SOLOPOS.COM - Fery Irawan (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Perkembangan  teknologi dan pesatnya pembangunan membuat banyak perubahan perilaku masyarakat. Salah satunya konsumerisme. Kegiatan konsumtif atau membeli dan memakai barang-barang tanpa mempertimbangkan nilai khusus kegunaannya.

Menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia atau APJII pada 2018, dari seluruh pengguna Internet, 49% adalah generasi milenial dan generasi Z (Gen Z). Mereka menggunakan Internet tidak hanya untuk berkomunikasi atau mengonsumsi konten, tetapi juga melakukan berbagai hal.

Promosi Pramudya Kusumawardana Bukti Kejamnya Netizen Indonesia

Mereka bertransaksi membeli produk fashion, makanan, atau produk lain yang mereka perlukan. Konsumerisme kini mulai dialami banyak generasi milenial dan Gen Z yang disebut sebagai generasi paling konsumtif.

Perilaku konsumerisme yang paling mencolok salah satunya yaitu fear of missing out atau FOMO yang bermakna takut ketinggalan. FOMO dapat diartikan perasaan atau persepsi dalam diri seseorang ketika melihat orang lain dengan kehidupan yang lebih baik daripada dirinya.

FOMO dapat dipahami sebagai perasaan takut ketinggalan dalam segala hal dari orang lain. Banyak macam FOMO di kalangan Gen Z, seperti thrifting. Thrifting adalah berburu (hunting) baju dan barang bekas lainnya dari berbagai macam merek (brand) terkenal sampai yang bernuansa vintage klasik yang diimpor dari luar negeri dan memiliki kualitas premium layaknya pakaian di mall maupun butik, seperti berjenama Gucci, Dior, Chanel, dan lain sebagainya.

Thrifting belakangan digandrungi kalangan muda karena memiliki banyak keuntungan dan manfaat. Selain  harganya yang terjangkau dan keinginan memiliki barang branded terpenuhi, thrifting juga berperan untuk menjaga lingkungan.

Dengan membeli produk thrifting, secara tidak langsung menyelamatkan lingkungan dari buangan limbah pakaian, pelengkap gaya hidup, sampai perabotan yang sudah tidak digunakan lagi oleh pemiliknya. Beberapa hal positif yang didapatkan dari thrifting membuar banyak orang tertarik mengikuti kegiatan ini.

Di samping banyak dampak positif tentu terselip dampak negatif dari thrifting, khususnya pada kesehatan pengguna produknya. Pengguna produk thrifting berpotensi mengalami gangguan kesehatan. Pembeli atau konsumen pakaian bekas rentan mengalami infeksi kulit, pencernaan, bahkan infeksi saluran kemih.

Riset menunjukkan terdapat beberapa spesies mikroorganisme yang bisa bertahan hidup di pakaian, yaitu bakteri Escherichia coli (E. coli), bakteri Staphylococcus aureus (S. aureus), jamur (kapang atau khamir), serta berbagai macam virus.

Bakteri yang berbahaya bagi kesehatan terkandung dalam produk pakaian bekas impor berdasarkan hasil riset laboratorium yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan. Mikroorganisme—bakteri dan jamur—yang bertahan hidup di pakaian bekas tersebut bisa menyebabkan berbagai penyakit kulit pada penggunanya.

Menimbulkan rasa gatal-gatal dan bercak merah pada kulit, bahkan panu. Penyakit kulit yang disebabkan oleh virus, yaitu cacar, herpes, kutil, dan campak. Di Prancis dan Italia yang dikenal sebagai kiblat fashion dunia belum lama ini, pada 2022, sebagian penduduk terinfeksi cacar monyet.

Cacar monyet ini dapat ditularkan secara kontak langsung melalui cairan yang dikeluarkan tubuh atau luka dari orang yang terinfeksi cacar ini. Pakaian yang mereka kenakan dapat terindikasi paparan virus cacar berbahaya tersebut.

Perlu diwaspadai karena bisa saja pakaian impor dari dua negara tersebut mengandung bibit penyakit dan masuk ke dalam negara kita lalu diperjualbelikan di toko thrift. Bakteri, jamur, dan virus pada pakaian bekas tersebut tetap bisa menular jika tidak dicuci hingga bersih dan dengan perlakuan khusus.

Jika dibiarkan. Pnyakit yang ditimbulkan mikroorganisme tersebut bisa menular kepada anggota keluarga lainnya yang berada dalam satu rumah dan sering berinteraksi. Oleh sebab itu, pengguna produk-produk thrifting sebaiknya cermat dalam pemilihan dan perlakuan produk.

Kebersihan

Sebelum membeli produk, hendaknya diperhatikan dengan teliti tingkat kebersihan produknya. Jika terdapat noda-noda yang masih melekat pada produk, sebaiknya jangan langsung dipilih karena bisa jadi noda tersebut mengandung mikroorganisme pembawa penyakit.

Jika ada bau kurang sedap atau ada bau seperti keringat, sebaiknya dipertimbangkan lagi karena produk itu memiliki kemungkinan sudah dicoba (fitting) oleh orang (customer) lain yang mungkin saja punya penyakit menular dan bisa menularkan penyakit itu melalui keringatnya.

Produk thrifting yang sudah dibeli sebaiknya dicuci dan direndam dengan air panas. Hal ini perlu dilakukan karena kuman dan bakteri tidak tahan terhadap suhu yang tinggi. Menurut WHO, suhu sekitar 60 derajat Celcius hingg 70 derajat Celcius sudah cukup untuk membunuh sebagian besar kuman dan bakteri.

Air mendidih dapat membuat aman dari patogen (sifat mikroorganisme yang menyebabkan gangguan kesehatan). Pembeli tentu tetap harus memperhatikan kualitas pakaiannya.

Jika di label pakaian terdapat instruksi untuk menghindari panas berlebih, suhu air untuk merendam pakaian bisa diturunkan dan dapat dilakukan secara berkala agar tidak merusak bahan pakaian dan kemudian terbebas dari kuman.

Setelah dicuci dan direndam dengan air panas, pakaian bisa direndam dengan cairan antiseptik kurang lebih lima menit hingga 10 menit. Ini bertujuan agar pakaian benar-benar bersih dan steril. Pakaian harus dijemur di bawah terik matahari langsung karena sinar matahari dapat mensterilisasi secara alami.

Produk thrifting berupa tas atau peralatan/perabotan lainnya perlu dilap dengan kapas yang sudah ditetesi alkohol atau disemprot dengan disinfektan supaya bersih dan kuman serta bakteri mati.

Taruhlah produk di tempat dengan paparan sinar matahari supaya mempercepat pengeringan produk yang sudah dilap dengan disinfektan dan mengoptimalkan pembunuhan kuman serta bakteri.

Tidak disarankan menggunakan hairdryer (pengering rambut) karena dapat merusak produk yang berbahan kulit. Selain itu, dapat ditaburkan baking soda di dalam produk selama semalam untuk menghilangkan bau tidak sedap yang melekat.

Belanja barang bekas bermerek (branded) di toko thrift memiliki banyak keuntungan. Selain dapat menyelamatkan lingkungan, juga dapat membangun kebiasaan hidup hemat, tetapi di balik keuntungan itu juga ada potensi kerugian yang mungkin saja terjadi karena kurang cermat dalam membeli dan memperlakukan produk thrifting yang justru berdampak pada kesehatan



Wawasan baru mengenai pemilahan dan perlakuan (treatment) produk thrifting ini perlu disebarluaskan kepada orang-orang terdekat yang mungkin saja punya hobi thrifting. Dengan begitu mereka akan lebih peduli pentingnya thrifting yang cermat dan aman supaya tidak terjadi penularan penyakit kulit dengan orang-orang di sekitarnya.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 7 Februari 2023. Penulis adalah mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Surakarta)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya