SOLOPOS.COM - Abu Nadzib (Istimewa/Solopos)

Solopos.com, SOLO – Hujatan langsung bermunculan di media sosial setelah tim nasional sepak bola Indonesia dipermak Iran 5-0 dalam laga uji coba terakhir pada Selasa (9/1/2024) malam WIB.

Sudah menjadi risiko melatih di Indonesia, harus siap dihujat setiap kali hasil pertandingan tidak sesuai yang mereka mau. Mereka tidak mau peduli bahwa Iran saat ini berperingkat ke-21 dunia sedangkan Indonesia peringkat ke-146 atau 125 tingkat di bawah Iran.

Promosi Era Emas SEA Games 1991 dan Cerita Fachri Kabur dari Timnas

Tiga hasil buruk dalam laga uji coba menjelang Piala Asia harus menjadi evaluasi total bagi tim pelatih. Waktu lima hari tersisa wajib dimanfaatkan pelatih dan pemain untuk menyiapkan tim terbaik menyambut laga perdana melawan Irak pada 15 Januari 2024.

Dalam lima pertandingan terakhir Indonesia tidak pernah menang. Selain kalah di tiga kali uji coba, Indonesia juga kalah 1-5 dari Irak di Kualifikasi Piala Dunia 2026 pada 17 November 2023 dan hanya imbang 1-1 di kandang Filipina lima hari kemudian.

Keberuntungan hanya akan menghampiri siapa saja yang tidak berdiam diri dalam keputusasaan. Pelatih Jepang, Irak, dan Vietnam tidak menyebut Indonesia saat berbicara tentang peluang lolos Grup D Piala Asia 2023.

Indonesia tak dianggap. Justru itu keuntungan bagi Indonesia. Indonesia berstatus underdog. Di antara tiga lawan itu, yang paling realistis untuk dikalahkan adalah Vietnam. Vietnam kini berada di peringkat ke-94 FIFA.

Hitungan realistisnya: Indonesia menahan seri Irak (satu poin), mengalahkan Vietnam (tiga poin) dan kalah dari Jepang. Jika itu tidak terwujud, minimal Indonesia bisa mengalahkan Vietnam sehingga mengantongi poin tiga, plus jangan kalah dari Jepang dan Irak dengan skor besar agar bisa bersaing sebagai peringkat ketiga terbaik.

Peluangnya kecil, tapi masih ada peluang. Cara pandang positif akan membuat peluang kecil itu bisa membesar. Berpikir negatif dan pesimistis hanya akan membuat mental jatuh, kalah sebelum bertanding. Peluang kecil menghilang, bahkan sebelum bertanding.

Menghujat dan mencela tim nasional Indonesia sebaiknya disudahi, setidaknya sampai laga fase grup Piala Asia usai. Bola itu bundar. Semua bisa terjadi di sepak bola. Daripada pesimistis mendingan kita optimistis.

Dengan optimisne, peluang kecil bisa membesar. Siapa yang menyangka Indonesia lolos ke Piala Asia pada Juni 2022 lalu setelah 17 tahun mencoba dan selalu gagal? Pertama, karena skuat Indonesia di kualifikasi Piala Asia 2023 mayoritas pesepak bola usia muda minim pengalaman.

Kedua, Indonesia harus menjalani kualifikasi Piala Asia di Kuwait yang selalu menjadi momok bagi Indonesia. Sebelum laga Indonesia versus Kuwait pada 8 Juni 2022 itu, rekor pertemuan dimenangi sang tuan rumah.

Dari enam pertemuan, Indonesia keok empat kali, imbang sekali, dan baru sekali menang. Rekor Kuwait mentereng. Juara Piala Asia 1980, finalis Piala Asia 1976, juara ketiga Piala Asia 1984, dan semifinalis Piala Asia 1996.

Indonesia baru dua kali lolos ke Piala Asia (2004 dan 2007 sebagai tuan rumah) dan belum pernah lolos dari fase grup. Pantas Indonesia dipandang remeh, tapi fakta membuktikan sebaliknya.

Berstatus underdog, Asnawi Mangkualam dan kawan-kawan justru tampil kesetanan. Tertinggal lebih dulu, mereka membalikkan kedudukan 2-1 di akhir laga.

Tim muda itu mampu mengatasi rasa minder sekaligus menepis rasa grogi main di bawah tekanan ribuan suporter tuan rumah. Laga perdana pula.

Di laga kedua, tim muda Indonesia membuat Yordania (peringkat ke-87) kepayahan dan baru bisa menceploskan gol pada menit 49, satu-satunya gol yang tercipta dalam pertandingan tersebut.

Pada laga terakhir, penentu lolos tidaknya Indonesia ke Piala Asia 2023 setelah 17 tahun absen, . Nepal dihajar tujuh gol tanpa balas. Pertandingan yang akan selalu diingat oleh para pemain yang berlaga saat itu.

Indonesia lolos sebagai salah satu dari lima runner up terbaik kualifikasi, bersama Thailand, Kirgizstan, Malaysia, dan Hong Kong.

Itulah enaknya menjadi tim underdog. Diremehkan tapi malah termotivasi. Diabaikan justru memicu bermain lepas, mengeluarkan seluruh kemampuan terbaik.

Kuncinya jangan grogi. Mental harus kuat. Jangan kalah sebelum bertanding. Chemistry antarpemain harus dibangun erat. Dalam dua laga uji coba versus Libya, chemistry antarpemain menjadi masalah besar.

Dari statistik pertandingan, Indonesia lebih dominan daripada Libya. Libya memang 20 tingkat di atas Indonesia, tapi nyatanya bisa dikurung habis.

Dalam dua kali uji coba, peluang ke depan gawang (shoot on goal) Indonesia juga lebih banyak dibandingkan Libya.

Kurang tenang mmebuat tiga bek melakukan 4 blunder fatal yang seluruhnya berbuah gol. Itu juga persoalan chemistry yang belum erat sehingga terjadi salah-salah passing. Indonesia bermain kurang efektif.

Tetaplah menjadi underdog.  Itu malah menguntungkan. Jangan rendah diri hanya karena tak dianggap oleh tim-tim lawan. Anggap saja mereka tak ada. Fokus pada kemampuan diri sendiri. Keluarkan seluruh kemampuan maksimal.



Kurangi kesalahan seminim mungkin. Peluang ada walaupun kecil. Dengan optimisme, peluang kecil itu membesar dan berbuah hasil maksimal seperti yang terjadi pada kualifikasi Piala Asia 2023 pada Juni 2023 lalu.

Tidak ada yang tak mungkin dalam sepak bola. Tim nasional Indonesia harus bekerja keras untuk mewujudkan keajaiban itu.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 11 Januari 2024. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya