turun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya