SOLOPOS.COM - Jafar Sodiq Assegaf (Solopos/Istimewa)

Sejak muncul ke permukaan, Jalan Tol Lingkar Solo menjadi pembahasan hangat. Jalan yang tadinya diperkirakan bakal menjadi jalur lingkar (ringroad) tahu-tahu berganti konsep menjadi jalan tol.

Hal ini diketahui lewat rilis dokumen tender proyek studi kelayakan di laman Layanan Pengadaan Secara Elektronik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (LPSE PUPR).

Promosi Pemilu 1955 Dianggap Paling Demokratis, Tentara dan Polisi Punya Partai Politik

Tender yang diumumkan 13 Juni 2022 dirilis dengan nama paket Penyusunan Studi Kelayakan dan Desain Awal Jalan Tol Lingkar Timur-Selatan Kota Surakarta.

Kemunculan proyek ini terbilang cukup mengejutkan lantaran beberapa tahun silam sempat tersiar kabar pembangunan ringroad untuk mengurai kemacetan di Solo.

Pada 2016 lalu, Kementerian PUPR melalui Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VIII Surabaya juga membuat studi kelayakan jalur lingkar timur-selatan Kota Solo. Hasil studi kelayakan yang menggunakan pagu APBN 2016 senilai Rp985 juta itu hingga kini belum pernah terealisasi.

Sejak studi kelayakan pada 2016 silam, proyek ringroad tak pernah lagi disinggung. Wacana ini kembali mengemuka pada awal hingga di pertengahan 2022. Namun, bukan dengan rencana jalur lingkar, melainkan tol.

Wacana pembangunan tol ini telah memperoleh penentangan dari tiga bupati. Penolakan pertama muncul dari Bupati Karanganyar yang khawatir jalan tol akan mematikan roda perekonomian di jalur-jalur yang dilaluinya.

Jalan tol berkonsep tertutup, berbeda dengan jalan lingkar yang masih terbuka.

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio berpendapat rencana proyek Tol Lingkar Solo perlu diurungkan. Mengurai kemacetan lalu lintas jalan di perkotaan cukup dengan membangun jalan lingkar dan tidak perlu membangun jalan tol.

Seperti diketahui, jika jalan tol tersebut terealisasi setidaknya ada tiga kecamatan di Karanganyar yang bakal terdampak. Pembangunan jalan tol diperkirakan memakan lahan di tiga kecamatan di Kabupaten Karanganyar, yakni Kebakkramat, Tasikmadu, dan Jaten.

Bupati Klaten Sri Mulyani juga menyuarakan ketidak setujuan terhadap wacana jalan tol. Meski senada, Sri Mulyani mengungkap alasan yang berbeda yakni semakin tergerusnya lahan sawah produktif di daerahnya.

Lebih jauh, Sri Mulyani juga menolak wacana ringroad dengan alasan serupa; lahan pertanian produktif bakal semakin sempit.

Klaten adalah penyangga pangan. Jika Kembali terdampak maka akan mengganggu produktivitas pertanian sekaligus mematikan daerah yang dilewati

Sementara pernyataan yang agak kontradiktif diungkap Bupati Sukoharjo Etik Suryani. Etik menyuarakan keberatan terhadap jalan tol dengan alasan menggerus lahan pertanian, namun tak masalah jika lahan tersebut dipakai untuk ringroad. Etik beranggapan ringroad masih “mending” bisa menghidupkan perekonomian masyarakat sekitar.

Wacana lain untuk mengurai kepadatan lalu lintas di perkotaan bukanlah membangun jalan tetapi dengan membatasi kendaraan yang masuk ke dalam kota dan menyediakan infrastruktur transportasi umum yang terintegrasi.

Penolakan terhadap jalan tol lingkar Solo sebenarnya bukan semata-mata untuk mempertahankan lahan produktif atau kehidupan ekonomi masyarakat. Namun, tujuannya juga sebisa mungkin untuk meningkatkan kesadaran terhadap upaya konservasi alam.

Sebagai contoh adalah Klaten, salah satu wilayah yang akan banyak dipakai untuk proyek jalan tol. Klaten adalah daerah dengan banyak mata air. Jika proyek jalan tol akan melalui daerah ini, maka perlu diupayakan agar tak mengganggu sumber mata air yang sejatinya juga sumber kehidupan.

Salah satu model pembangunan jalan tol yang bisa diupayakan adalah jalan tol layang. Namun, perlu diingat pembangunan jalan tol dengan konsep ini membutuhkan biaya tak murah. Selain itu, tol layang masih belum bisa menjawab persoalan perekonomian daerah yang mati karena dilalui jalan tol.

Bagaimana pun, urgensi pembangunan jalan tol adalah untuk mengurai kemacetan lalu lintas dalam kota. Keberadaan pintu tol yang langsung masuk ke kota akan mengurangi volume kemacetan di banyak daerah dan mempercepat jalur distribusi ke kota.

Pembangunan tol ini akan mempercepat jalur distribusi dan lebih cepat menggerakan roda perekonomian di kota.

Sebagai episentrum pembangunan daerah-daerah lain, kota perlu bertumbuh lebih cepat agar lebih produktif menggerakkan ekonomi masyarakat.

Maka dari itu, setiap instrumen pendorong percepatan pembangunan perlu dimaksimalkan. Termasuk jalan tol. Adapun segala macam problematikanya perlu dipikirkan pemecahannya secara matang dan hati-hati.

Tataran transportasi lokal merupakan masterplan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman dari seluruh moda transportasi. Tujuannya menciptakan pelayanan jasa transportasi yang selamat, aman, nyaman, tertib, teratur, efektif, dan efisien.

Jangan sampai upaya untuk membangun suatu daerah menyebabkan jurang kesenjangan dengan daerah lain menjadi semakin dalam.



(Esai ini telah dimuat di Harian Solopos Selasa, 10 Januari 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya