SOLOPOS.COM - Guru sejarah Achmad Zainal Facris memperlihatkan potongan relief Panji Semirang dari situs Gambyok dalam acara Membaca Relief Cerita Panji di Museum Airlangga, Kota Kediri, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. Kegiatan yang diikuti pelajar dari sejumlah sanggar tari tersebut bertujuan menumbuhkembangkan kecintaan terhadap budaya Nusantara sekaligus mendorong kreativitas menciptakan tari atau seni pertunjukan adaptasi dari Cerita Panji yang telah mendunia. (Antara/Prasetia Fauzani)

ASEAN Panji Festival diselenggarakan selama tiga pekan di lima kota, yakni Jogja, Kediri, Malang, Surabaya, dan Solo. Festival kebudayaan itu ditutup di Balai Kota Solo melibatkan sembilan negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) pada 25 Oktober 2023.

Istilah budaya Panji atau tradisi Panji bermula dari kisah lisan tentang Panji Asmarabangun atau dikenal pula dengan nama Panji Inu Kertapati dan Dewi Sekartaji atau Dewi Galuh Candrakirana. Ini adalah Kisah cinta sekaligus cerita tentang pengembaraan yang menyajikan kisah-kisah sampingan yang memukau.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Di sejumlah daerah di Indonesia kisah ini menampikan banyak variasi, seperti kisah Andhe-andhe Lumut di Jawa Tengah. Kisah yang dikenal dengan sebutan umum cerita Panji itu terkenal dan diadaptasi ke seluruh penjuru Nusantara seperti di Bali, Lombok, Sulawesi Selatan, dan beberapa daerah lainnya.

Cerita Panji berkembang pada saat epos Ramayana dan Mahabharata menjadi bagian kehidupan masyarakat masa itu. Pada abad ke-19, cerita Panji menyebar ke negara-negara di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Thailand Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja.

Naskah cerita Panji dapat dijumpai dengan judul berbeda di setiap daerah. Cerita Panji menjadi bukti bahwa negara-negara Asia Tenggara telah terikat sejak ratusan tahun lalu melalui sastra (lisan). Ratusan manuskrip cerita Panji dituliskan dalam beberapa bahasa.

KITLV pernah menghimpun setidaknya 10 bahasa manuskrip tentang cerita Panji yang ditulis dalam berbagai bahasa, seperti bahasa Jawa, Bali, Melayu, Aceh, Sasak, Sumba, Bugis, Thai, Khmer, dan Lao. Kisah Panji telah bertransformasi menjadi “kebudayaan” dengan banyak variasi di Asia Tenggara.

Budaya Panji atau tradisi Panji merupakan warisan budaya tak benda (intangible) adiluhung dari Jawa. Tradisi Panji kini mengalami revitalisasi dan transformasi. Budaya Panji terwujud dalam berbagai bentuk kesenian, sastra lisan maupun tulisan, relief di candi-candi, pewayangan, hingga ritual.

Budaya lokal yang terlepas dari pengaruh budaya India—Ramayana dan Mahabharata—ini berkembang di Jawa mulai abad ke-12. Budaya Panji mulai populer pada zaman Majapahit (1300-1500 M).

Naskah Panji diakui sebagai Memory of the World oleh UNESCO pada Oktober 2017. Budaya Panji diakui sebagai kekayaan budaya Indonesia. Saat ini transformasi tradisi atau budaya Panji perlu didukung penyediaan data tentang berbagai bentuk tradisi Panji.

Para pegiat di akar rumput telah melalukan revitalisasi tradisi atau budaya Panji sejak kurang lebih 30 tahun lalu. Gerakan di akar rumput ini diperkuat dengan upaya-upaya penyelamatan oleh pemerintah. Salah satu yang terlibat dalam revitalisasi tradisi Panji adalah Kota Solo. Beberapa tahun lalu banyak topeng berbasis tradisi Panji yang dipasang di Kota Solo.

Pemahaman dan penghargaan atas tradisi Panji sebagai kearifan lokal dan potensi pemberdayaan penting menjadi landasan revitalisasi serta transformasi budaya Panji. Fakta budaya Panji tumbuh di negara-negara lain di Asia Tenggara adalah potensi memberdayakan tradisi atau budaya Panji sebagai ingatan kolektif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya