SOLOPOS.COM - Siswa menunjukan atraksi pencak silat saat peresmian SMP Khusus Olahraga (SKO) di Jl. Ronggowarsito 112, Solo, Jumat (24/11/2023). (Solopos/Joseph Howi Widodo).

Kisah remaja—bahkan anak-anak—dan kaum muda meninggal dunia dalam latihan pencak silat telah terjadi berkali-kali. Peristiwa demikian jamak menjadi pembicaraan dan pemberitaan saat dan beberapa saat setelah kejadian.

Peristiwa itu kemudian dilupakan dan dibicarakan lagi saat terjadi yang serupa di daerah lain. Demikian terus berulang. Termutakhir adalah Wildan Ahmad, 14, yang meninggal dunia dalam latihan Perguruan Silat Pagar Nusa di halaman SDN 2 Cangakan, Kecamatan/Kabupaten Karanganyar, pekan lalu.

Promosi Nusantara Open 2023: Diinisiasi Prabowo, STY Hadir dan Hadiah yang Fantastis

Wildan punya kewajiban merekrut anggota baru. Dia terkena hukuman dari seniornya karena tak memenuhi kewajiban itu. Ia diminta bersikap kuda-kuda dan menahan napas lalu mendapatkan pukulan dan tendangan dari seniornya.

Wildan kemudian jatuh tersungkur, tak lama kemudian mengembuskan napas terakhir. Kasus kekerasan di lingkungan perguruan silat biasa terjadi atas dasar latihan, solidaritas rekan seperguruan, atau konflik antarperguruan silat.

Olahraga bela diri sebenarnya merupakan seni, yaitu seni mempertahankan diri yang mengutamakan ketahanan dan kekuatan fisik. Ada banyak teknik dan ciri khas  yang tersebar di seluruh dunia.

Beragam perguruan silat mengembangkan kemampuan mempertahankan diri dengan kekuatan fisik. Makna ini meniscayakan pelatihan yang konsisten untuk mencapai tahap mampu mempertahankan diri dengan kekuatan fisik.

Dalam pemaknaan demikian juga terdapat keniscayaan mengolah fisik agar bisa diberdayakan untuk membela diri dengan teknik yang dipelajari dan dilatih. Karena itulah wajib kehadiran seorang pelatih atau mentor dan sistem pelatihan yang menjamin tercapainya tujuan berlatih dan berolahraga bela diri.

Ketika proses yang dijalani berujung kematian, bisa dipastikan ada yang salah dalam konsep dan praksis olahraga bela diri dan latihan bela diri. Alangkah lebih baik pengelola aneka jenis perguruan silat itu bertemu dan merumuskan sebuah sistem pelatihan yang menjamin keamanan siapa saja yang berlatih.

Sistem itu mencakup kompetensi mentor atau pelatih, kesiapsiagaan fisik dan psikis peserta latihan, dan sistem berlatih yang menjamin keamanan semua peserta. Bisa jadi setiap perguruan silat telah memiliki sistem pengajaran baku dan khas, namun kenyataan peserta latihan silat meninggal terus terjadi, terus terulang.

Berlatih silat sesungguhnya adalah proses menghargai diri sendiri dan orang lain sekaligus menanamkan kesadaran tentang makna ”di atas langit masih ada langit”. Bahwa berlatih silat adalah proses menemukan jati diri yang mulia, tentu nirkekerasan dan menghormati orang lain.

Artinya butuh pembenahan serius pada sistem dan mekanisme latihan, termasuk standar kompetensi pelatih atau mentor. Ini perlu dibahas dengan sangat serius agar menjadi standar yang berlaku di mana saja. Tidak ada ilmu silat—jenis dan gaya apa pun—yang seharga nyawa manusia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya