SOLOPOS.COM - Mohammad Nur Rianto Al Arif (Solopos/Istimewa)

Indonesia telah mencanangkan masuk dalam jajaran negara maju pada tahun 2045. Salah satu elemen utama yang dibutuhkan untuk mencapai hal tersebut ialah pemenuhan sumber daya manusia yang berkualitas. Apabila kita merujuk pada beberapa data mengenai kualitas sumber daya manusia di Indonesia, nilai indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2023 hanya di angka 74,39. Kemudian jika kita lihat dari angka partisipasi kasar sekolah untuk SD sederajat sudah sangat memadai yaitu 105,62.

Namun, jika kita lihat pada jenjang pendidikan SMP sederajat dan SMA sederajat ternyata nilainya hanya sebesar 92,51 dan 86,34. Selanjutnya, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Worldtop, peringkat Pendidikan Indonesia berada di urutan ke-67 dari total 209 negara. Terakhir, jika kita melihat dari hasil kajian Program for International Student Assesment (PISA), Indonesia berada di urutan 68 dari 81 negara dengan skor: Matematika (379), Sains (398), dan membaca (371).

Promosi Bukan Mission Impossible, Garuda!

Dengan melihat pada berbagai kondisi di atas sepertinya akan sulit bagi Indonesia dapat masuk jajaran negara maju pada 2045. Lalu apa yang harus dilakukan oleh pemerintah agar jalan menuju Indonesia Emas 2045 masih tetap pada jalur yang benar (on the right track)? Jawabannya ialah revolusi sistem Pendidikan Indonesia.

Kita tidak bisa lagi melakukan business as usual dan hanya melakukan pembenahan yang sifatnya tambal sulam. Terdapat beberapa Langkah transformatif yang ditawarkan dalam artikel ini untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia di Indonesia.

Pertama, meningkatkan kesejahteraan tenaga pendidik baik guru maupun dosen. Apabila kita merujuk pada negara tetangga Malaysia, rata-rata gaji guru dapat mencapai RM 5.950 atau setara Rp20 juta, kemudian rata-rata gaji dosen nonprofesor berkisar RM 7.500 atau setara dengan Rp25 juta, dan rata-rata gaji profesor sebesar RM 16.000 atau setara dengan Rp53 juta.

Memang negara telah mencoba mengangkat kesejahteraan guru dan dosen sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 14/2005 dengan memberikan tunjangan sertifikasi pendidik sebesar 1 kali gaji pokok. Namun, hal ini sebenarnya masih belum memadai.  Dengan kesejahteraan yang belum terpenuhi para tenaga pendidik tidak akan bisa konsentrasi untuk memberikan yang terbaik kepada para peserta didiknya, sekaligus tidak bisa berinvestasi untuk meningkatkan kapasitas dirinya.

Menurut penulis, idealnya total penghasilan yang dapat diterima oleh seorang guru ialah Rp15 juta per bulan, dosen nonprofesor yang sudah doktor minimal Rp20 juta per bulan, dan seorang profesor mendekati Rp40 juta per bulan. Selain itu, status guru honorer yang ada selama ini perlu ditingkatkan menjadi guru P3K. Kemudian untuk memastikan kesehatan para tenaga pendidik, maka pemerintah bekerja sama dengan RSUD memberikan fasilitas pemeriksaan kesehatan tahunan secara gratis kepada para guru dan dosen. Karena tenaga pendidik merupakan investasi yang mahal bagi negara.

Langkah taktis kedua yang dapat dilakukan oleh pemerintah ialah dengan memperluas akses beasiswa studi lanjut bagi guru dan dosen baik di dalam maupun luar negeri. Sehingga ke depannya, pendidikan guru minimal adalah magister (S2) dan dosen adalah doktor (S3). Langkah yang diambil pemerintah baru-baru ini dengan mengevaluasi beasiswa LPDP menurut penulis adalah langkah yang tepat, karena memberikan beasiswa kepada para fresh graduate yang kemudia setelah lulus masih bingung harus ke mana merupakan langkah kurang tepat.

Di sisi lain, masih banyak tenaga pendidik kita yang perlu ditingkatkan kapabilitas dan kompetensinya. Selain itu, program-program seperti short course maupun mobility program ke institusi pendidikan di luar negeri perlu diperluas kesempatannya, terutama pada para tenaga pendidik di daerah 3T.

Langkah ketiga yang perlu dilakukan oleh pemerintah ialah melakukan penguatan nilai-nilai agama, akhlak, dan humanis kepada para siswa. Kita telah banyak melihat berbagai kejadian dimana murid berani melawan atau bahkan memukul dan membacok guru karena tidak terima ditegur. Hal ini menunjukkan semakin menurunnya akhlak para siswa. Oleh karenanya, pemerintah perlu menambah jam mata Pelajaran agama di sekolah dan memperkuatnya dengan pendampingan kepada siswa di tempat ibadah di lingkungan rumahnya. Kemudian, penanaman dan penguatan nilai-nilai budi pekerti melalui praktik keseharian di masyarakat perlu dilakukan sedari pendidikan usia dini dan dasar.

Langkah keempat ialah memastikan para siswa sehat dan dapat mengikuti pelajaran dengan lancar melalui peningkatan gizi. Isu stunting merupakan masalah sangat serius dalam penurunan kuaitas sumber daya manusia, sehingga peningkatan gizi siswa merupakan hal urgen yang perlu dilakukan Langkah taktis dalam waktu yang cepat. Peningkatan gizi ini dengan memastikan para siswa telah memperoleh makanan yang sehat dan bergizi. Selain itu, jam pelajaran olah raga dapat ditingkatkan dengan fokus pada praktik dan bukan teori apalagi hanya berorientasi pada pengambilan nilai ujian semata.

Langkah kelima yang dapat dilakukan oleh pemerintah ialah menyederhanakan kurikulum terutama di tingkat pendidikan dasar. Sebaiknya fokus hanya kepada beberapa materi utama yaitu kemampuan membaca dan memahami bacaan, kemampuan menghitung, kemampuan sains, dan penguatan karakter melalui pembelajaran agama, budi pekerti dan kepemimpinan. Sehingga, siswa tidak perlu dibebani dengan berbagai mata Pelajaran yang banyak dan menjadikan para siswa hanya bisa menghapal namun tidak dapat memahami apa yang dibaca. Selain itu, Kurikulum Merdeka yang telah dilaksanakan perlu dievaluasi dan disempurnakan. Kemudian, di era teknologi seperti saat ini penguatan literasi digital perlu dilakukan, terutama pada siswa di tingkat sekolah menengah. Bahkan, hal yang paling ekstrem dapat dilakukan ialah mengevaluasi apakah wajib belajar harus 12 tahun atau cukup hanya 10 tahun dengan mengurangi tahun sekolah di jenjang SMP dan SMA menjadi hanya dua tahun dan tidak lagi tiga tahun.

Langkah keenam ialah memastikan pemerintah untuk memberikan akses sekolah pintar dan terjangkau. Sekolah pintar dilakukan dengan meningkatkan infrastruktur sekolah dengan menyediakan akses internet dan multimedia yang memadai di seluruh sekolah dan perguruan tinggi, terutama di daerah 3T. Selanjutnya, terkait dengan akses pendidikan, sudah waktunya pemerintah mengevaluasi pelaksanaan PPDB Zonasi karena hal ini menyebabkan banyak siswa pintar yang tidak dapat melanjutkan studi ke sekolah negeri hanya karena rumahnya tidak masuk dalam zona prioritas dekat sekolah. Kemudian, pemerintah perlu meningkatkan akses ke perguruan tinggi bagi mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi namun memiliki potensi secara akademi. Sudah waktunya pemerintah menghentikan sementara perubahan alih status beberapa perguruan tinggi menjadi perguruan tinggi berbadan hukum apabila mereka belum siap pendanaan secara unit bisnis dan masih mengandalkan pendapatan dari uang kuliah mahasiswa. Karena hal ini menyebabkan banyak perguruan tinggi negeri yang telah berubah status kemudian ugal-ugalan dalam menerima mahasiswa baru.

Langkah ketujuh ialah mengembangkan pendidikan vokasi kelas dunia. Hal ini dapat dilakukan dengan mengembangkan kurikulum yang link and match dengan kebutuhan dunia industri. Kemudian sarana dan prasarana pembelajaran harus disesuaikan berdasarkan teknologi terkini yang digunakan oleh industri. Selanjutnya institusi Pendidikan vokasi harus mengembangkan kemitraan dan proyek kolaboratif dengan industri. Terakhir, pemerintah harus membangun sistem akreditasi dan sertifikasi sesuai dengan standar yang diakui oleh industri.

Langkah kedelapan ialah mewujudkan universitas kelas dunia. Setidaknya pemerintah harus menargetkan bahwa sampai dengan 2045, minimal ada 5 universitas di Indonesia yang masuk dalam QS Top 100 World Universities Ranking. Hal ini dapat dicapai dengan menambah anggaran bagi perguruan tinggi untuk merekrut tenaga pengajar kelas dunia dari beberapa perguruan tinggi di luar negeri. Kemudian, anggaran riset perlu ditambah agar dapat mencapai angka setidaknya 2% dari PDB Indonesia. Anggaran riset perlu diprioritaskan pada riset-riset kolaborasi internasional. Selanjutnya, perguruan tinggi perlu mengembangkan secara serius infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi. Terakhir, perguruan tinggi di Indonesia perlu membangun kemitraan dan kolaborasi strategis dengan Top 50 perguruan tinggi terkemuka di dunia.

Langkah kesembilan ialah dengan melakukan hilirisasi riset. Perguruan tinggi, lembaga riset, pemerintah, dan industri perlu melakukan kolaborasi dan kemitraan strategis terkait pengembangan riset di Indonesia. Hal ini agar riset yang dihasilkan dapat diterapkan baik dalam hal pengambilan kebijakan maupun terapan dalam pengembangan produk di industri. Kemudian, perlu ada insentif fiskal–misalkan berupa pemotongan pajak–bagi perusahaan yang berinvestasi dalam riset kolaboratif.

Selanjutnya, pemerintah dapat membentuk klaster industri dan ekosistem inovasi. Terakhir, pemerintah harus memiliki political will dalam melakukan investasi pada infrastruktur yang mendukung pengembangan dan produksi produk inovatif.

Sembilan langkah transformatif di atas apabila dapat diimplementasikan dengan baik oleh pemerintahan baru berikutnya akan dapat mengakselerasi peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Peningkatan kualitas pendidikan tidak lagi dapat dilakukan dengan kebijakan yang tambal sulam, melainkan harus berupa pembenahan yang holistik dan komprehensif.

(Artikel telah  terbit di Koran Solopos edisi 22 Maret 2024. Penulis adalah Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya