SOLOPOS.COM - Mariyana Ricky P.D. (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Dua  tahun terakhir situs judi online di Indonesia kian merebak hingga memunculkan candu bagi para pemainnya. Mereka menggadaikan harapan menang dalam jumlah besar dengan mempertaruhkan seluruh uang milik mereka.

Praktik perjudian online memang terus menjamur di Indonesia. Kementerian Komunikasi dan Informatika melaporkan terdapat 138.523 konten perjudian online yang terdeteksi pada Januari–Oktober 2022.

Promosi Pembunuhan Satu Keluarga, Kisah Dante dan Indikasi Psikopat

Konten perjudian online cenderung meningkat sejak awal tahun hingga mencapai level tertinggi sebanyak 26.767 pada Mei 2022. Jumlahnya kian menurun hingga sebanyak 9.400 konten pada 1-24 Oktober 2022.

Perjudian online menjadi konten negatif yang paling banyak diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika sepanjang tahun ini. Di bawahnya adalah konten pornografi sebanyak 43.970 dan 1.611 konten penipuan online yang terdeteksi dalam 10 bulan pertama tahun 2022.

Terdapat ada 1.080 konten negatif yang direkomendasikan oleh instansi sektor. Kementerian Komunikasi dan Informatika meminta masyarakat yang menemukan konten judi online melaporkan di kanal pengaduan aduankonten.id.

Kementerian Komunikasi dan Informatika akan memblokir situs judi online dan berbagai konten negatif lainnya yang dilaporkan masyarakat. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan perputaran uang di rekening para pelaku judi online mencapai Rp81 triliun pada Januari–November 2022.

Angka tersebut naik signifikan 42,1% dibandingkan sepanjang 2021 yang sebesar Rp57 triliun. Nilai tersebut didapatkan dari 68 hasil analisis soal perjudian online oleh penyidik dan instansi terkait. Perinciannya adalah 25 hasil analisis proaktif, 42 hasil analisis reaktif, dan satu laporan informasi.

Menurut PPATK, ada beragam modus yang dilakukan dalam judi online. Pertama, penggunaan rekening nomine untuk melakukan deposit dan penarikan dana terkait perjudian. Kedua, menggunakan jasa money changer sebagai pusat untuk mengumpulkan uang, perputaran uang, dan dalam transaksi lintas negara.

Ketiga, penggunaan usaha restoran di perumahan elite untuk menyembunyikan aktivitas judi. Keempat, menggunakan virtual account, e-wallet, serta aset kripto sebagai sarana pembayaran jasa. Hal itu dilakukan untuk mengelabui penghimpunan dan pembayaran dana.

Sejumlah influencer atau pemengaruh di media sosial ikut mempromosikan website judi online yang menjanjikan hadiah tanpa memikirkan dampaknya. Penjudi yang terjerat utang bukan cerita baru mengingat susahnya keluar dari kecanduan aktivitas itu.

Para influencer itu mungkin tak sadar promosi yang dilakukan bisa berdampak pada orang lain hingga berdampak pada kecanduan. Mereka yang kecanduan tak bisa lepas dari judi sehingga melakukan hal-hal di luar akal seperti mencuri, berutang, dan sebagainya.

Kejadian di Kabupaten Karanganyar beberapa waktu lalu tentang seorang suami yang takut dengan istri dan keluarga karena uang hasil penjualan sepeda motor habis digunakan untuk berjudi online adalah kisah menyedihkan dalam skala mikro.

Seorang lelaki asal Desa Jatikuwung, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar membuat laporan palsu ke polsek setempat. Dia mengaku sebagai korban pencurian dengan pemberatan.

Lekaki bernama Andi Tri Yulianto itu juga melukai dirinya sendiri menggunakan cutter agar terkesan dirinya benar-benar menjadi korban pencurian dengan pemberatan oleh sejumlah orang yang  berhasil melarikan diri dan membawa uang miliknya senilai Rp16 juta.

Situasi saat ini mengingatkan pada 1960-an hingga 1990-an ketika pemerintah Indonesia pernah melegalkan judi yang dikemas dalam format lotere dan kupon undian, antara lain, bernama Lotre Toto Raga, Pekan Olahraga dan Ketangkasan (Porkas), Kupon Sumbangan Olahraga Berhadiah (KSOB), dan Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah (SDSB).

Pada kemudian hari praktik perjudian itu lantas dilarang yang akhirnya menghapus seluruh program legal pemerintah tersebut. Pelarangan merupakan dampak aksi protes dan penentangan dari berbagai kalangan masyarakat.

Pada masa kini bagaimana cara mencegah agar jerat judi online tak semakin memakan banyak korban? Patroli siber yang dilakukan kepolisian rupanya belum cukup. Kontrol diri yang menjadi salah satu kunci. Sayangnya, tak semua orang punya itu.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 6 Juli 2023. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya