SOLOPOS.COM - Tika Sekar Arum (Istimewa/Dokumen pribadi)

Solopos.com, SOLO – Soloraya kini punya alternatif  ”wisata baru” yang menarik. Pilihan wisata ini berbiaya murah dan tak jauh dari rumah. Cukup jalan kaki beberapa menit bisa merasakan pengalaman seru menikmati Soloraya dengan cara berbeda.

Wisata ini jadi sarana healing bagi semua rentang usia, mulai warga usia senior alias lanjut usia (lansia) hingga anak-anak usia sekolah. Itulah berwisata dengan Batik Solo Trans (BST) atau Transjateng Solo-Wonogiri dan Solo-Sumberlawang (Kabupaten Sragen).

Promosi Bukan Mission Impossible, Garuda!

Saya awalnya tak berekspektasi lebih bahwa naik bus saja bisa menjadi pengalaman wisata yang menyenangkan. Setelah ngobrol dengan beberapa orang, termasuk putra sulung saya yang berusia SD, ternyata bagi dia, naik BST pada Sabtu sepulang sekolah itu sangat seru. Dia enggak ragu-ragu meminta naik bus lagi.

”Bun, kapan kita jalan-jalan naik BST lagi,” begitu kata dia tiap mendekati weekend.

Kesan serupa juga dirasakan ibu saya alias eyang putri anak-anak saya. Bersama rombongan senam yang biasa menamakan diri Ecan alias Eyang-eyang Cantik, mereka biasa berwisata naik Transjateng setelah senam pagi.

Agenda wisatanya simpel saja, dari lokasi senam pagi di Masjid Agung Baiturrahmah Sukoharjo rombongan Ecan naik bus Transjateng menuju Wonogiri. Di sana mereka menyantap bakso, jalan-jalan di Pasar Wonogiri sebentar, lalu pulang ke rumah masing-masing menggunakan Transjateng.

Kalau mau perjalanan yang agak jauh, rombongan Ecan naik bus Transjateng menuju Terminal Tirtonadi Solo, lalu naik bus Transjateng ke Sumberlawang, Sragen. Di Sumberlawang mereka hanya menyantap kuliner setempat lalu pulang menggunakan Transjateng.

Biaya perjalanan super murah dan tentu sangat ramah kantong. Untuk perjalanan naik Transjateng setiap penumpang hanya perlu membayar Rp4.000. Biaya ini berlaku selama dua jam meski penumpang berganti bus Transjateng yang lain.

Antusiasme warga Soloraya menggunakan moda transportasi publik modern dan nyaman ini—menurut saya—cukup tinggi. Beberapa kali saya mendapat cerita calon penumpang bus Transjateng harus menunggu dua hingga tiga unit bus lantaran bus selalu penuh.

Mereka tidak keberatan menunggu karena bagaimana pun naik Transjateng lebih murah ketimbang menggunakan layanan transportasi berbasis aplikasi online dan jelas nyaman karena armada ini dilengkapi pendingin udara.

Harus diakui fasilitas transportasi publik ini mampu menjadi pengungkit perekonomian yang luar biasa. Hal ini pulalah yang menjadi alasan pemerintah melalui Kementerian Perhubungan mengembangkan moda transportasi publik serupa di wilayah lain di Indonesia.

Merujuk data pilihan transportasi publik di fitur Tracking Bus aplikasi Mitra Darat, di Indonesia ada sedikitnya 17 sistem transportasi publik dalam kota/kabupaten atau antarkota/kabupaten –biasa kita sebut wilayah aglomerasi—yang dikembangkan Kementerian Perhubungan.

Ada BRT Nusantara yang meliputi Trans-Semarang, Trans-Jogja Istimewa, Transjateng, Trans-Batam, Trans-Jatim, Trans-Tangerang Tayo, dan Suroboyo Bus. Selain itu, 10 layanan Teman Bus, antara lain, Batik Solo Trans (Solo), Trans-Mamminasata (Kota Makassar), Trans-Banjarbakula (Kota Banjarmasin), dan Trans-Metro Pasundan (Kota Bandung).

Kemudian, Trans-Semanggi Suroboyo (Kota Surabaya), Trans-Musi Jaya (Kota Palembang), Trans-Metro Dewata (Kota Denpasar), Trans-Metro Deli (Kota Medan), serta Trans-Jogja (Yogyakarta). Tak berlebihan rasanya menyebut BST dan kawan-kawannya itu pendorong perekonomian atau kalau boleh saya sebut transport-nomic.

Pengembangan transportasi publik yang tepat dan sesuai kebutuhan wilayah akan mendorong laju perekonomian karena meningkatkan mobilitas masyarakat. Perjalanan dengan BST dan bus lainnya akan memicu masyarakat membelanjakan uang di tempat yang mereka singgahi.

Dalam konteks perekonomian nasional, kita bisa melihat transportasi dan pergudangan menjadi sektor lapangan usaha yang tumbuh signifikan pada triwulan III-2023, yakni tumbuh 14,74% (year on year/yoy). Jika dilihat selama tahun berjalan (year to date/ytd), pada triwulan III-2023 sektor ini tumbuh sebesar 15,30% (ytd) dibandingkan triwulan IV-2022.

Laju pertumbuhan sektor transportasi dan pergudangan mengalahkan sektor usaha lainnya seperti penyediaan akomodasi dan makan minum yang tumbuh 10,77% (ytd) dan jasa lainnya yang mengalami pertumbuhan 10,65% (ytd). Secara umum perekonomian Indonesia memang tidak bergantung pada sektor transportasi dan pergudangan. Sektor ini hanya menyumbang 5,98% terhadap perekonomian nasional pada triwulan III-2023.

Sejauh ini perekonomian Indonesia masih bergantung pada tiga sektor utama, yaitu industri pengolahan dengan kontribusi 18,75% terhadap perekonomian. Berikutnya, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang berkontribusi 13,57% serta perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor, yang menyumbang 12,96% terhadap perekonomian.

Peran sektor transportasi dan pergudangan dalam peta perekonomian nasional juga masih kalah dari sektor pertambangan (10,18%) dan konstruksi (9,86%). Melihat pertumbuhan sektor transportasi yang begitu tinggi dan konsisten selama setahun terakhir, kita patut berharap sektor ini bisa menjadi pengungkit baru perekonomian.

Itu didukung pengembangan sektor transportasi publik di beberapa daerah yang saat ini menjadi prioritas pembangunan, seperti di Banjarmasin dan Pekanbaru. Kementerian Perhubungan juga mengembangkan berbagai inovasi teknologi, antara lain, melalui aplikasi Mitra Darat yang dikenalkan belum lama ini sebagai pengganti aplikasi Teman Bus.

Berbagai strategi tersebut diharapkan menjadikan sektor transportasi kekuatan baru dalam peta perekonomian Indonesia. Kita berharap, siapa pun presiden yang terpilih kelak mau melanjutkan program pengembangan transportasi publik yang murah dan nyaman seperti BST, Transjateng, dan sejenisnya.

Bagaimana pun transportasi publik yang baik adalah syarat utama negara maju. Negara maju bukanlah tempat orang miskin punya mobil, melainkan tempat orang kaya menggunakan transportasi publik. Jadi, mari mendukung transport-nomic dengan naik sarana transportasi publik.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 15 Januari 2024. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya