SOLOPOS.COM - Rudi Hartono (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Pencinta  sepak bola larut dalam euforia keberhasilan tim nasional U-22 Indonesia membawa pulang medali emas SEA Games 2023 di Kamboja beberapa waktu lalu. Indonesia menantikan medali emas itu 32 tahun terakhir. Sebelumnya, tim sepak bola Indonesia meraih medali emas SEA Games pada 1991.

Tim asuhan Indra Sjafri di partai final sepak bola SEA Games 2023 mengalahkan tim nasional U-22 Thailand dengan skor 5-2 melalui babak perpanjangan pada Selasa (16/5/2023). Pada pertandingan yang keras itu, wasit mengeluarkan empat kartu merah, tiga di antaranya untuk pemain Thailand dan satu untuk pemain Indonesia.

Promosi Yos Sudarso Gugur di Laut Aru, Misi Gagal yang Memicu Ketegangan AU dan AL

Laga panas tersebut diwarnai kericuhan yang melibatkan ofisial dan pemain Thailand, serta pemain Indonesia di luar lapangan. Manajer tim nasional U-22 Indonesia, Sumardji, yang menjadi korban penganiyaan mengalami luka. Kericuhan terjadi setelah pemain Thailand mencetak gol penyeimbang 2-2 menjelang berakhirnya babak kedua.

Kemenangan itu dirayakan di dalam negeri dengan sangat meriah. Sebanyak 20 pemain tim nasional U-22 diarak menggunakan bus terbuka sembari memamerkan medali emas di Jakarta, Jumat (19/5/2023). Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia atau PSSI menyatakan hampir sejuta orang menghadiri pawai itu.

Prestasi meraih medali emas sepak bola SEA Games 2023 memang patut diapresiasi. Mereka berjuang hingga peluit terakhir dan menutup laga dengan manis. Tim sepak bola Indonesia di pesta olahraga dua tahunan Asia Tenggara itu memang seharusnya meraih medali emas.

Tim nasional Indonesia diawaki banyak pemain muda yang memiliki pengalaman di tim nasional senior. Kehadiran mereka membuat tuntutan publik sepak bola Indonesia kepada tim U-22 tinggi, yakni harus membawa pulang medali emas. Sembilan pemain muda menjadi pemain tim nasional senior.

Mereka adalah dua kiper Ernando Ari dan M. Adi Satryo; empat bek Risky Ridho, Alfeandra Dewangga, M. Ferari, dan Pratama Arhan; gelandang serang inti Marselino Ferdinan; serta penyerang andal Witan Sulaeman dan Ramadhan Sananta.

Kehadiran mereka tak terlepas dari peran pelatih Shin Tae-yong. Indonesia beruntung memiliki pelatih sekelas Shin Tae-yong yang tahu betul membentuk tim nasional tangguh. Pelatih berkebangsaan Korea Selatan itu membawa banyak pemain muda dalam tim nasional senior.

Kiprah di tim nasional senior membentuk karakter dan mental para pemain muda. Tak salah jika kemudian pelatih kepala tim nasional U-22 yang juga Direktur Teknik PSSI, Indra Sjafri, memboyong sembilan pemain itu ke dalam timnya.

Indra tahu betul mantan pelatih tim nasional Korea Selatan telah membawa banyak perubahan bagi tim nasional Indonesia. Mereka berkolaborasi membangun tim nasional kelompok umur dan tim nasional senior yang tangguh dan bermental baja.

Sayangnya, ada pihak yang menciptakan garis pemisah. Pihak itu menganggap tim nasional kelompok umur lebih menjanjikan karena mempersembahkan prestasi. Pihak tersebut membanggakannya sebagai kehormatan lokal atau local pride karena tanpa kehadiran pemain dan pelatih impor, tim nasional kelompok umur bisa mengukir prestasi.

Pandangan Sama

Tim nasional U-16 menjuarai Piala AFF pada 2022 lalu. Sebenarnya tim nasional kelompok umur adalah bagian dari pembinaan untuk membangun tim nasional senior yang benar-benar bertaji.

Tidak perlu mengotak-kotakkan tim nasional yang membuat seolah-olah kelompok umur adalah pembinaan pemain tim nasional tersendiri atau tidak ada kaitannya dengan tim nasional senior.

Mestinya semua elemen yang terlibat membangun tim nasional kelompok umur hingga tim nasional senior memiliki pandangan yang sama. Tim nasional kelompok umur adalah embrio tim nasional senior yang berjaya di level Asia Tenggara dan diperhitungkan di level Asia.

Hingga kini harapan publik itu belum terwujud. Boleh saja meluapkan kegembiraan merayakan kemenangan tim nasional sepak bola di SEA Games 2023, namun perlu diingat bahwa pembuktian sebenarnya adalah di Piala Asia. Langkah tim nasional senior Indonesia di bawah asuhan Shin Tae-yong menunjukkan kemajuan.

Tim ini mampu menembus putaran final Piala Asia 2023 di Qatar setelah melalui perjuangan berat di fase kualifikasi. Ingat, Indonesia lolos ke kompetisi akbar di Asia itu berkat kerja keras di babak kualifikasi, bukan karena menjadi tuan rumah. Ini menunjukkan tim nasional punya kualitas.

Kualitas itu akan diuji pada fase grup putaran final Piala Asia yang digelar pada 12 Januari-10 Februari 2024. Statistik mencatat Indonesia pernah empat kali berpartisipasi, pada 1996, 2000, 2004, dan 2007 (tuan rumah). Indonesia selalu terhenti di fase grup dengan catatan pertandingan yang minor.

Pada Piala Asia tahun ini, Indonesia menghuni Grup D bersama Jepang, Irak, dan Vietnam. Ini ujian berat untuk Indonesia. Jepang adalah raksasa Asia yang rutin menjadi peserta Piala Dunia, terakhir di Piala Dunia 2022 Qatar.

Irak adalah juara Piala Asia 2007. Irak selalu berhasil lolos fase grup seperti yang mereka lakukan pada 2019, lolos ke semifinal pada 2015, dan lolos ke perempat final pada 2011. Vietnam empat kali berpartisipasi di Piala Asia.

Pada 1956 dan 1960 saat masih bernama Vietnam Selatan serta pada 2007 dan 2019 sebagai Vietnam. Catatan Vietnam di Piala Asia lebih baik dibanding Indonesia. Vietnam berhasil melaju ke perempat final Piala Asia 2007 dan Piala Asia 2019. Jika Indonesia mampu berbicara banyak atau bahkan menorehkan prestasi, itulah kegembiraan yang sebenarnya.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 23 Mei 2023. Penulis adalah wartawan Solopos Media Group)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya